Trio Detektif - Misteri Teka-Teki Aneh(1)


 Alfred Hitchcock
TRIO DETEKTIF
Misteri Teka-Teki Aneh


PENGUMUMAN ALFRED HITCHCOCK

Perhatian!
Aku, Alfred Hitchcock, dengan ini menyatakan sama sekali tidak tersangkut paut dengan teka-teki misterius yang berasal dari seseorang bernama Marcus "Dingo" Towne! Orang itu hanya kukenal secara sepintas lalu saja, dan sedikit pun ia tidak berhak melibatkan diriku dalam tipu muslihat yang diwariskan olehnya! Tapi walau urusan itu membuatku jengkel, harus kuakui bahwa jika bukan karena aku, misteri yang penuh lekuk liku itu mungkin takkan bisa dipecahkan. Akulah yang melibatkan tim penyelidik remaja yang menamakan diri Trio Detektif ke dalam kasus yang membingungkan itu,walau itu kulakukan hanya untuk membebaskan diri dari libatan jaring tipuan dan ketamakan yang menyelubungi. Kuakui, pada mulanya aku tidak menyadari bahaya besar yang ditimbulkan oleh surat wasiat "edan" laki-laki tua yang dikenal dengan nama julukan Dingo itu. karenanya, sebagai penebus dosa sekali lagi aku menyatakan persetujuanku untuk memperkenalkan kasus Trio Detektif yang terbaru, serta-bagi yang belum kenal ketiga remaja penyelidik itu:
Mereka adalah Jupiter Jones yang cerdasnya keterlaluan, lalu Pete Crenshaw yang sigap dan kekar, seta Bob Andrews yang rajin. Ketiga remaja itu tinggal di kota kecil Rocky Beach, yang letaknya tidak jauh dari Hollywood, California. Di kota itulah Dingo Towne yang sudah
almarhum menantang setiap orang untuk memecahkan misteri teka-teki aneh yang diwariskannya.
Jupiter yang berotak cemerlang berhasil menemukan kunci pembuka rahasia pesan almarhum Dingo. Dan mulai saat itu ia dan kedua temannya terus-terusan dirongrong oleh penjahat-penjahat yang haus harta, diintai berbagai bahaya yang tak terduga, serta ancaman yang tersembunyi. Akhirnya mereka sampai pada kesadaran bahwa penyelesaian teka-teki itu tidak selalu berarti pasti jawaban sudah ditemukan! Tapi sudahlah! Dengan segera kalian akan menyadari sendiri bahwa apa yang diungkapkan seseorang yang penuh tipu daya setelah ia mati ternyata sama sekali tidak sepeti yang diperkirakan! Kalian hendaknya bersikap waspada, karena Jupiter Jones yang cerdasnya tidak kepalang pun bisa tidak berhasil melihat hal yang terpampang jelas di depan mata.

ALFRED HITCHCOCK

CATATAN TAMBAHAN:
Kasus Trio Detektif kali ini berurusan dengan
sebuah teka-teki aneh berbentuk sajak.
Dalam edisi bahasa Indonesia buku ini, sajak itu tetap
ditulis dalam bahasa aslinya. Ini perlu, karena
kata-kata yang terkandung di dalamnya jika
diterjemahkan akan menyebabkan teka-tekinya
tidak masuk akal. Tapi untuk kalian yang ingin
mengetahui terjemahannya dalam bahasa kita,
inilah dia (diterjemahkan secara harfiah):

Di tempat tinggal anjing liar, botol dan
sumbat menunjukkan jalan ke billabong.

Di atas apel dan pir sendirian saja
Nyonya dari Bristol berkendaraan dari
seorang teman.

Di bola benang kesepuluh, kau dan aku
melihat mangkuk bagus kita di depan.
Korban bagi yang satu, adalah kekasih
bagi yang lain,
ikuti hidung ke tempat.

Di mana orang membeli kesulitan dan
pertengkaran,
keluarlah kalau kau bisa.

Di Ned tua Ratu yang hebat, cerdaslah
serta wajar, sehingga hadiah menjadi
milikmu.

PENERJEMAH

Bab 1
TANTANGAN DINGO TOWNE

Saat itu hari Rabu pada suatu musim panas. Di
Rocky Beach, California, Bob Andrews, anggota
Tio Detektif yang betugas mengurus catatan dan
iset, sedang sibuk menulis di kamarnya. ia
sedang menuliskan kasus Trio Detektif yang
paling baru. Grusannya sepele, yaitu mencari
cincin berlian Mrs. Hester yang hilang.
Waktu makan malam masih satu jam lagi. Bob
mendengar suara riang anak-anak tetangga yang
asyik bermain-main di tengah kehangatan sinar
matahari petang. Kemudian terdengar bunyi pintu
mobil ditutup, tidak begitu jauh dari kamar Bob.
Mr. Andrews sudah pulang dari pekerjaannya.
Beberapa saat kemudian ayah Bob masuk ke
kamar anaknya, sambil tertawa lebar. ia membawa
secarik ketas yang memanjang bentuknya.
"Bagaimana, maukah kau serta kawan-kawanmu yang detektif itu mencari harta-dan boleh memilikinya jika kalian berhasil?" tanya Mr. Andrews.
"Wah!" kata remaja berambut pirang itu. "Maksud Ayah, ada orang kehilangan harta, lalu kami boleh memiliki jika berhasil menemukannya?"

"Harta itu tidak hilang," kata Mr. Andrews, "tapi
disembunyikan!"
"Ah, jika dihadiahkan dengan begitu saja, harta
itu pasti tidak begitu berharga," tukas Bob. "Ke
cuali jika pemiliknya sinting, barangkali."
"Tentang harta, aku tidak tahu wujudnya. Tapi
sinting--kurasa kata itu memang tepat." Mr.
Andrews tertawa, lalu mengusap-usap dagunya.
"Tapi kulihat di sini Mr. Hitchcock ikut terlibat di
dalamnya, ada kemungkinan urusan ini tidak
begitu edan. Nih, baca saja sendiri."
Mr. Andrews menyodorkan lembaran kertas
panjang yang ada di tangannya. Kertas itu ternyata
contoh cetakan dari sebuah surat kabar- Mr.
Andrews bekerja pada perusahaan penerbitan
surat kabar itu.
"Koran ini akan kami terbitkan besok," katanya
pada Bob, "tapi kurasa kau dan teman-temanmu
mungkin ingin tahu lebih dulu."
Bob mengambil lembaran contoh itu, lalu
membaca artikel yang tertera di situ:

HARTAWAN EKSENTRIK MEWARISKAH TAN-
TANGAN:
PENEMU HARTANYA BOLEH MEMILIKINYA!

Surat Wasiat "Edan" Merupakan Bukti Sakit
Jiwa, Kata Pengacara Keluarga
Marcus "Dingo" Towne, orang misterius dan tidak
suka bergaul yang meninggal dunia hari Minggu
yang lalu di Rocky Beach, ternyata mewariskan

seluruh harta miliknya pada siapa pun juga yang
bisa menemukan harta itu!
Hal yang tidak terduga-duga ini baru diketahui
kemarin, ketika teman lama almarhum Dingo
Towne, John ("Jack") Dillon, mengajukan sebuah
surat wasiat yang semula tidak diketahui adanya.
untuk disahkan oleh pengadilan. Mr. Towne.
seorang tokoh eksentrik yang misterius. Selama
dua puluh tahun tinggal di Rocky Beach--yaitu
sampai saat ia meninggal dunia-selalu berpakai
an lusuh. Ia tinggal di sebuah rumah tua yang sudah
reyot. Namun ada dugaan di kalangan masyarakat
bahwa sebenarnya ia seorang jutawan.
Mr. Roger Callow yang mewakili kepentingan Mr.
Towne dalam segi hukum atas nama kantor
pengacara Sink and Waters yang berkedudukan di
Rocky Beach, menyatakan bahwa surat wasiat
yang baru sekarang muncul itu merupakan bukti
bahwa Mr. Towne pada akhir hayatnya sudah tidak
waras lagi pikirannya. "Kami mengetahui adanya
surat wasiat yang sah, dalam mana almarhum
mewariskan segala-galanya pada menantu serta
cucunya," kata Mr. Callow menjelaskan.
Pada surat wasiat yang muncul secara tidak
terduga serta dibuat dengan tulisan tangan, tertera
nama dua orang saksi, masing-masing Mr. Dillon
serta seorang teman lain, Mrs. Sadie Jingle.
Artikel surat kabar itu selanjutnya memuat
seluruh isi surat wasiat yang dipersoalkan. Bob
menyimaknya dengan penuh perhatian. Nampak
jelas bahwa ia makin lama makin bersemangat.

"Wow!" serunya, begitu selesai membaca.
"Bolehkah ini kutunjukkan pada Pete dan Jupe,
Ayah? Sekarang masih ada waktu, sebelum kita
makan malam!"
Mr. Andrews mengangguk sambil tertawa. Bob
bergegas menelepon kedua sahabatnya, lalu
cepat-cepat pergi mengambil sepeda. ia meluncur
laju menuju The Jones Salvage Yard, sebuah
tempat penimbunan barang-barang bekas yang
sangat mengasyikkan. Pemiliknya paman dan bibi
Jupiter Jones yang berdagang barang bekas.
Sampai di sana, Bob tidak membelok masuk ke
pekarangan lewat gerbang utama. ia terus
bersepeda, melewatinya. ia tidak ingin kepergok
Bibi Mathilda Jones, bibi Jupiter. Bibi Mathilda
memiliki watak yang tidak bisa dipandang enteng.
Dan ia punya kebiasaan, jika melihat Jupiter atau
teman-temannya, pasti mereka disuruhnya be
kena.
Sampai di sudut pekarangan tempat penimbun
an barang bekas itu, barulah Bob berhenti. Di
situlah Gerbang Hijau Satu, salah satu jalan rahasia
Trio Detektif jika ingin keluar-masuk pekarangan
tanpa diketahui orang lain. Bob mendorong dua
lembar papan bercat hijau yang sengaja dibiarkan
longgar, lalu melangkah masuk ke bengkel kerja
Jupiter yang di luar.
Ternyata tidak ada siapa-siapa di situ. Bob
menyandarkan sepedanya, lalu menggeser sebuah
terali besi yang kelihatannya seperti kebetulan saja
disandarkan ke bangku kerja Jupiter. Di balik terali

yang digeser ke samping terdapat sebuah lubang,
ujung sebuah pipa besar yang terbuat dari besi
berlapis seng. ltulah Lorong Dua, jalan rahasia
yang lewat di bawah timbunan barang-barang
bekas, menuju ke kantor Trio Detektif yang
tersembunyi letaknya. Yang dinamakan kantor itu
sebenarnya sebuah karavan usang yang tidak bisa
dipakai lagi karena sudah rusak. Paman Titus
menghadiahkannya pada Jupiter, setelah ternyata
bahwa kendaraan bekas itu tidak laku-laku. Di
dalamnya kini terdapat segala perlengkapan yang
diperlukan Trio Detektif dalam pekerjaan mereka:
meja tulis, pesawat telepon, tape recorder. kamar
gelap untuk mencetak foto, laboratorium kecil,
serta berbagai perlengkapan detektif yang keba
nyakan merupakan barang-barang bekas yang
dirakit kembali. Di luar karavan yang dijadikan
kantor itu tertimbun begitu banyak barang bekas,
sehingga kendaraan itu tidak kelihatan. Orang lain
kini sudah lupa bahwa di balik timbunan barang
rombengan itu ada sebuah karavan.
Bob merangkak melalui Lorong Dua yang
berujung di bawah lantai karavan, lalu masuk ke
kantor lewat sebuah tingkap.
Jupiter dan Pete sudah menuinggu di situ.
"Apa maksudmu dengan wasiat tadi, Bob?"
tanya Jupiter Jones. Penyelidik Satu Trio Detektif
yang berpotongan gempal itu tampangnya seperti
anak burung hantu bermuka bulat; apalagi jika
sedang berpikir-dan itu merupakan kesibukan-
nya yang paling sering dilakukan. ia memang

"otak" tiga Sekawan penyelidik itu, dan ia juga suka
sekali membuktikan hal itu! '
"Wasiat, wasiat," tukas Pete Crenshaw dengan
sikap tidak sabar, "aku lebih tahu tentang harta itu!"
Penyelidik Dua ini lebih jangkung dan juga lebih
kekar daripada kedua sahabatnya. Pete bertubuh
besar dan berotot Dari ketiga remaja penyelidik itu,
ia yang sikapnya paling seenaknya saja. Pete
mencondongkan tubuhnya ke depan dengan
bersemangat, sementara Bob menyodorkan lem-
baran contoh cetakan surat kabar pada Jupiter,
yang dengan segera membacakan isi surat wasiat
yang tertera di situ:

"Aku, Marcus Towne, yang berpikiran jauh lebih
waras daripada kebanyakan orang-terutama
sanak saudaraku serta teman-teman mereka-dan
berhasil mengumpulkan harta berkat kerja keras
serta kecekatan pikiran, tidak melihat alasan untuk
mewariskan seluruh hartaku itu pada orang-orang
yang pemalas, tamak, dungu, dan tak berguna,
yang lebih menyukai uangku daripada diriku!
Oleh karena itu dalam pernyataan kehendakku
yang terakhir dan merupakan wasiat ini, pada
menantu perempuanku, begitu pula pada cucu
serta kedua keponakanku, aku mewariskan uang
sebanyak $100 untuk masing-masing. Hartaku
yang selebihnya kuwariskan semuanya pada siapa
pun juga yang bisa menemukannya!
Sebagai pegangan bagi peminat yang berotak
lebih cerdas,itu kalau ada orang yang demikian.
di bawah ini ada serangkaian teka-teki. Barang
siapa berhasil mengetahui makna yang terkandung
di dalamnya, dia akan bisa menemukan hartaku!

Where the wild dog lives, the bottle and stopper
shows the way to the billabong.

Above the apples and pears all alone
the Lady from Bristol rides from a friend.

At the tenth ball of twine, you and me
see our handsome mug ahead.

One man's victim is another's darlin',
follow the nose to the place.

Where men buy their trouble and strife,
get out if you can.

In the posh Queen's old Ned, be bright
and natural and the prize is yours.

Siapa mengira ada begitu banyak uang pada diri
Pak Tua itu? Lemparkan dadu, dan harta itu
menjadi milikmu!
Pelaksana yang mengawasi ditaatinya ketentu
an-ketentuan wasiatku ini adalah: John Dillon,
yang suka padaku; kantor pengacara 'Sink and
Waters', yang menyukai uang, dan Alfred Hit
chcock, yang menyukai kasus-kasus yang misterius!"

Jupiter mengakhiri bacaannya dengan bergaya.
Maklumlah, semasa kecilnya dulu ia pemah men

jadi aktor TV. ia memandang kedua temannya
dengan wajah berseri-seri.
"Wow!" kata Pete setelah beberapa saat. "Teka-
teki yang diwariskan seseorang yang sudah me-
ninggal dunia! Tapi aslikah wasiat itu, Jupe? Atau
mungkin cuma lelucon edan saja?"
kurasa kalau aslinya sih asli," kata Jupe.
"Maksudku, jika kau berhasil menguraikan makna
segala teka-teki itu, menurut perasaanku kau pasti
akan menemukan harta peninggalan Mr. Towne.
Tapi aku tidak tahu apakah wasiat itu sah menurut
hukum-jika orang yang berhasil menemukan
hartanya diperbolehkan memiliki harta itu. Tapi
katakanlah wasiat itu sah, kurasa keluarga almar-
hum pasti akan mengadu ke pengadilan dan
menyatakan laki-laki tua itu sudah tidak waras lagi
pikirannya, sehingga wasiatnya tidak sah. Tapi
walau begitu," sambungnya dengan sinar mata
berkilat-kilat, "ingin tahu juga aku apa sebenarnya
yang disembunyikan olehnya, dan di mana ia
menyembunyikannya."
Jupiter memang paling tidak bisa menahan diri
jika kecerdasan otaknya ditantang, jika ada teka-
teki dalam bentuk apa pun juga.
"Barangkali Mr. Hitchcock tahu sah tidaknya
wasiat itu?" kata Bob.
"ltu pikiran yang bagus sekali," kata Jupiter,
sambil meraih pesawat telepon. Diputarnya nomor
pesawat Mr. Hitchcock. Sutradara terkenal itu
ternyata masih di kantornya.

Jupiter menjelaskan mengapa ia menelepon.
"Persetan!" Suara tokoh perfilman itu meng-
guntur keluar dari alat pengeras suara yang
dihubungkan oleh Jupiter ke pesawat telepon,
sehingga semua yang ada dalam kantor mereka
dapat mengikuti percakapan. "Mestikah aku ini
dirongrong oleh setiap orang? Bandit tua sinting itu
tidak berhak melibatkan namaku! Aku kenal dia
juga cuma begitu saja, sepintas lalu! Tidak lebih
dari itu!"
"Ya, Sir," kata Jupiter menyela dengan gugup,
"tapi sahkah itu? Maksud saya, surat wasiatnya.
Jika kami berhasil menemukan barang yang
disembunyikannya?"
"ia pernah menjadi konsultanku pada satu film
yang kubuat! Satu!" Terdengar suara Mr. Hitch-
cock meneruskan gerutuannya. Setelah berhen-
ti sebentar, ia berkata lagi, "Sah, katamu? Ya,
persetan, wasiat itu sah-dan juga sinting! Di
pengadilan nanti pasti akan dinyatakan batal.
Buang-buanglah waktumu jika itu kauingini,
Jupiter Jones, tapi jangan kausia-siakan waktuku!"
Jupiter mengernyitkan muka, karena sutradara
kenamaan itu membanting gagang pesawat
teleponnya untuk memutuskan pembicaraan.
"Yah," kata Pete, "sudahlah-"
"Ternyata cuma seorang tua yang sinting," kata
Bob. "Jadi harta itu akhirnya akan jatuh juga ke
tangan keluarganya."

"He, kalian lupa ya," kata Jupiter bersemangat.
"Meski nanti mungkin saja pengadilan memutus-
kan bahwa harta warisan itu milik keluarga
almarhum, tapi tidak seorang pun tahu harta itu
disembunyikan di mana! Rangkaian teka-teki itu
tetap saja masih harus dicari maknanya!"
Telepon yang tiba-tiba berdering menyebabkan
ketiga remaja itu terlompat karena kaget. Jupiter
cepat-cepat menyambarnya. Sekali lagi terdengar
suara Mr. Hitchcock menggerutu lewat alat
pengeras suara.
"Mungkin memang ada kasus yang bisa kalian
tangani," kata sutradara itu sambil mengomel.
"Aku baru saja diberi tahu bahwa keluarga pak tua
itu memang merasa gelisah. Wasiat itu sudah pasti
akan dinyatakan batal, tapi untuk sampai pada
keputusan itu akan banyak waktu berlalu. Hal itu
menyebabkan keluarga almarhum merasa priha-
tin. Aku tidak menyarankan agar meminta bantuan
pada kalian."
"Prihatin, Sir?" kata Jupiter dengan heran.
"Prihatin tentang-"
"Sudah, jangan tanya-tanya lagi! Mungkin
keluarga Towne akan menghubungi kalian, tapi
mungkin juga tidak. Sekarang aku tidak mau
berurusan lagi dengan omong kosong ini!"
Sekali lagi sutradara yang sedang marah-marah
itu memutuskan hubungan. Tapi sekali ini ketiga
remaja itu berpandang-pandangan sambil nyengir.
Ada kasus baru! Mereka bersepakat akan bertemu

lagi di kantor mereka keesokan harinya, sebelum
pergi ke sekolah.
Malam itu Jupiter akan tidur di situ, di dekat
pesawat telepon!

Bab 2
Dl TEMPAT TINGGAL
ANJING LIAR
PAGI sekali keesokan harinya Pete buru-bur
sarapan. Setelah itu ia mengambil sepedanya, lal
pergi ke The Jones Salvage Yard. Jupiter tida
menelepon, jadi ia belum tahu apakah keluarg
Towne menghubungi mereka atau tidak.
Ketika Pete sudah hampir sampai di Gerban
Hijau Satu, dilihatnya Bob sedang merunduk deka
pagan
"Kau ditelepon Jupe?" seru Pete menyapa.
"Tidak," balas Bob dengan suara berbisik, "dan
di dalam ada orang menyelinap-nyelinap, dekat
kantor kita!"
Pete berjongkok di samping sahabatnya yang
bertubuh lebih kecil itu, lalu mengintip ke dalam
lewat lubang rahasia yang terdapat di pagar depan.
ia melihat seseorang berkeliaran di tengah
tumpukan barang-barang bekas yang menutupi
karavan, di belakang tempat yang oleh Jupiter
dijadikan bengkel kerja. Baik Pete maupun Bob
tidak bisa melihat orang yang berkeliaran itu
dengan jelas, karena terlindung di balik bayangan
yang masih panjang. Tapi mereka masih bisa
melihat bahwa orang itu seakan-akan menyingkir-

kan berbagai barang bekas yang menghalangi
pandangan ke dalam!
"Jupe ada di dalam sana?" bisik Pete. "Kita beri
tanda saja padanya-"
'He, itu-lihatlah!"
Bob menuding ke arah lubang masuk ke Lorong
dua, yang terdapat di bawah bangku kerja Jupiter.
Muka Jupe yang bulat dan pucat nampak samar di
balik kisi-kisi terali.
"Rupanya ia mendengar orang itu," bisik Bob
lagi.
Jupiter mendengar bisikan itu. ia menempelkan
telunjuk ke bibirnya, sambil memutar bola matanya
ke atas. Setelah itu ia menggerakkan tangannya,
memberi isyarat ke arah belakang pekarangan The
Jones Salvage Yard.
"ia menyuruh kita mengitar, pergi ke belakang,"
kata Bob dengan suara lirih. "Kita harus
mengepung orang tak dikenal itu dari arah sana,
sehingga terjebak di dalam bengkel dan tidak bisa
melarikan diri!"
Kedua remaja itu lari dengan langkah ringan ke
arah belakang kompleks itu, menuju sebuah jalan
masuk lain yang tersembunyi pada pagar di
sebelah sana. Keduanya menyusup masuk dengan
cepat, lalu bergerak maju sambil merunduk-
runduk melewati tumpukan barang rombengan.
Ketika sudah sampai di dekat karavan, mereka
berhenti. Keduanya bersembunyi di belakang
tumpukan mesin cuci yang sudah tua, lalu
mengintip ke arah depan. Sosok di balik bayangan

itu masih ada di sana. Orang itu kelihatannya
sedang mencari-cari jalan menembus tumpukan
barang bekas yang mengelilingi karavan. Tiba-tiba
Pete muncul dari balik persembunyiannya.
"Jangan lari!" seru remaja bertubuh jangkung
itu.
Orang yang ada di depannya berpaling dengan
cepat. Tapi malang baginya, ia terpeleset karena
menginjak sesuatu yang tidak kokoh letaknya, lalu
jatuh. Dengan segera ia bangkit lagi. Ternyata ia
seorang anak laki-laki-yang masih kecil!
"Tangkap dia!" seru Bob.
Ketiga anggota Trio Detektif maju untuk
menyergap. Sambil menjerit ketakutan, anak kecil
itu membalikkan tubuh lalu lari-langsung menuju
bengkel kerja Jupiter. Sambil lari ia menoleh ke
belakang, ke arah Bob dan Pete. ia sama sekali
tidak melihat Jupe, yang muncul dari dalam pipa
besar yang ada di depannya. Jupiter lari
menyongsong anak itu, lalu menangkapnya. Anak
kecil itu meronta-ronta, berusaha membebaskan
diri.
"Lepaskan aku! Lepaskan aku!"
Umur anak itu tidak lebih dari delapan tahun. ia
berbadan kurus tapi liat, dengan rambut hitam
yang acak-acakan, serta sepasang mata besar
berwarna coklat tua. Ia memakai celana blue jeans,
baju kaus hitam, dan sepatu bersol karet yang juga
hitam wamanya.
"Kenapa kau mengintip-intip di sini?" tanya
Jupiter dengan galak.

Tiba-tiba anak laki-laki itu berhenti membe-
rontak. Pete dan Bob datang menghampiri dengan
berlari-lari. Anak kecil itu memandang ketiga
sahabat itu dengan mata terpentang lebar.
"Kalian ini Trio Detektif, kan? Wah, aku tadi
ketakutan sekali, karena kalian dengan tiba-tiba
saja muncul lalu menyergap!"
"Untuk apa kau tadi mencari-cari di tengah
tumpukan barang bekas itu?" tanya Jupiter sambil
mengerutkan alis.
"Aku tahu, kalian punya kantor yang letaknya
tersembunyi di tengah tempat ini," kata anak kecil
itu sambil nyengir bangga. "Aku tahu segala-
galanya tentang kalian. Aku tinggal di Rocky Beach,
dan aku inijuga detektif." Setelah itu ia menunduk,
mengais-ngais tanah dengan ujung sepatunya.
"Maksudku, aku juga ingin menjadi detektif. Saat
ini aku sedang berlatih."
"Maksudmu, kau ini sedang mencari kami?"
tanya Bob.
Anak itu mengangguk dengan bersemangat.
"Aku ingin menyewa tenaga kalian. Maksudku,
ibuku memang bermaksud begitu jadi aku lantas
datang-"
Tiba-tiba terdengar' suara seorang wanita
memanggil-manggil dengan nada marah dari
seberang tempat itu.
"Billy Towne! Ayo cepat pulang! Kan sudah
kukatakan, jangan kemari!"
Seorang wanita yang masih muda bergaun biru
cerah muncul di tengah-tengah tumpukan barang

bekas. Rambutnya panjang berwarna hitam.
Matanya yang coklat berkilat, saat itu memancar-
kan keprihatinan. ia bergegas mendatangi anak
laki-laki yang sedang berhadapan dengan Trio
Detektif. Seorang pria muda yang wama kulitnya
coklat kemerahan karena sinar matahari mengi-
ringi wanita itu. Rambutnya yang coklat dibiarkan
tumbuh agak panjang. Tapi ia mengenakan-
setelan jas biru berpotongan biasa. Kening pria itu
berkerut.
"Towne?" Mata Jupiter menatap dengan berse-
mangat. "Mr. dan Mrs. Towne?"
"Namaku Nelly Towne," kata wanita muda itu.
"Suamiku sudah meninggal dunia. lni Mr. Roger
Callow, tunanganku dan juga pengacara hukum
yang menangani urusan keluarga. Billy harus
pulang sekarang ini juga. ia tadi pergi tanpa
sarapan dulu."
"Kalian bukan kemari karena memerlukan
bantuan kami?" tanya Pete. ia merasa kecewa.
"Tentu saja kami memerlukan kalian!" seru Billy,
anak kecil itu. "Untuk mencari harta warisan
Kakek!"
Roger Callow tertawa.
"Jangan terburu-buru, Billy," katanya. "Belum
tentu kita ini ingin menyewa tenaga siapa pun juga,
meski mereka disarankan oleh Mr. Hitchcock.
Wasiat itu cuma lelucon saja, Anak-anak," katanya
pada Trio Detektif dengan nada menjelaskan.
"Kami pasti akan berhasil memohonkan pemba-
talan kesahannya di pengadilan nanti. Berdasarkan

undang-undang yang berlaku di California sini,
harta peninggalan Dingo akan diserahkan pada
Billy-tentunya-kecuali jika berhasil ditemukan
surat wasiat asli yang mewariskan harta itu pada
Nelly dan Billy."
"Menemukannya, Sir?" kata Jupiter. "Maksud
Anda, surat wasiat yang terdahulu itu tidak ada di
kantor perusahaan Anda?"
"Mulanya memang ada di sana," kata Roger
Callow mengaku, "tapi kemudian hilang. Mungkin
kami nanti akan menemukannya terselip di salah
satu tempat, di rumah Dingo."
"Tapi sampai sekarang kita belum menemukan-
nya!" kata Billy. "Dan kita tidak tahu, di mana harta
warisan itu! Anda bahkan berkata, bisa saja ada
orang lain yang berhasil lebih dulu menemukan,
lalu melarikan semuanya!"
"ltu memang benar, Roger," kata Mrs. Towne
menambahkan. "Memang gampang saja mencuri-
nya, dan kita takkan pernah bisa memperolehnya
kembali."
"Kenapa Anda katakan gampang dicuri?" tanya
Jupiter.
Mrs. Towne dan Roger Callow berpandang-
pandangan sebentar. Akhirnya pengacara hukum
itu mendesah.
"Almarhum Dingo itu manusia aneh," katanya.
"ia memiliki rumah yang nyaman, tapi disuruhnya
Nelly dan Billy tinggal di situ, sementara dia sendiri
tinggal di sebuah rumah tua yang sudah bobrok
yang ada di tanah itu juga. ia berpakaian lusuh dan

tidak pernah kelihatan mengeluarkan uang untuk
membeli apa-apa. Tapi kami tahu, orang tua itu
memiliki harta. ia tidak mau menanamkan
uangnya sebagai modal. Disimpan terus dalam
bank, serta dalam bentuk uang kontan. Itu sangka
kami. Tapi setelah ia meninggal dunia, hari Minggu
yang lalu, ketika kami memeriksa rumah tempat
tinggalnya, kami tidak menemukan apa-apa!
Bahkan buku tabungan bank pun tidak ada di situ.
Lalu kemarin kami berhasil mengetahui bahwa
seluruh hartanya 'ternyata sudah ditukarkannya
dengan koleksi batu mulia. Batu baiduri, batu safir,
batu delima, jamrud-dengan nilai sejuta dolar!"
"Itu karena batu mulia bernilai setinggi itu kalau
disimpan tidak banyak memerlukan tempat," kata
Jupiter menyadari. "Gampang disembunyikan-
tapi juga bisa dengan mudah dicuri orang!"
Roger Callow mengangguk dengan wajah
serius.
"Jika kami tidak berhasil lebih dulu menemukan
kumpulan permata itu, ada kemungkinan harta itu
akan lenyap untuk selama-lamanya! Apalagi jika
jatuh ke tangan Percival bersaudara. Mereka takkan
peduli bahwa harta itu sebenarnya milik Nelly dan
Billy!"
"Percival bersaudara? Siapakah mereka?" tanya
Bob.
"Keponakan Dingo, yang berasal dari London.
Mereka anak kakak perempuannya yang sudah
lama meninggal dunia. Dingo dari dulu sudah tidak
menyukai kedua keponakannya itu, dan sudah

bertahun-tahun tidak pernah melihat mereka lagi.
tapi mereka tahu-tahu muncul di Rocky Beach
sini, dua hari setelah Dingo meninggal dunia.
Mereka mengincar harta peninggalannya."
Jupiter berpikir sebentar. .
Apa sebabnya Dingo menulis surat wasiat yang
begitu aneh, Mrs. Towne?" tanyanya kemudian.
Karena Dingo sudah pikun, lagi pula sinting!"
tukas Roger Callow.
"Sebabnya karena ia tidak suka pada sanak
keluarganya," kata Mrs. Towne menjawab dengan
sedih, "dan itu termasuk aku dan Billy! Kurasa
dengan membuat wasiat seperti itu, ia beranggap-
an bisa membuat lelucon-dengan kami sebagai
korbannya!"
"Lelucon macam apa itu!" tukas Pete.
"Membuat surat wasiat dalam bentuk teka-teki
memang merupakan lelucon," kata Jupiter, "tapi
aku yakin, jawabannya pasti menunjukkan di mana
kumpulan permata itu disembunyikan. Bagaima-
na-kalian sependapat atau tidak?"
"Entahlah," kata Roger Callow. "Tapi saat ini
tidak ada lainnya yang bisa kami jadikan pegangan.
Kami hanya tahu bahwa batu-batu permata itu
tidak ada di rumah yang dulu didiami Dingo. Dan
perbuatan menyembunyikan hartanya itu sesuai
sekali dengan wataknya."
"Kalau begitu mengapa tidak Anda suruh saja
kami mencarikannya untuk Anda?" kata Jupiter
menawarkan jasa. "Kami ini penyelidik berpeng-
alaman, dan-"

"Maaf saja, Anak-anak," kata Mrs. Towne
menyela, "tapi mungkin biro detektif yang
sebenarnya akan lebih-"
"Tapi mereka ini benar-benar detektif, Bu," seru
Billy memotong kata-kata ibunya. "Tunjukkan
kartu nama perusahaan kalian, Jupiter!"
Dengan cepat Jupiter mengeluarkan kartu bisnis
Trio Detektif dari kantungnya, lalu menyodorkan-
nya pada wanita itu. Pada kartu nama itu tertera:

TRIO DETEKTIF
"Kami Menyelidiki Apa Saja"
???

Penyelidik Satu ...Jupiter Jones
Penyelidik Dua ...Peter Crenshaw
Catatan dan Riset ...Bob Andrews

"Yah, bagus sekali, Anak-anak, tapi-"
"Tunjukkan kartu kita yang dari Chief Reynolds,
Jupe," desak Pete.
Jupiter mengeluarkan sepucuk kartu lain dari
kantungnya. Di situ tertera:
Dengan ini diterangkan bahwa pemilik
kartu ini adalah seorang Sukarelawan
Remaja Asisten Pembantu Polisi yang
bekerja sama dengan pihak kepolisian
Rocky Beach. Harap padanya diberikan
bantuan sejauh yang diperlukan.
(Ttd.) Samuel Reynolds
Kepala Polisi

Mrs. Towne tersenyum ketika selesai membaca.
"Wah, kalau begitu aku harus minta maaf pada
kalian, Anak-anak," katanya. "Kalian temyata
memang detektif."
"Dan mungkln justru kalian inilah yang kami
perlukan," kata Roger Callow menimpali. "Menurut
cerita Billy pada kami, kalian bertiga selama ini
berhasil menyelesaikan sejumlah kasus yang
sangat aneh dan rumit. Aku takkan heran, apabila
kalian nanti ternyata bisa lebih cepat memecahkan
rangkaian teka-teki itu dibandingkan dengan orang
dewasa mana pun juga. Kuakui terus terang, aku
bingung menghadapi teka-teki itu! Hah, bagaima-
na pendapatmu, Nelly? Kita sewa tenaga Trio
Detektif ini?” ,
"Bolehlah," jawab Mrs. Towne.
"Hore!" seru Billy. "Dan aku tentu juga boleh ikut
membantu, ya Bu?"
"Tidak boleh! (Jmurmu baru tujuh tahun, Billy
Towne! Masih terlalu kecil untuk berkeliaran ke
mana-mana."
"Alaa, Bu," gumam anak laki-laki itu sambil
merengut, "Aku kan sudah hampir delapan
tahun-"
"Kalian segera mulai saja, Anak-anak," kata
Roger Callow. "Dalam urusan ini penting sekali
bertindak dengan cepat-dan dengan diam-
diam."
"Wah," ujar Pete dengan wajah murung,
"sayangnya, kami harus sekolah."

"Dan saya rasa, tidak ada gunanya bertindak
secara diam-diam," kata Bob menambahkan.
"Maksud saya, surat wasiat peninggalan Dingo
akan dimuat dalam surat kabar hari ini."
"Aduh," keluh Mr. Callow, "dengan begitu
semua pemburu harta karun di negeri ini akan
beraksi, ikut mencari harta itu! Kalian harus
buru-buru!"
"Kecepatan itu relatif, tergantung dari bagaima-
na cara kita melihatnya," kata Jupiter Jones.
Remaja ini memiliki kemampuan untuk menam-
pilkan kesan sudah lebih dewasa serta berpan-
dangan bijak. Dengan nada suara yang berwibawa,
ia berhasil menenangkan Roger Callow, pengacara
hukum keluarga Towne. "Rangkaian teka-teki yang
menyerupai sajak itu memerlukan pemikiran
secara matang untuk mengetahui maknanya yang
tersembunyi. Tidak ada gunanya buru-buru,
karena pasti takkan berhasil dengan cara begitu.
Saya sudah sempat mempelajari surat wasiat itu,
dan karenanya berkeyakinan bahwa masing-
masing pasangan teka-teki itu harus diuraikan
tahap demi tahap. Nanti di sekolah saya akan
meneliti semuanya sekali lagi. Dan siang ini kita
bertemu lagi di tempat yang ditunjukkan oleh
rangkaian pertama teka-teki itu. Di situlah kita
harus mulai mencari."
"Lalu di manakah tempat itu, Anak muda?"
tanya Roger Callow.
"Yah," kata Jupiter dengan nada bangga, "di
tempat tinggal anjing liar, tentu saja!" Dikeluarkan-

nya salinan surat wasiat Dingo dari kantungnya.
lalu membacakan bait pertama:

"Where the wild dog lives, the bottle and
stopper shows the way to the billabong."

Sambil nyengir, diulanginya membaca bait
pertama itu sekali lagi.

"Di tempat tinggal anjing liar, botol dan
sumbat menunjukkan jalan ke billabong."

"Saya menebak bahwa kalimat pertama ada
hubungannya dengan Dingo. Dingo adalah sejenis
anjing liar yang hidup di Australia," kata Jupiter
dengan bangga, karena bisa memamerkan
pengetahuan umumnya yang memang sangat
luas. "Sedang kata billabong pada kalimat kedua,
adalah kali atau palung air, juga di Australia. Jadi
kita nanti bertemu lagi di rumah yang dulu
ditempati Dingo, lalu di sana mencari sebuah botol
bersumbat yang menunjuk ke salah satu tempat
air!"

Bab 3
LAWAN -LAWAN BARU-DAN
MUSUH LAMA!

BEGITU sekolah bubar hari itu, Jupiter besert
kedua sahabatnya bergegas ke rumah yan
selama ini ditinggali Dingo Towne. Tanah di man
rumah itu terdapat masih terletak dalam bata
kawasan kota Rocky Beach, bersebelahan denga
Kebun Raya dan sebuah taman yang luas.
Sementara ketiga remaja itu mengayuh sepeda
mereka mendaki bukit yang letaknya masih satu
blok dari rumah Dingo, Jupiter berkata,
"Ingat, Teman-teman, mulai sekarang kita harus
bekerja dengan seksama dan diam-diam. Mengha-
dapi kasus yang rawan seperti ini, kita jangan
sampai menarik perhatian orang!"
"Per-perhatian katamu, Jupe?" kata Pete terga--
gap. "Coba lihat ke sana!"
Mereka sudah sampai di puncak bukit. Di bawah,
di sebelah kiri jalan terbentang tanah milik Dingo
yang luas, dikelilingi pagar kayu yang sudah lapuk.
Di mana-mana berserakan barang-barang bekas,
papan-papan dan balok-balok kayu yang sudah
tua, serta tumpukan botol kosong. Pada satu sisi
tanah pekarangan itu nampak sebuah rumah
mungil bercat putih. Sedang di tengah-tengah ada

sebuah rumah tua yang sudah reyot. Tapi ketiga
remaja yang memandang dari atas bukit, sama
sekali tidak menatap rumah tua itu!
Mereka menatap kerumunan orang banyak yang
berkeliaran bagaikan semut di pekarangan rumah
yang hendak mereka datangi saat itu! Mulai dari
anak kecil sampai wanita yang sudah berumur,
segala jenis manusia mondar-mandir tak menentu
di sana, menginjak-injak semak belukar, menggali
lubang, menarik-narik di tengah tumpukan botol
dan sampah. Di sana-sini terjadi perkelahian.
orang-orang saling berteriak mengumpat-umpat.
Pokoknya, suasana siang di tanah pekarangan itu
ribut sekali.
"ini punyaku!"... "Aku yang menemukannya!"...
Lepaskan botolku!"
Nampak Chief Reynolds beserta anak buahnya
sibuk bekerja, berusaha mengendalikan kerumun-
an yang kacau-balau itu. Jupiter, Bob, dan Pete
mengayuh sepeda mereka menuruni bukit, melalui
orang-orang yang sedang ribut dan menuju ke
rumah mungil di sisi pekarangan, di mana Mrs.
Towne, Billy, dan Roger Callow menonton
keramaian itu dengan wajah kecut.
"Punah semua petunjuk yang mungkin ada di
situ," keluh Billy.
"Di mana-mana berserakan botol kosong," kata
Jupiter mengomentari dengan tenang. "Kenapa
ada begitu banyak."
"Karena almarhum Dingo dulu gemar me-
ngumpulkan botol," kata Roger Callow dengan

sengit. "Beratus-ratus, bahkan beribu-ribu! Seka
rang kita takkan bisa lagi menemukan botol yang
dimaksudkan!"
Chief Reynolds datang menghampiri sambil
menyeka keningnya yang basah berkeringat. ia
diikuti seorang pria bertubuh gemuk, serta seorang
wanita bertubuh kurus. Kedua orang itu berbicara
dengan logat Inggris.
"Suruh semua orang itu pergi, Officer!" kata
wanita yang bertubuh kurus.
"Memasuki pekarangan orang tanpa izin!" Pria
gendut itu marah-marah. "Tangkap mereka
semua!"
Chief Reynolds menggeleng dengan lesu.
"Berdasarkan wasiat almarhum paman Anda
mereka diperbolehkan masuk kemari, Mr. Percival
Untuk membubarkan orang begini banyak, kita
memerlukan satu pasukan tentara. Yang bisa kami
lakukan, cuma melindungi keamanan rumah-
rumah ini."
"Mendiang paman kami itu sudah gila," kata
wanita yang kurus. "Kamilah pemilik tempat ini."
"Tidak! Bukan kalian, Winnifred Percival,"
bantah Mrs. Towne.
Wanita kurus itu temyata sepupu almarhum
suami Mrs. Towne. Wajahnya memerah karena
merasa tersinggung.
"Kau malah sedikit pun tidak punya hubungan
darah dengan dia, Nelly Towne," katanya. "Ini pasti
suatu siasat untuk menipu kami! Dari semula aku
sudah merasa bahwa kami seharusnya datang

lebih cepat dari Inggris, untuk merawat Paman
Marcus."
"Kau bahkan tidak diizinkannya tinggal bersama
dia di rumahnya!" kata Mr. Percival, saudara
laki-laki Winnifred Percival. "Kau dan anakmu
disuruhnya tinggal di rumah kecil ini!"
Roger Callow mencampuri pertengkaran itu.
"Dan kau-selama sepuluh tahun terakhir ia
tidak mau lagi bicara denganmu, Cecil! Kau pun
tidak diizinkannya memasuki rumahnya! Kini biar
pengadilan yang memutuskan, siapa yang akan
memiliki apa. Tapi rumah kecil ini milik Mrs.
Towne, karena dihadiahkan padanya oleh Mar-
cus-Dingo-sekian tahun yang lalu. Kalian
berdua masuk kemari tanpa izin."
Kalau begitu ia menguasai rumah ini secara
licik!" teriak Cecil Percival.
"Selicik caranya berusaha menguasai harta
peninggalan Paman! Dia dan Anda, Mr. Pengacara
Callow!" Winnifred Percival sangat marah. "Tapi
kami tahu, pasti ada surat wasiat asli yang
menyatakan bahwa kamilah ahli warisnya yang
sah."
"Surat wasiat asli menyebut Billy dan Nelly," kata
Roger Callow.
Cecil Percival mencibir.
"Itu kata Anda," tukasnya, "tapi kebetulan sekali
surat wasiat itu lenyap, ya? Gampang saja
mengatakan begitu. Wasiat edan ini mungkin hasil
pemalsuan Anda, tapi kami pasti akan berhasil
menyatakannya batal."

akan mewarisi segala-galanya," balas Callow
sambil tersenyum. "Dia satu-satunya keturunan
langsung almarhum Dingo."
"Tapi kami juga kerabatnya!" seru Winnifred.
"Kami juga berhak menerima bagian!"
"Itu tidak benar, menurut hukum yang berlaku di
California," jawab Callow. "Anda sedikit pun tidak
memiliki hak untuk menuntut harta warisan paman
Anda, jika ada keturunannya yang langsung."
Kedua Percival bersaudara menatap Billy Towne
dengan mata melotot. Anak kecil itu tidak mau
kalah, ia membalas tatapan itu dengan membela-
lakkan mata.
"Kita lihat saja nanti," tukas Cecil dengan sengit.
"Harap kalian pergi dari rumahku ini, dengan
segera," kata Mrs. Towne. Wajahnya nampak
pucat.
Air muka kedua Percival bersaudara berubah,
menjadi merah padam.
"Kami pasti berhasil memperoleh harta milik
kami itu, mengerti?" kata Winnifred. "Kami tahu
apa yang merupakan milik kami!"
Setelah itu ia dan saudaranya pergi dari situ
dengan sikap kaku. Chief Reynolds hanya
mengangkat bahu, lalu pergi untuk melerai
perkelahian yang terjadi antara beberapa pencari
harta di dekat situ.
"Wow," kata Pete mengomentari, "kedua
Percival itu kelihatannya jahat."

Mereka memang jahat," kata Roger Callow.
orang-orang sok yang menyebalkan! Mengang-
gap diri mereka terlalu tinggi untuk bergaul dengan
Dingo--tapi sekarang baru mengaku-ngaku sau-
dara! Mereka takkan berhasil memperoleh apa pun
juga. Tapi sebaiknya kita mulai saja mencari botol
dan sumbat yang merupakan petunjuk menurut
teka-teki yang pertama. Anak-anak, kalian-"
"Sebaiknya kita masuk saja ke dalam, Sir," kata
Jupiter memotong. Dan tanpa menunggu jawaban
lagi, remaja bertubuh gempal itu langsung masuk
ke dalam rumah yang ditinggali Billy beserta
Ibunya. Di ruang duduk yang rapi dengan
jendela-jendela terbuka untuk memasukkan udara
segar, ia memandang berkeliling.
"Kalian sudah memeriksa kedua rumah, untuk
mencari botol yang bisa merupakan petunjuk ke
semacam tempat air?" katanya dengan nada
bertanya.
"Sudah," jawab Billy, "tapi kami tidak menemu-
kan botol yang begitu."
"Memang tidak mungkin," kata Jupiter, "karena
menurutku, botol itu memang tidak ada."
Dikeluarkannya salinan surat wasiat yang
dikantunginya.
"Dingo menyuruh kita mulai mencari di sini, di
alah satu tempat di sini," kata Jupiter, "tapi hal itu
tidak dengan jelas-jelas dinyatakannya begitu. ia
mengatakan, 'di tempat tinggal anjing liar'. ltu
seperti puisi-kata-katanya tidak secara tegas

berarti sesuatu, melainkan melukiskan, mem
bayangkannya. Semacam bahasa sandi!"
"Kalau begitu," kata Bob dengan lambat
"maksudmu kata-kata bottle and stopper tidak
benar-benar berarti 'botol dan sumbat', melainkan
mungkin sesuatu yang kelihatannya seperti itu?"
"Persis, itulah maksudku!" kata Jupiter. "Sesua
tu yang kelihatannya seperti botol, dan menunjuk
ke suatu tempat yang ada airnya."
"Menurutku, di sini tidak ada apa-apa yang
kelihatannya seperti botol," kata Mrs. Towne.
"Tapi kalau air, itu ada!" seru Billy. "Kolam bebek
di sebelah, di Kebun Raya!"
"Lalu petunjuk berikut berbunyi, above the
apples and pears all alone," kata Bob lagi, lalu
mengulangi lambat-lambat, " 'di atas apel dan pir
sendirian saja”. Dekat telaga itu, barangkali ada
semacam kebun buah-buahan?"
"Kurasa kalian berhasil menemukan jawaban-
nya!" seru Roger Callow bersemangat.
"Yah-" kata Jupiter. Tapi tiba-tiba terdengar
suara terkekeh. Datangnya dari arah luar, di balik
jendela kamar. Orang yang tertawa mengejek itu
berkata, "Terima kasih atas bantuan itu, Dogol!"
Pete meloncat ke jendela, sementara di luar
terdengar bunyi langkah orang lari menjauh.
"Skinny Morris!" seru Pete dengan sengit.
Seorang remaja bertubuh kurus jangkung
kelihatan berlari, menuju Kebun Raya. ia memang
Skinny Norris, atau lengkapnya E. Skinner
Norris--seorang anak manja dan jail, yang sudah

sering mengganggu kegiatan Trio Detektif. Walau
umurnya tidak jauh lebih tua daripada ketiga
remaja itu, tapi ia sudah punya SIM. Hal itu
dimungkinkan karena keluarga Norris memiliki
dua tempat tinggal. Selama setengah tahun
mereka tinggal di kawasan California, sedang
setengah tahun selebihnya di negara bagian lain.
dan di negara bagian itu peraturan menetapkan
batas umur yang lebih rendah untuk dapat
memiliki SIM. Skinny juga memiliki mobil sendiri,
sebuah kendaraan model sport berwarna merah
menyolok. Anak itu paling tidak senang jika ada
yang lebih pintar daripada dia. Karena itulah ia
membenci Trio Detektif, dan terutama Jupiter!
"ia menguping pembicaraan kita," keluh Pete.
"Semestinya kita sudah menduga bahwa Skinny"
"Sudahlah," kata Jupiter memotong, "ia takkan
bisa berbuat banyak dengan apa yang didengarnya
tadi. Kata billabong bisa saja memang berarti
kolam bebek itu, tapi apples and pears tidak
mungkin berarti pepohonan. Penafsiran itu terlalu
gampang! Tidak, mestinya kedua kata itu lain
maknanya, Teman-teman. Coba cari kemungkin-
an yang lain."
Jupiter memandang yang lain-lainnya. Tapi tak
seorang pun mengajukan usul.
"Mungkin jika kita tahu lebih banyak tentang
Dingo," kata Jupiter lagi sambil mengerutkan
kening, "kita akan tahu bagaimana seharusnya
menafsirkan teka-tekinya."

"Yah," kata Roger Callow menanggapi, "ia
dilahirkan di Australia, sekitar tahun 1895. Ayahnya
bekas narapidana. Mungkin kalian juga tahu
semasa itu orang hukuman dari Inggris banyak
yang dibuang ke Australia, yang waktu itu masih
merupakan tanah jajahan negara tersebut. Semasa
mudanya Dingo berwatak liar. Beberapa waktu
lamanya ia menjadi penyamun di sana. Kemudian
kaya mendadak sebagai penambang batu baiduri.
Tapi masa silamnya merongrong. ia terpaksa
melarikan diri, karena diburu polisi setempat.
Dingo minggat ke Kanada. Di sana-setelah
berhasil menumpuk kekayaan lagi-ia menikah
dalam usia yang bisa dibilang sudah tua. Dari
pernikahan itu ia mendapat seorang anak laki-laki.
Dia pindahnya ke mari dua puluh tahun yang lalu,
dan di sini hidup menyendiri seperti pertapa.
Anaknya tewas dalam kecelakaan mobil lima tahun
yang lewat, meninggalkan istri dan seorang anak
dalam keadaan tak berpunya. Bahkan tempat
tinggal saja pun tidak ada. Dingo lantas menyuruh
menantunya itu tinggal di rumah kecil ini bersama
cucunya, Billy ini. Tapi itu dilakukannya dengan
cara yang tidak bisa dibilang ramah. Dingo sangat
curiga pada siapa saja. Tidak seorang pun
diizinkannya memasuki rumahnya. Boleh dibilang
segala-galanya dia benci kecuali Australia, dan
mungkin juga Cockneys, seperti mendiang
ayahnya. Dingo memang kasar pembawaannya,
walau tidak bisa dibilang jahat"
"Dalam teka-tekinya ia memakai kata yang

berasal dari logat Australia, yaitu billabong, Sir,"
pinta Bob menyela. "Sedang nama julukannya juga
berasal dari sana, artinya 'anjing liar'. Mungkinkah
istilah 'apel dan pir' juga berasal dari Australia? Atau
barangkali dari Kanada?"
"Wah, tentang itu aku tidak tahu, Bob," kata
pengacara hukum itu sambil memandang Mrs.
Towne seolah-olah bertanya. Tapi wanita muda itu
menggeleng. Roger Callow mendesah, lalu me-
nyambung, "Kurasa sebaiknya kalian bertiga
pulang saja sekarang, karena sudah sore. Kalian
bisa berpikir lebih lanjut di rumah masing-masing."
Billy kelihatan terpukul sekali, karena ketiga
jagoannya gagal. Ketiga anggota Trio Detektif juga
tidak bisa dibilang senang. Sambil bersepeda
meninggalkan tempat itu, mereka melihat bahwa
sebagian besar dari orang banyak tadi juga pergi
tanpa mencapai hasil apa pun juga. Ketiga remaja
penyelidik itu bersepeda sambil membisu. Ketika
sudah hampir sampai di tempat kediaman Jupiter,
akhirnya Pete membuka mulut.
"He, Jupe! Apa artinya Cockneys? Mr. Callow
tadi mengatakan bahwa Dingo menyukainya,
karena mendiang ayahnya juga Cockney. Apakah
itu berarti orang lnggris juga, tapi dari daerah
tertentu?"
"Ya, yang disebut begitu ialah orang dari
kawasan East End di London," jawab Jupiter tanpa
terlalu berminat. "Jadi orang dari bagian ujung
umur kota besar itu. Kabarnya, semua yang
dilahirkan dalam lingkungan di mana dentang

genta-genta gereja Saint Mary-le-Bow masih bisa
didengar, dianggap sebagai orang Cockney. Logat
mereka aneh kalau bicara. Mereka menyebut huruf
`h` tanpa berbunyi. Misalnya kata 'panas', hot.
bunyinya 'ot. Bunyi 'e' panjang, seperti pada kata
blame, menjadi bunyi 'ai'. Blime. Orang Australia
juga punya kebiasaan serupa."
"O ya?" kata Bob menanggapi. "He, Jupe,
jangan-jangan teka-teki itu ada sangkut pautnya
dengan logat orang Australia. Mungkin saja di
Australia, kata-kata yang merupakan petunjuk itu
lain bunyinya kalau diucapkan. Barangkali cara
mengucapkannya seperti-"
Tiba-tiba Jupiter meluruskan sikapnya. Gerak
annya begitu mengejut, sehingga sepedanya oleng
dan nyaris saja menubruk pagar pekarangan The
Jones Salvage Yard.
"Cockney!" katanya bersemangat.
"Barangkali-"
Saat itu Pete melihat sebuah mobil diparkir di
seberang jalan, dekat rumah kediaman Jupe, yang
tinggal bersama paman dan bibinya. Mobil itu
sudah tidak asing lagi bagi Trio Detektif.
"Jupe! Lagi-lagi Skinny!"
Kelihatannya tidak ada orang dalam mobil sport
merah itu. Tapi sewaktu Pete dan kedua
sahabatnya masih memandang ke arah situ,
mereka melihat ada kepala bergerak di dalamnya.
Skinny Morris memang bukan anak yang terlalu
sabar. Rupanya ia membuntuti Trio Detektif!

"cepat!" kata Jupiter, sambil mengeluarkan
kertas berisi teka-teki dari kantungnya. "Kita
pura-pura baru saja menemukan suatu hal yang
menarik, lalu kalian kusuruh pergi menyelidiki.
kayuh sepeda kalian cepat-cepat, biar Skinny
membuntuti kalian. Aku baru saja mendapat ide,
dan aku tidak ingin anak konyol itu melihat ke
mana aku pergi!"
Pancingan mereka ternyata mengena. Bob dan
Pee mendengar bunyi mobil Skinny dihidupkan,
sementara keduanya mengayuh sepeda masing
masing selaju mungkin lalu membelok pada suatu
sudut jalan. Skinny masih menunggu sebentar
sementara Jupiter mengayuh sepedanya dengan
santai menuju pintu depan rumahnya. Setelah itu ia
menjalankan mobilnya, menyusul Pete dan Bob.
Kedua remaja itu membiarkan Skinny membun
tuti, dari jalan yang satu masuk ke jalan berikutnya.
Mereka berlagak tergesa-gesa, dan tidak sadar
bahwa ada yang mengikuti dari belakang. Tapi
akhir cerita, mereka temyata pulang ke rumah
masing-masing!
Skinny tercengang, ketika Bob tahu-tahu
membelok dan masuk ke pekarangan rumahnya.
Kini tinggal Pete yang dibuntuti. Tapi anak
jangkung itu kemudian juga membelok ke
pekarangan rumahnya. Pete menoleh ke belakang.
ia tertawa keras-keras, ketika melihat wajah Skinny
yang nampak marah. Remaja yang umurnya agak
lebih tua daripada Pete itu menyadari bahwa ia
tertipu. Dikebutnya mobil sport merahnya men
jauhi tempat tinggal Pete, dengan meninggalkan
debu jalan yang mengepul.
Sehabis makan malam, Bob menelepon Jupiter
"ia tadi buru-buru makan, lalu pergi lagi," kata
Bibi Mathilda Jones. Atas pertanyaan Bob, ia
menjawab, "Tidak, Bob, ia tidak mengatakan
hendak ke mana."
Sampai waktu tidur, Jupiter masih belum
menelepon Bob maupun Pete.
Ke manakah Jupiter?

Bab 4
JUPITER MENEMUKAN
KUNCI TEKA-TEKI

KEESOKAN paginya Pete masih sabar menunggu
sampai setelah selesai sarapan. Ketika saat itu
jupiter masih saja belum menelepon, Penyelidik
dua Trio Detektif mengambil keputusan. ia
menelepon Bob.
"Aku juga belum ditelepon olehnya," kata Bob
menjawab.
Keduanya memutuskan untuk mampir sebentar
di tempat penimbunan barang bekas, dalam
perjalanan ke sekolah. Jupiter tidak ada di kantor
trio Detektif. Karena itu Bob dan Pete pergi ke
seberang jalan, ke rumah keluarga Jones.
Paman Titus ada di depan. ia sedang sibuk
mengutak-atik salah satu mobil pick-up-nya.
"Wah, sayang sekali, Anak-anak, tapi Jupiter tadi
pagi-pagi sekali sudah pergi. Ada urusan penting,
katanya. Sampai-sampai sarapan pun ia nyaris
tidak sempat!"
"Kalau begitu kita akan berjumpa dengan dia
dalam jam pelajaran pertama," kata Bob.
"Tapi itu kalau Jupe muncul," kata Pete dengan
nada suram, seakan-akan mendapat firasat buruk.

Mereka bergegas ke sekolah, dan masuk ke
ruang kelas mereka. Tapi Jupiter tidak ada di situ!
Bob dan Pete berpandang-pandangan dengan
perasaan cemas, sementara guru menyuruh kelas
tenang. Tiba-tiba Jupiter muncul. ia berlari-lari
masuk ke kelas, dengan napas terengah-engah.
Tapi saat ia memandang ke arah Bob dan Pete.
keduanya melihat bahwa sahabat mereka itu
tertawa lebar.
Saat istirahat makan siang, barulah ketiga
anggota Trio Detektif itu sempat bercakap
cakap-tapi itu juga hanya sebentar saja, karena
Jupiter harus menghadiri rapat Klub Sains yang
dilangsungkan saat itu. Dan ia harus menghadiri
nya, karena ialah ketua perkumpulan itu. Dengan
terburu-buru ia mengatakan pada kedua te
mannya,
"Aku sudah berhasil menemukan kuncinya!
Nanti sehabis sekolah kita berkumpul. Di kantor
kita!" l
Setiap hari Jumat, Bob dan Pete harus satu jam
pelajaran lebih lama bersekolah daripada Jupiter.
Begitu jam pelajaran penghabisan bagi keduanya
selesai, mereka buru-buru mengayuh sepeda ke
The Jones Salvage Yard. Mereka sudah tidak sabar
lagi, karena ingin tahu apa yang berhasil ditemukan
oleh Jupiter. Mereka masuk ke kantor lewat Lorong
Dua. Jupiter ternyata sudah lebih dulu ada di situ.
"Logat berima!" katanya, begitu kedua sahabat
nya muncul dari bawah lantai karavan.

Jupiter duduk ménghadap meja tulis. Di
depannya berserakan kertas berlembar-lembar,
semuanya penuh dengan tulisan.
"Apa katamu?" ujar Pete. "Logat ber-apa?"
"Berima," jawab Jupiter dengan sikap bangga.
sesuatu yang kalian berdua katakan kemarin
malam menimbulkan ide itu dalam otakku. Pete
bertanya tentang Cockney, sedang Bob mengata
kan ada kemungkinan bunyi kata-kata yang
membentuk teka-teki itu yang penting. ltu
membuat aku berpikir tentang logat bahasa yang
berima. Tapi mulanya aku tidak begitu yakin.
Karenanya aku lantas melakukan pengecekan.
dan ternyata dugaanku memang tepat!"
"Tapi apa itu, Jupe, 'logat berima?" tanya Bob.
"ltu logat yang sangat khusus, di mana satu kata
atau kata terakhir dalam kalimat pendek berima
dengan kata yang sebenamya dimaksudkan.
Makna sebenarnya dari kata atau kalimat sampir
annya sama sekali tidak penting. Pokoknya, asal
bunyinya seperti kata yang sebenarnya dimaksud
kan. Misalnya saja, kata 'pemuda' bisa saja di
rimakan menjadi 'rumput dan kuda'. Kalian su
dah mengerti sekarang? 'Kuda' dan 'pemuda' "
"Maksudmu," kata Pete dengan nada ragu, "jika
aku sebenarnya bicara tentang 'mata air', maka aku
misalnya saja bisa menyebutnya, 'masuk ke air?"
"Bukan begitu! Kata yang sama tidak pernah
dipergunakan dalam logat berima. 'Jadi kalau
hendak mengatakan 'mata air', itu tidak bisa

disebut 'masuk ke air'. Tapi kalau `ikan mujair',
nah-kalau itu baru bisa!"
"Aku mengerti sekarang!" kata Bob. "Tapi apa
hubungan logat berima dengan orang Cockney,
atau dengan mendiang Dingo?--Eh, nanti dulu,
ayahnya kan orang Cockney!"
"Dan ia orang Australia," sambut Jupiter.
"Orang Cockney yang menciptakan logat berima,
dan mereka membawanya ke Australia. Sekarang
pun logat itu masih dipakai, untuk mempermain
kan orang lain."
"Persis seperti teka-teki mendiang Dingo," kata
Pete.
Jupiter mengangguk.
"Aku mencari-cari dalam semua buku menge-
nai logat berima yang ada di perpustakaan kota
kita, dan juga di Los Angeles." Diambilnya salinan
teka-teki yang tertulis pada selembar kertas di
depannya. "Pertama-tama, yang ;dimaksudkan
dengan 'apel dan pir', ternyata 'tangga'. Apple and
pears-stairs!"
"Tangga?" Pete melongo. "Ya-bunyn' akhirnya
memang serupa. Wah, aku sendiri takkan mungkin
bisa menebak sejauh itu."
"Orang lain juga tidak," kata .Jupiter sambil
terkekeh senang. "Kita teruskan lagi tebak-tebakan
kita. You and me berarti cup of tea."
" 'Kau dan aku'-'secangkir teh'," kata Bob
mengulangi.
"Trouble and strife dalam logat Cockney
berima, artinya wife," kata Jupiter menyambung

kata-katanya diulang oleh Pete, " 'Kesulitan dan
pertengkaran', berarti 'istri'. Hah, aneh!"
"Yang berikut ini lebih asyik lagi," kata Jupiter
sambil nyengir lebar, "Old Ned, atau biasa juga
dikatatakan, Uncle Ned artinya 'tempat tidur'. Old
Ned-bed !"
Jupiter memandang kedua sahabatnya dengan
wajah berseri-seri.
"Jadi kita sudah berhasil menguraikan makna
teka-teki itu?" kata Pete.
"Wah, belum!" jawab Jupiter. ia menggeleng-
geleng dengan sikap yang. nyaris bisa dibilang
gembira. "Llrusannya tidak sebegitu gampang.
Dingo itu ternyata penuh tipu daya. Hanya
beberapa petunjuk saja pada teka~tekinya yang
merupakan logat berima. Sisanya harus kita
pecahkan apabila kita sudah berada di tempat yang
ditunjukkan oleh masing-masing bait."
"Tapi semuanya kan sudah kita ketahui?" kata
Bob.
"Belum," kata Jupiter agak gelisah. "Aku tidak
berhasil menemukan semuanya. Dan pengarang
bahasa berima kadang-kadang menciptakan
Istilah-istilahnya sendiri."
"Kalau begitu bagaimana mungkin orang lain
tahu artinya?" kata Bob.
"Dari apa yang sedang menjadi bahan pembi
caraan, Bob," kata Jupiter menjelaskan. "Nanti kita
akan mengetahui apa yang dimaksudkan oleh
Dingo, yaitu dari kenyataan ke mana kita diarahkan
oleh masing-masing petunjuk, serta apa yang nanti

kita jumpai di sana. Misalnya saja, 'apel dan pir'
yang berarti 'tangga'. Jika tangga yang dimaksud
kan sudah kita temukan, maka di dekat situ kita
mestinya akan- menemukan sesuatu yang berima
dengan petunjuk berikut dalam teka-teki, yaitu
'Nyonya dari Bristol'."
"Kalau begitu kita mulai saja sekarang!" kata
Bob bersemangat "Kita sudah tahu, where the
wild dog lives, 'di tempat tinggal anjing liar', artinya
di rumah Dingo. Setelah itu ada perkataan, bottle
and stopper. 'Botol dan sumbat'. Apa itu?"
"Wah," kata Pete, "apakah itu suatu rima yang
tidak kita kenal?"
Mata Jupiter berkilat jenaka.
"Tidak, yang itu malah tercantum di semua buku
yang kuteliti. Aku sengaja menyimpannya dulu,
sebagai' penutup. Sebenarnya gampang sekali.
Setiap narapidana mestinya mengetahui mak
na-"
"Narapidana, katamu?" kata Bob dengan mata
terbelalak. "Kurasa aku tahu jawabannya! Copper
Istilah penjahat untuk polisi!"
"Tepatl" ujar Jupiter. "Jadi kita harus mencari
seorang polisi, yang ada di dekat rumah Dingo."
"Apa lagi yang kita tunggu, kalau begitu?" seru
Pete bergairah. "Ayo, kita berangkat!"
Sambil mengumpulkan kertas-kertas catatan
nya, Jupiter menyuruh kedua temannya membawa
alat walkie-talkie mereka. Karena siapa tahu,
mungkin saja mereka nanti harus langsung mula.

melakukan pencarian, sesudah berjumpa dengan
Mrs. Towne serta Billy.
ketika Pete sudah membuka tingkap yang ada di
lantai karavan, tahu-tahu telepon berdering.
dengan cepat Jupiter meraih gagang pesawat itu.
"Ya, di sini Trio Detektif. Maaf, kami saat ini
sedang ada urusan di tempat lain."
Suara seseorang yang tidak begitu jelas,
seolah-olah bicara dengan mulut ditutup kain,
terdengar lewat alat pengeras suara.
"Lebih baik jika kalian tidak jadi pergi saja. Ini
peringatan bagi kalian. Jangan suka mencampuri
urusan orang lain, karena bisa berbahaya!"
Setelah itu hubungan diputuskan.
Bob meneguk ludah.
"Yang menelepon itu wanita, ya, Jupe?" katanya
gugup.
"Aku tidak tahu pasti, karena suaranya tertahan,"
kata Jupiter. "Tapi kurasa memang wanita-
sedang aksennya Inggris!"
"Winnifred Percival!" kata Bob menebak dengan
cepat.
"Tapi kita kan belum pernah bicara dengan dia,"
kata Pete. "Jadi bagaimana ia bisa mengenal kita?
dari mana ia mendapat nomor telepon kita? Mrs.
Towne atau Billy takkan mungkin mau memberi
tahu padanya."
"Kalau tadi itu bukan Miss Percival, lalu siapa?"
kata Jupiter. "Seseorang yang tidak kita kenal?
Barangkali seseorang dari Australia?"

"Mungkin Mrs. Towne bisa menjelaskannya,"
kata Bob.
Jupe dan Pete mengangguk, tapi dengan
perasaan kurang enak. Ketiga remaja itu keluar.
lalu mengambil sepeda masing-masing. Mereka
bersepeda menuju gerbang depan pekarangan
yang penuh dengan barang-barang bekas itu. Saat
itu mereka melihat sosok tubuh seseorang yang
berdiri di bawah bayangan segerombol belukar
yang tinggi di seberang jalan. Orang itu bertubuh
tinggi besar, dengan dasi merah manyala. Orang
itu kelihatannya seolah-olah tersenyum. Tapi
hanya sekejap saja anak-anak melihatnya-karena
detik berikutnya ia sudah lenyap! Begitu saja
menghilang, tanpa sedikit pun nampak bergerak.
Ketiga remaja itu berpandang-pandangan.
"Betulkah.... betulkah tadi ada orang di sana?"
tanya Pete.
"Jangan-jangan ia mengintai kita," kata Bob'
tidak. Bisa saja orang tadi itu hanya kebetulan saja
lewat di sini."
"Kalau begitu ke mana ia sekarang?" seru Pete
dengan cemas.
"Mungkin sudah terus lagi," kata Jupe dengan
nada tegas. "Sinar matahari begini menyilaukan
jadi bisa saja kita tidak bisa melihat dia, karena dia
berjalan dalam bayangan pepohonan." ia meman
dang ke kanan dan ke kiri sebentar, memperhati
kan jalanan di depan tempat itu. "Ayolah, sekarang

suah tidak ada siapa-siapa lagi. Ayo! Kita masih
harus mencari jawaban teka-teki, untuk menemu
kan harta warisan yang disembunyikan."
"Ya, betul juga," balas Pete, "tapi perasaanku
akan bisa lebih lega, jika di sini ada sekitar selusin
botol dan sumbat bersenjata lengkap!"
Ketiga remaja itu tertawa-gugup!

Bab 5
BOTOL DAN SUMBAT

KETIKA mereka sudah hampir sampai di rumah
kecil yang didiami Mrs. Towne, ketiga detektif
remaja itu berpandang-pandangan sambil nyengir
Pemandangan yang nampak di pekarangan rumah
Dingo lebih kocak lagi daripada sehari sebelum
nya. Tapi penyebabnya terbalik. Ketiga remaja itu
melihat sejumlah petugas polisi yang siap siaga
tapi tanpa tugas tertentu. Beberapa gelintir pencari
harta karun yang masih tersisa menendang
nendang botol yang berserakan di tanah dengan
sikap marah. Tampang mereka cemberut, seakan
akan sadar bahwa mereka dipermainkan-namun
tanpa mengerti dalam bentuk yang bagaimana
Bayangkan kalau mereka tahu bahwa 'botol dan
sumbat' itu berarti 'polisi', maka seharusnya yang
mereka tendang-tendang itu kan-
Jupe dan kedua sahabatnya langsung masuk ke
rumah Mrs. Towne. Wanita muda itu menyuruh
Billy mengambilkan minuman untuk mereka.
"Bukan kalian saja yang bingung menghadapi
teka-teki itu, Anak-anak," kata Roger Callow
Pengacara hukum itu tersenyum. "Semuanya juga
dibuat pusing karenanya. Bukan cuma pusing saja

tapi juga marah! Seolah-olah kami yang merepot
kan mereka, dan bukan sebaliknya!"
"Jupe sudah tidak bingung lagi!" kata Pete
buru-buru.
"'Ya, kan?" seru Billy, sambil masuk lagi ke ruang
duduk dengan membawa minuman. "Dari semula
sudah kukatakan, kita pasti akan bisa memecah
kan teka-teki itu!"
"Kau sudah tahu di mana batu-batu permata itu
disimpan?" tanya Roger Callow.
"Tidak, kalau itu belum," kata Jupiter, "tapi
rasanya kami sudah berhasil mengetahui kunci
petunjuk untuk menebak teka-teki itu,atau
setidak-tidaknya, sebagian daripadanya. Mungkin
kah Dingo dulu kenal petugas polisi secara
khusus? Maksud saya, mungkin ia punya kenalan
di kalangan kepolisian?"
"Aduh, satu pun tidak ada! Mendiang benci
sekali pada polisi," jawab Mrs. Towne.
"Polisi?" kata Roger Callow menyela. "Apa
hubungan polisi dengan botol-botol, billabong,
serta pohon-pohon pir?"
Sambil meneguk minuman yang disuguhkan,
Jupiter memberi penjelasan tentang persoalan
logat berima.
"Aku belum pernah mendengarnya selama ini,"
kata Roger Callow. "Kau bagaimana, Nelly?"
"Aku juga belum pernah, tapi aku bukan orang
Australia, dan juga bukan orang Inggris," jawab
Mrs. Towne. "Kalau Winnifred dan Cecil, mungkin

mereka mengenal logat yang begitu. Mereka kan
orang Inggris."
"Itu kusangsikan," kata Jupiter. "Mana mungkin
mereka mau bergaul dengan orang Cockney, yang
termasuk lapisan bawah dalam masyarakat."
Saat itu Billy mengatakan dengan bersemangat,
"Kakek dan Mr. Dillon kadang-kadang mereka
bercakap-cakap dengan cara aneh yang begitu!
Kurasa kita sudah berhasil menemukan jawab
annya!"
"Ya, itu juga merupakan keyakinanku," kata
Jupiter dengan tegas. Dibentangkannya kertas
yang berisi salinan surat wasiat. "Kita dedah saja
bait-bait teka-teki itu. Kita mulai dengan yang
pertama:

Where the wild dog lives, the bottle and
stopper shows the way to the billabong.

"Penggal awal kalimat pertama, 'di tempat
tinggal anjing liar', tidak merupakan logat berima
Artinya biasa saja, rumah Dingo. Tanah miliknya
Semua buku yang kuteliti sependapat bahwa 'botol
dan sumbat', bottle and stopper, merupakan logat
Cockney yang berarti copper, polisi. Billabong
berarti anak sungai atau mata air, dalam logat
Australia. Jadi bait pertama dari rangkaian teka-teki
ini menyuruh kita kemari, lalu mencari seorang
petugas polisi tertentu yang tahu tentang sebuah
sungai atau kolam tertentu."

"Kau pasti mengenal seorang petugas polisi,
Nelly!" seru Roger Callow.
"Sama sekali tidak, Roger! Kau tahu kan,
bagaimana bencinya Dingo pada polisi."
"Walau begitu mestinya polisi itu ada," kata
Jupiter. "Sudahlah, kita teruskan saja dulu
pendedahan kita:
Above the apples and pears all alone the
Lady from Bristol rides from a friend.

'Apples and pears, berarti stairs. 'Apel dan
pir--'tangga'. The Lady from Bristol belum kita
ketahui maknanya. Sedang rides from a friend,
rasanya bukan logat berima. Mungkin itu petunjuk
yang lain coraknya."
"Jadi," kata Bob menarik kesimpulan, "teka-teki
itu memberi tahu bahwa di dekat-dekat tempat
tertentu yang ada aimya-yang disebutkan dalam
bait pertama, harus dicari semacam tangga. Lalu di
atas tangga itu ada sesuatu yang hanya sendiri saja
di situ. Sesuatu itu berima dengan ungkapan
Nyonya dari Bristol', serta memberikan petunjuk
tentang salah seorang teman."
"Aduh, tidak bisa dibilang gampang urusannya,"
keluh Pete.
"Masing-masing petunjuk itu harus didedah
selangkah demi selangkah," kata Jupiter. "Mung
kin bukan 'teman', tapi 'berkendaraan' dari seorang
teman,itulah yang harus dijadikan petunjuk ke
bait berikutnya:

"At the tenth ball of twine, you and me see our handsome mug ahead."

Kening Jupiter berkerut. "Rangkaian teka-teki ini, nampaknya makin bawah makin sukar," katanya meneruskan. "Yo and me, 'kau dan aku', itu artinya 'secangkir teh', cup of tea menurut logat Cockney. Tapi artinya entah apa, aku belum tahu! Aku tidak berhasil menemukan makna ungkapan ball of twine sedang see our handsome mug ahead, itu tidak mungkin merupakan suatu kata berima. Lalu tentang bait keempat, aku sedikit pun belum mempunyai gambaran apa-apa mengenainya:

"One man's victim is anothers darlin', follou the nose to the place.

Aku sama sekali tidak bisa melihat adanya rima dalam bait ini." Mrs. Towne mencoba membantu, "Jika 'kau dan aku' berarti 'secangkir teh', maka mungkin saja 'mangkuk bagus' seperti yanc diutarakan dengan ungkapan handsome mug berarti sebuah cangkir teh tertentu, di salah satu tempat."
"Ya, barangkali memang itulah jawabannya, kata Jupiter sependapat
"Tapi Dingo mengatakan 'mangkuk kita'," kata Bob, "dan bukan 'mangkuk itu', atau 'mangkukku' Maksudku, 'mangkuk Dingo'. Lalu pada bait
keempat, kenapa ia mengatakan 'hidung' saja, dan bukan 'hidungmu'?"
"Entahlah, aku juga belum tahu, Bob," kata Jupiter mengaku. "Tapi pasti ada alasan mengapa begitu cara dia merumuskannya. Sekarang kita tilik saja dulu bait kelima:

"Where men buy their trouble and strife, get out if you can."

Trouble and strife, dalam logat Cockney berima artinya 'istri', wife; tapi Dingo mengatakan beli istri', buy a wife. Adakah kemungkinan bahwa itu merupakan logat Australia, Mrs. Towne? bukankah semasa awal pemukiman benua selatan itu, para imigran membeli istri dari Inggris?"
"Ya, memang bisa dibilang begitu, Jupiter," kata Mrs. Towne, "Waktu itu memang banyak wanita yang didatangkan dengan kapal laut dari Inggris ke Australia, untuk kemudian dipilih para pria imigran dan dijadikan istri." Jupiter mengangguk.
"Jadi mungkin penafsiran itu cocok," katanya melanjutkan. "Lalu get out if you can, 'keluarlah kalau kau bisa', dengan begitu barangkali berarti menghindarkan diri dari perkawinan. Tapi apa maksudnya?-Sudahlah, kita lanjutkan saja dengan bait keenam:

In the posh Queen's old Ned, be bright and natural and the prize is yours.

"Old Med, 'Ned tua', berarti tempat tidur. Old Ned-bed. Posh merupakan kata sehari-hari yang berarti anggun. Elegant! Jadi nampaknya bait keenam ini, yang merupakan bait penutup dimaksudkan untuk memberi tahu bahwa kumpul an batu permata itu ada di sebuah tempat tidur ratu yang anggun!"
Roger Callow menggeleng-geleng.
"Ratu apa?" katanya bingung. "Tempat tidur yang mana? Di sebuah museum, barangkali?"
"Bisa saja," jawab Jupiter. "Tapi sekarang ini kita jangan pusing-pusing memikirkan bait penutup. Aku yakin, tidak satu bait pun bisa kita uraikan maknanya apabila bait yang mendului belum kita ketahui maknanya."
"Jadi pertama-tama, kita harus menemukan 'botol dan sumbat'," kata Bob, "dan 'botol dan sumbat' itu tahu tentang suatu billabong. Kita harus mencari polisi, yang tahu tentang suatu tempat tertentu yang ada airnya."
"Mungkin Dingo semasa hidupnya suka pergi berenang di salah satu tempat tertentu," kata Pete "atau bisa juga mengambil air di sana, atau memancing, atau-"
"Memancing!" seru Billy memotong. "Bu! Kakek dulu kan suka memancing di taman umum di sebelah, bersama Deputy Lopez!"
"Deputy? Maksudmu deputy sheriff?" kata Bob. "Itu kan polisi juga! Polisi daerah!"
"Ya, tentu saja," kata Roger Callow. "Di pos polisi yang ada di dalam taman!"
Tiba-tiba Pete berbisik, "He, Jupe! Itu-di jalan!"
Semua memandang ke luar. Mereka melihat seorang laki-laki berdiri sambil menyandar ke sebuah mobil biru yang diparkir di bawah pepohonan. Seorang laki-laki yang tinggi besar!
"Ah, mungkin ia juga cuma ingin tahu saja, setelah membaca berita tentang urusan kita dalam surat kabar," kata Callow.
"Mungkin saja," kata Jupiter dengan nada sangsi, lalu menuturkan tentang laki-laki bertubuh tinggi besar yang sebelumnya sudah mereka lihat di dekat tempat tinggal keluarga Jones.
"Kalau begitu kita lihat saja apa maunya," kata Roger Callow sambil menuju ke pintu.
Pengacara itu keluar, lalu berjalan ke arah seeberang jalan. Pria tinggi besar itu masuk ke mobilnya, lalu pergi dengan kendaraan itu. Roger Callow masuk lagi ke rumah.
"Aku yakin dia cuma ingin menonton keramaian Saja," katanya. "Sudah berpuluh-puluh orang seperti dia muncul di sini."
Jupiter dan kedua sahabatnya keluar, hendak mengambil sepeda masing-masing. Billy me nyusul mereka.
"Aku ikut dengan kalian!" katanya.
"Jangan, Billy Towne!" kata ibunya melarang.
"Ya, lebih baik jangan, Billy! Kami tidak mungkin bisa mengusut kasus sambil mengasuh anak kecil," kata Pete.
"Siapa yang anak kecil!" tukas Billy. ia merasa tersinggung, dikatakan anak kecil.
"Kau nanti hanya merecoki kami saja, Billy," kata Jupiter dengan tegas.
Anak kecil itu lari dengan marah ke kamarnya sambil berteriak,
"Akan kalian lihat nanti, aku bukan anak kecil lagi!"
Trio Detektif mengambil sepeda mereka. Jupiter menepuk kantungnya, untuk memastikan bahwa ia tidak lupa membawa'walkie-talkie.
"Ayo, kita berangkat!" katanya. "Sekarang kita sudah punya pegangan tertentu!"
Di jalan mereka membelok ke kiri, ke arah luar kota. Mereka menuju gerbang masuk ke taman umum yang dikelola pemerintah daerah. Di sisi kanan mereka terdapat sebidang tanah berhutan, disusul sebuah pusat perbelanjaan yang besar. Sedang di sisi kiri terbentang areal Kebun Raya yang apik, penuh dengan beraneka ragam tanaman langka yang indah-indah. Di belakang Kebun Raya, terdapat lagi taman umum yang terbentang sampai ke kaki perbukitan yang termasuk kawasan pegunungan pantai. Dari jalan di depan tempat tinggal Dingo terdapat sambung an dengan sebuah jalan yang berkelok-kelok menyusur Kebun Raya dan pertamanan, menuju daerah pemukiman di belakangnya, yang berbukit bukit.
Trio Detektif membelok masuk ke jalan yang menyusur taman, lalu mengayuh sepeda mereka
mendaki sebuah bukit rendah. Saat itu mereka mendengar bunyi mobil membelok di belakang mereka. Kendaraan itu kemudian terdengar dipercepat jalannya. Pete menoleh ke belakang, lalu langsung terpekik. Mobil yang terdengar itu ternyata sudah dekat sekali di belakang! Dan tidak nampak tanda-tanda bahwa kendaraan itu akan membelok sedikit pun saat melewati!
"Cepat, minggir!" teriak Pete, sambil membanting setang sepedanya sehingga sepeda itu masuk ke parit yang ada di pinggir jalan. Sebuah mobil sport berwarna merah lewat dengan cepat, menyenggol sepeda Bob sehingga terguling. Bob cepat-cepat meloncat, jatuh berdebam dalam parit yang sedang tidak berair. Pete memandang mobil yang menjauh dengan cepat. Dilihatnya wajah seseorang yang tertawa geli. ia berteriak lagi.
"Skinny Norris! Rupanya ia membalas dendam, karena kita permainkan kemarin malam!"
"Skinny memang tidak pernah mau sadar," kata Jupe, sambil menolong Bob keluar dari parit dan memeriksa apakah temannya itu cedera. "Skinny selalu keterlaluan kalau melakukan sesuatu, dan itu membuat dia berbahaya. Kita harus berjaga-jaga
hadapnya."
Mereka melanjutkan perjalanan. Tidak lama kemudian mereka sampai di pos polisi tempat Deputy Lopez bertugas. Tapi tidak ada siapa-siapa di tempat itu. Anak-anak lantas masuk ke Kebun Raya, untuk melihat-lihat sebentar di situ. Tiba-tiba Bob menuding ke depan.
"Lihat pohon-pohon itu, Teman-teman! Dan kolam yang ada di sana!"
Di arah yang dituding oleh Bob, nampak pemandangan yang mengesankan bahwa Kebun Raya baru dilanda angin ribut. Pohon-pohon apel dan pir yang tumbuh di sekeliling Kolam Bebek berantakan. Dahan dan ranting terserak di tanah, dan juga dalam kolam. Biasanya nampak berlusin-lusin angsa dan bebek berenang-renang sambil mencari makan di air. Tapi hari itu tak seekor unggas pun nampak di situ.
Ketiga remaja itu berjalan di tengah-tengah suasana berantakan itu. Langkah mereka agak terganggu, karena di tanah banyak lubang bekas galian.
"Rupanya tempat ini sudah didatangi segerombolan pencari harta warisan Dingo," kata Pete menarik kesimpulan, ia membungkuk, untuk memungut sebatang ranting pohon.
'He, kalian bertiga! Jangan lari!" seru seseorang Ketiga remaja itu kaget, lalu berpaling dengan cepat. Di belakang mereka berdiri seorang laki-laki bertubuh kecil dan berkulit coklat. Orang itu mengenakan seragam polisi daerah.
"Kalian kutangkap!"

Bab 6
KEISENGAN BERBAHAYA

Jupiter tidak panik, ia tetap bersikap tenang.
"Anda yang bernama Deputy Lopez?" katanya.
"Betul," kata pria berkulit coklat itu dengan masam. "Diablo! Setan, aku sudah bosan berurusan dengan perusak seperti kalian, dan juga teka-teki peninggalan si Mati! Kalian kutangkap!"
"Tapi," kata Bob mencoba membantah, "kami kan tidak-!"
Jupiter memotong dengan sikap masih tetap tenang, "Jika Anda sudi memperhatikan sebentar, Deputy Lopez, akan Anda lihat bahwa ranting yang dipegang temanku ini sudah layu daun-daunnya. Jadi sudah agak lama patahnya. Mungkin sudah kemarin. Sedang kami baru saja datang, dan kami tidak mematahkan apa-apa."
"Kalau kalian kemari bukan karena ingin mencari harta Dingo," kata polisi daerah itu dengan nada curiga, "lalu untuk apa?"
"Kami kemari ini memang untuk mencari-" kata Jupiter. Dengan cepat polisi daerah itu memotong,
"Nah-ternyata kataku tadi benar!"
"Tapi kolam dan pepohonan yang ada di sini
sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan harta itu," kata Jupiter menyambung dengan tegas. "Gerombolan yang telah menimbulkan kerusakan di tempat ini salah duga. Dan kami bertiga tidak termasuk gerombolan itu. Kami ditugaskan oleh Mrs. Towne untuk mencarikan harta warisan Dingo itu."
"Ditugaskan?" kata Lopez, masih dengan nada curiga.
"Betul! Kami ini detektif!" kata Pete.
Jupiter menyodorkan kartu pengenal mereka, yang diperoleh dari Chief Reynolds.
"Chief Reynolds bisa memberikan jaminan tentang diri kami. Silakan menghubungi dia. Atau bisa juga Mrs. Towne."
Deputy Lopez membaca isi kartu yang disodorkan, lalu mengangkat bahu.
"Ya, ini memang tanda tangan Chief Reynolds. Jadi kalian ini Trio Detektif?" Polisi daerah itu menggaruk-garuk kepala. "Jadi kalian beranggapan, mendiang Dingo benar-benar menyembunyikan sesuatu? Surat wasiatnya bukan cuma lelucon belaka?"
"Kami yakin, ada sesuatu yang disembunyikan olehnya," kata Jupiter, "dan kami memerlukan bantuan Anda."
"Bantuanku?" kata Deputy Lopez. ia mengucap, "Caramba! Bagaimana caranya aku bisa membantu?"
"Dengan mengatakan, di mana letak billabong itu," kata Pete.
Polisi daerah itu melongo. "Billabong? Apa itu, billabong?" "Sebuah tempat yang ada airnya. Itu bisa kolam, tapi bisa juga parit atau kali," kata Jupiter menjelaskan. "Anda dulu biasa memancing bersama Dingo di salah satu tempat di taman ini?"
"O ya, di sebelah atas sana-di waduk yang lama. Di tempat Sungai Ynez Creek dibendung, sebelum daerah ini mendapat air dari gunung. Waduk itu sekarang tidak dipakai lagi, kecuali untuk memancing. Tapi tidak asyik memancing di sana. Airnya terlalu dangkal, kecuali saat musim semi seperti sekarang ini. Kebanyakan sungai kecil yang airnya mengalir ke situ sudah ditimbun guna mengendalikan banjir. Tapi sungai utamanya masih mengalir. Di sana ada sebuah kapal kecil yang merupakan rumah terapung. Itulah tempat kami memancing dulu."
"Bisakah Anda menjelaskan jalan menuju ke lompat itu, Sir?" ujar Bob bersemangat.
"Tentu, itu gampang sekali. Jalan ini langsung menuju ke sana, lewat di dekatnya. Lokasinya sedikit di bawah halte bis taman." Anak-anak mengucapkan terima kasih pada polisi desa itu, lalu bergegas kembali ke sepeda masing-masing dan langsung meneruskan perjalanan. Mereka mengayuh sepeda secepat-cepatnya, menyusur jalan berkelok-kelok dan mendaki dalam taman. Bendungan yang dituju nampak di depan mereka. Letaknya tinggi di atas, di sebelah kanan. Air melimpah dengan deras lewat sisi atas
bendungan itu, membentuk air terjun selebar enam sampai tujuh meter. Jupiter dan kedua sahabatnya terus mengayuh sepeda, sehingga akhirnya tiba di tempat yang sama tingginya dengan bendungan. Di situ ada sebuah jalan tanah yang menyimpang, menuju ke sungai yang bernama Ynez Creek. Sedang jalan yang mereka lalui selama itu melingkar lewat waduk yang sudah tidak dipakai lagi itu, terus mendaki menuju gunung yang ada di sebelah atas.
Anak-anak membelok masuk ke jalan tanah yang menurun. Beberapa saat kemudian nampak kapal kecil yang ditambatkan di tebing sungai sisi mereka. Di tempat itu, sedikit di sebelah hulu bendungan, sungai itu lebarnya sekitar sepuluh, meter. Airnya tinggi karena banyak hujan yang turun di hulunya saat musim semi itu. Arusnya deras, menyapu sisi kapal yang dijadikan rumah terapung.
"Nah, dengan begini bait teka-teki yang pertama sudah beres," kata Bob sambil menjatuhkan sepedanya ke tanah di tebing." 'Botol dan sumbat tadi sudah menunjukkan kita jalan menuju ke billabong!"
"Sekarang menyusul bait kedua," kata Pete." 'Di atas apel dan pir'-yang berarti tangga. Kita harus mencari tangga-dan itu, ada tangga di sana!'
Sebuah tangga kayu yang curam menjulur dari geladak bawah kapal kecil itu ke dek yang terdapat di atas kabin yang beratap datar. Di dek yang di atas, yang dikelilingi pagar, berserakan kotak - kotak, papan-papan lapuk, serta kaleng-kaleng berkarat yang pernah dipakai untuk tempat umpan
pancing.
"Kita harus mencari sesuatu yang namanya berima dengan Lady from Bristot" kata Jupiter. "harus berima dengan 'Bristol', dan letaknya terpisah dari benda-benda lain."
Ketiga remaja itu mencari dengan penuh semangat. Semua benda yang ada di dek, mereka periksa. Kotak-kotak dijungkir-balikkan, kaleng-kaleng diintip isinya, sedang papan-papan diang-kat dan diperhatikan. Tapi mereka tidak menemu-kan apa-apa! Jupiter bahkan mengangkat beberapa lembar papan dek yang sudah lepas paku-pakunya. Tapi di bawah papan-papan lantai itu juga tidak ada apa-apa.
"Aku tidak melihat sesuatu pun di sini, yang berima dengan kata 'Bristol'," kata Pete mengeluh.
Tapi walau begitu harus ada!" kata Jupe berkeras. "Aku yakin, kita tidak mungkin keliru lagi. Lopez tadi polisi, ia mengenal almarhum Dingo, dan ini satu-satunya sungai di sekitar sini. Jadi mestinya inilah billabong itu!"
"Mungkin yang dimaksudkan Dingo sesuatu di tebing sungai, yang bisa dilihat dari tempat ini," kata Bob.
Ketiga remaja itu berdiri di tepi pagar, sambil memperhatikan daerah berhutan yang mengapit kedua sisi sungai yang airnya dibendung itu. Di kejauhan nampak gunung yang menjulang. Di lerengnya ada semacam kali yang dialasi semen.

Itulah tempat air dari gunung mengalir ke Ynez Creek. Anak-anak tidak melihat sesuatu yang namanya mungkin berima dengan kata 'Bristol' Sampai saat Jupiter mendongak....
"Bagaimana kalau... peluit? Whistle?" katanya sambil menuding sebuah peluit kecil yang terpasang di atas atap anjungan kemudi yang terdapat di depan.
"Yah-" kata Pete, "bisa saja, tapi kata itu kan berakhir dengan bunyi 'si'. 'Wisl'. Rasanya tidak begitu berima dengan kata 'Bristol', yang akhirnya berbunyi 'el'. Lagi pula, ke arah manakah peluit itu menunjuk, Jupe?"
"Lurus ke atas, menuding langit," kata Bob mendului.
"Ya, memang. Kurasa kau benar, Pete," kata Jupiter mengakui. "Barang yang kita cari itu namanya harus tepat berima dengan Lady from Bristol, dan di samping itu menunjuk ke arah sesuatu yang namanya sesuai dengan petunjuk yang berikut, 'berkendaraan dari seorang teman' Mungkin sejauh ini ada sesuatu kekeliruan dalam penafsiran, sehingga kita sampai pada-"
Ketiga remaja itu sama-sama mendengar bunyi itu! Bunyi berdebam, datangnya dari arah bawah Seperti bunyi papan berat yang jatuh ke tanah!
Mereka berlari ke pagar yang menghadap ke tebing sungai yang dekat. Skinny Morris berdiri di sana. Anak kurang ajar itu memandang mereka sambil menyeringai.
"Sekali lagi terima kasih-sekali ini untuk jawaban yang benar," katanya. "Aku mendengar seluruh percakapan kalian, dan aku sekarang tahu di mana tangga itu harus kucari. Sekali ini akulah yang berhasil mengusut misteri kasus ini!" Skinny tertawa. "Sedang kalian, untuk sementara kalian tidak bisa ke mana-mana! Selamat jalan, Tiga sekawan dungu!"
"Jupe!" teriak Bob, "kapal ini lepas dari tambatannya!"
Papan titian tergeletak di tebing, sedang tali-tali penambat haluan dan buritan kapal terbenam dalam air! Jupiter dan kedua sahabatnya bergegas menuruni tangga yang curam, menuju geladak bawah. Tapi terlambat! Kapal kecil itu sudah tiga meter jauhnya dari tepi sungai, dan mulai hanyut ke arah tengah.
"Skinny Morris!" sergah Pete. ia mengepalkan tinjunya. "Kau!"
"Selamat berlayar!" teriak Skinny dari tepi. "beberapa jam lagi barulah kalian akan terdampar lagi di tepi!"
Setelah itu Skinny lari menjauhi tempat itu, degan perasaan puas sekali.
Awas, kalau ia kapan-kapan jatuh ke tanganku!" kata Pete mengancam.
"Aduh, Teman-teman-bendungan itu!" seru Bob dengan tiba-tiba.
Mereka semua memandang ke depan. Kapal kecil itu hanyut ke hilir, makin lama makin melaju. terdengar bunyi deru yang makin lama makin bertambah nyaring. Lurus di depan haluan kapal,
air sungai deras itu menyapu lewat tepi atas bendungan, menghambur ke bawah dalam wujud air terjun yang membahana!

Bab 7
PETE BERAKSI

kapal kecil itu terus saja hanyut, makin lama makin dekat ke bendungan!
"Kita harus berenang ke tepi!" seru Jupiter. "Jangan!" teriak Pete mencegah. "Jangan terjun
ke air!"
Jupiter dan Bob tertegun. Mereka tidak jadi
melompat.
"Arus terlalu deras. Kita pasti hanyut terseret," kata Pete buru-buru menjelaskan. "Cepat, ke dek
atas!"
Jupiter dan Bob mengikuti Pete ke dek atas. sementara itu kapal semakin mendekat saja ke tepi bendungan!
Cepat," kata Pete memberi petunjuk, "dorong peti-peti, kayu, pokoknya semua yang berat-berat ke buritan!"
Dengan napas tersengal-sengal ketiga remaja itu mendorong segala benda yang ada di dek atas ke buritan kapal. Baru saja pekerjaan itu selesai, mendengar bunyi menggeresek. Kapal tidak lagi melaju ke hilir.
"Kita-kita berada di tubir bendungan!"
Di depan haluan tidak ada apa-apa lagi. Kabut tipis naik dari dasar bendungan yang jauh di bawah, di mana air terjun menghunjam ke atas bebatuan. Bob meneguk ludah. Wajahnya pucat pasi. Jupiter memejamkan mata, ketika kapal kecil yang tersangkut di tubir bendungan itu tiba-tiba bergerak, condong ke depan.
"Kita... kita terjungkir?" katanya terbata-bata
Kapal itu bergetar, meluncur sedikit ke depann lalu berhenti, kandas di atas bendungan. Air deras membanjir di sisi kiri-kanannya, lalu terjun ke bawah menyusur sisi depan tebing.
"Bagus," kata Pete dengan tenang, "kita kandas di atas bendungan."
Jupiter membuka matanya, ia bergerak, hendak ke haluan.
"Jangan, jangan bergerak!" teriak Pete dengan gugup.
Langkah Jupiter terhenti.
"Kapal ini kandas pada bagian buritannya," kata Pete menjelaskan. "Beban yang menahan pas pasan-itu sudah termasuk bobot tubuh kita bertiga!"
Ketiga remaja itu memandang berkeliling Mereka begitu ngeri, sampai nyaris tidak berani bernapas. Lebih dari separuh tubuh kapal sudah melampaui tepi bendungan, sekitar tiga meter dari masing-masing tepi. Mereka kandas tepat di tengah-tengah lebar bendungan!

Bagaimana sekarang?" kata Bob. Dengan tenang, Pete menimbang-nimbang situasi yang dihadapi.
"Kita tidak bisa berenang ke tepi, atau mengapung ke sana dengan bantuan kotak, melompat, juga tidak bisa. Tidak ada dahan pohon di atas kepala yang bisa kita raih. Dan jika kita bergerak secara mengejut, kapal pasti terguling dan jatuh ke bawah."
"Kalau begitu apa yang bisa kita lakukan, Dua?" tanya Jupiter dengan suara yang terdengar agak panik.
"Yang paling penting kita harus tetap tenang, Jupe," kata Pete. "Aku tadi kebetulan melihat bahwa di bawah ada tali. Kurasa dengan tali itu aku bisa menjerat tunggul yang di tepi sana itu. Kalau tali sudah terbentang, kita akan bisa menyeberang dengan cara meniti memakai tangan. Bob, kau yang paling ringan di antara kita bertiga. Coba ke bawah, dan ambil tali itu." Bob mengangguk, lalu bergerak menuju ke tangga. Seketika itu juga kapal berderik dan mulai miring ke depan!
"Jangan lewat situ!" seru Pete. "Kau turun lewat pagar sebelah buritan, Bob! Beban di sebelah sini harus dipertahankan!"
Bob mengangguk lagi. Dipanjatnya pagar dek di sebelah buritan, lalu turun lewat situ ke geladak bawah. Sesaat kemudian tangannya nampak
terentang ke atas, menyodorkan seutas tali panjang yang tergulung. Pete mengikat salah satu ujung tali, membentuk jerat, ia mengambil ancang-ancang dengan berhati-hati, lalu melem parkan tali berjerat itu ke arah tepi. Ujungnya jatuh ke air, semeter dari tunggul.
Pete menghela tali ke arahnya, lalu mencoba sekali lagi. Kini jerat mengenai tunggul-tapi terlepas lagi! Kapal kecil itu terhuyung, sehingga anak-anak terpaksa berpegangan ke pagar agar tidak jatuh. Jupiter memandang sekilas ke arah hulu. Seketika itu juga air mukanya yang sudah pucat, menjadi bertambah pasi!
"P-Pete! Ada batang kayu yang besar hanyut Kalau membentur tubuh kapal, kita pasti terguling ke bawah!"
Dengan tenang Pete memperhatikan batang kayu yang hanyut ke arah kapal kecil itu. ia mengangguk, menggulung tali jerat, lalu sekali lagi melemparkannya ke arah tunggul. Dan kali ini-kena! Dengan berhati-hati Pete menarik tali sehingga bentangannya benar-benar sudah te gang sekali. Setelah itu ia mengikatkannya ke batang pagar dek atas.
"Kau dulu, Bob," katanya.
Bob yang masih berada di geladak bawal bergerak maju sehingga berdiri di bawah tali yang terentang, ia menjangkaunya, lalu mulai menitinya dengan tangan ke arah tepi bendungan. Beberapa saat kemudian ia sudah sampai dengan selamat di tebing sungai. Dengan cepat didorongnya jerat yang melingkari tunggul lebih ke bawah lagi, lalu menahannya kuat-kuat agar jangan sampai terlepas.
Sekarang kau, Jupe," kata Pete.
Jupiter merasa sangsi, ia tidak sekuat kedua sahabatnya. Karenanya ia ragu apakah mampu sampai di seberang. Tapi ia melihat batang kayu besar sementara itu sudah semakin dekat, ia meneguk ludah, lalu mulai bergerak menyeberang, di atas air sungai yang deras. Bobot badannya yang lebih berat menarik tali ke bawah sehingga kakinya terseret-seret dalam air. Kedua bahunya terasa nyeri, setiap kali ia mengayunkan lengan untuk maju lebih jauh. Tapi dengan segera ia pun sudah sampai di tepi, meski dengan terhuyung-huyung.
Kapal kecil yang kandas di atas bendungan berayun-ayun seperti nyaris terguling jatuh, karena bobot tubuh Bob dan Jupiter yang menekan buritan sudah tidak ada lagi. Dan batang kayu yang besar itu sudah hampir sampai di tempat kapal kandas! Pete tidak menunggu lebih lama lagi. tepat ketika kakinya menjejak tanah di tepi, kayu tadi membentur sisi kapal.
Karena sudah tidak lagi dibebani berat tubuh anak-anak, kapal kecil itu menungging-lalu meluncur dari tepi atas bendungan, dan pecah menimpa bebatuan yang menunggu di bawah! Anak-anak yang sudah selamat di tepi bendungan bergidik mendengar bunyi benturannya menggema disepanjang ngarai.
"Huh," desah Bob setelah beberapa saat.
"Skinny itu berbahaya," tukas Pete dengan wajah marah.
"Skinny sementara itu sudah lebih jauh dan kita," kata Jupiter sambil menarik napas dalam dalam. "Katanya tadi, ia tahu di mana tangga yang dimaksudkan. Ayo!"
Mata Penyelidik Satu Trio Detektif itu bersinar sinar. Begitu bahaya sudah berlalu, pikirannya kini dengan segera sudah terpusat lagi pada teka-teki itu.
"Tangga itu mestinya ada di sekitar sini," katanya. "Sekarang kita memencar untuk mencari, Tapi harus terus saling berhubungan, lewat walkie-talkie kita. Jika melihat tangga-tangga apa pun juga-langsung laporkan!"
Mereka memulai pencarian di sepanjang Sungai Ynez Creek, setelah menyeberang lewat jembatan kecil yang membentang di atas waduk. Mereke mencari hilir-mudik, sambil terus berhubungan lewat walkie-talkie. Tapi mereka sama sekali tidak menemukan apa-apa.
"Ada sesuatu yang tidak cocok, Teman-teman," kata Jupiter akhirnya, lewat walkie-talkie.
"Ah, masa!" jawab Pete bernada sinis.
"Kau benar-benar yakin, kita sudah benar menafsirkan bait pertama teka-teki itu, Jupe?" tanya Bob. "Kau benar-benar yakin, billabong itu pasti sungai?"
"Tentu saja...." Jupiter kelihatan ragu. "Nanti dulu! Aku tidak mengecek makna kata itu dalam kamus. Mungkin maknanya lebih khusus daripada
yang kuingat. Di antara kalian berdua, ada yang sedang berada dekat pesawat telepon?"
"Kalau tidak salah dekat pos polisi tadi ada satu," jawab Pete. "Kau ingin aku turun ke sana? Aku saat ini ada di dekat sepeda-sepeda kita."
"Ya, kaulakukan itu," kata Jupe. "Kautelepon perpustakaan, dan tanyakan pada petugas di sana agar mencarikan arti kata billabong. Tapi cepat, ya!"
Agak lama juga Pete pergi. Matahari sudah semakin rendah di kaki langit. Jupiter sudah mulai khawatir, karena sebentar lagi hari sudah akan gelap. Tiba-tiba suara Pete terdengar lagi lewat walkie-talkie.
"Jupe! Bob! Kalian masih ada di sana?"
"Ya, bagaimana, Dua? Bagaimana hasilnya?" kata Jupiter.
"Kubacakan saja, ya! Arti kata billabong ada tujuh. Arti pertama: anak sungai yang mengalir menjauh dari sebuah sungai yang lebih besar, tapi tidak menuju perairan lain. Jadi semacam saluran buntu."
"Arti itu tidak ada gunanya bagi kita," kata Bob mengomentari. "Di sekitar sini tidak ada saluran semacam itu."
"Tunggu dulu, ini arti yang berikut: palung sungai yang hanya berair pada musim hujan. Alur sungai yang kering."
"Itu dia jawabannya!" seru Jupiter. "Kan di sebelah hulu bendungan ada semacam parit penyalur yang disemen alas dan kedua sisinya!
Parit itu hanya berair sehabis hujan. Pete, kita bertemu di sana saja! Selesai!"
Beberapa menit kemudian Bob dan Jupe sudah sampai di ujung sebelah bawah parit penyalur air yang terdapat di sisi seberang Ynez Creek. Parit beralas semen itu berbentuk melengkung, mendaki lereng gunung yang ditumbuhi belukar. Kedua remaja itu bergerak ke atas dengan lambat-lambat sambil menelusuri tepi parit, masing-masing pada satu sisinya. Akhirnya mereka sampai di ujung atas parit itu.
"Tidak ada apa-apa," kata Bob dengan nada tidak percaya. "Sama sekali tidak ada tangga di sini!"
"Tapi harus ada," kata Jupiter berkeras. "Aku yakin, inilah billabong yang dimaksudkan mendiang Dingo. Ayo!"
Mereka turun lagi lewat jalan yang sama, sementara hari mulai gelap. Di tengah jalan mereka mendengar suara Pete berseru. Datangnya dari seberang sungai.
"Itu dia!" Pete menuding ke arah hilir, ke sebelah kiri kedua temannya.
"Mana? Aku tidak melihat apa-apa," kata Bob.
"Letak tangga itu rupanya begitu rupa, sehingga tidak bisa kelihatan dari dekat atau dari posisi tepat di bawahnya," kata Jupe. "Ayo, kita ke sana!"
Remaja bertubuh gempal itu menerobos semak dan belukar yang tumbuh menutupi lereng, diikuti oleh Bob. Keduanya berjalan melintas sisi gunung. Tidak lama kemudian mereka melihat tangga kayu
yang sudah tua di tengah belukar. Di beberapa tempat, bagian dari tangga itu nampak seperti berwarna keemasan, karena diterangi sinar matahari yang menerobos ke situ lewat celah-celah pepohonan. Tangga itu menjulur hanya sampai pertengahan lereng.
"Mungkin bagian bawahnya lenyap dihanyutkan banjir," kata Jupiter. "Atau bisa juga hancur, karena sudah terlalu lapuk. Tangga ini kelihatannya memang sudah sangat tua. Keadaannya sudah payah!"
Sementara itu Pete yang mendaki dari bawah datang menghampiri kedua temannya dengan napas tersengal-sengal.
"Ih, mendiang Dingo ternyata penuh tipu daya! Dari arah sungai, tangga ini sama sekali tidak kelihatan! Aku tadi secara kebetulan saja melihatnya, sewaktu berada dijalan yang menuju kemari!"
"Mudah-mudahan saja mata Skinny tidak
seawas penglihatanmu," kata Jupe. "Ayo, kita ke atas!"
Ketiga remaja itu berlari mendaki tangga tua yang sudah reyot itu. Akhirnya mereka tiba di sebuah padang rumput sempit yang terbuka, di puncak gunung itu. Jalan utama taman menyusurinya di sisi seberang. Sekitar lima puluh meter dari situ ada halte bis. Sedang di padang rumput itu sendiri terdapat sebuah patung kecil, terbuat dari perunggu.
"Lihat patung itu, Jupe!" seru Bob.
Patung kecil itu berwujud seorang cowboy yang
berdiri di atas landasan batu granit. Sosok gembala sapi daerah sebelah barat Amerika Serikat itu mengacungkan pistolnya.
"Pistol," kata Pete bergairah. "Kata itu kan berima dengan Lady from Bristol-dan dia sendirian saja di situ!"
"Ke arah manakah pistol itu diacungkan?" tanya Jupiter.
Pete naik ke atas landasan patung, lalu membungkuk untuk melihat arah laras pistol diacungkan, ia terkejap, lalu menggelengkan kepala lambat-lambat.
"Tidak menunjuk ke mana pun juga, Jupe," katanya.
Bob menyusul naik, lalu ikut mengintai dari belakang laras pistol, ia mendesah.
"Arah acungannya cuma ke pohon-pohon yang di sebelah sana itu, Jupe," katanya.
Jupiter menatap kaki patung kecil yang terletak di bagian atas batu granit yang merupakan landasan.
"Hmm," katanya menggumam, "patung itu tidak terpasang mati pada landasannya, tapi hanya ditahan dengan semacam pin di tengah-tengahnya. Dengan begitu jika ada gempa-yang memang sering terjadi di daerah ini-patung bisa bergerak-gerak. Dan nampaknya patung ini pernah digeser."
"Digeser?" Pete mengerutkan keningnya. "Maksudmu bergeser karena gempa?"
Jupiter menggeleng.
"Bukan! Lihatlah-bekas ini nampak masih baru, dan di sekitarnya bahkan masih ada debu batu. Jadi pasti baru-baru ini saja digeser."
"Pasti Skinny!" kata Pete sambil mengeluh.
"Siapa lagi kalau bukan dia?" kata Jupiter deengan geram, "ia berhasil menemukan patung ini, lalu menggeser posisinya supaya kita tidak bisa tahu ke arah mana pistol itu sebenarnya diacungkan."
"Kalau begitu bagaimana kita bisa menguraikan makna petunjuk yang berikut?" tanya Bob.
"Kalau itu gampang saja," kata Jupiter dengan tegas. "Kita cari Skinny!"
Ketika ketiga remaja itu berbalik untuk kembali ke tangga, sesosok bayangan bergerak dalam keremangan di antara pepohonan. Bayangan itu bergerak dengan cepat, lari menuju jalan taman.
"Ada orang mengintai kita!" kata Bob.
"Kejar!" seru Jupiter.
Mereka berlari di antara pepohonan. Di jalan yang ada di depan, terdengar bunyi mobil dihidupkan. Ketika ketiga remaja itu sampai dijalan itu, mobil yang terdengar tadi sudah jauh.
"Kalian kenali mobil itu?" tanya Jupiter.
"Tidak," kata Pete. "Yang jelas, bukan mobil Skinny!"
Mereka kembali menuruni lereng gunung, menyeberangi Ynez Creek lewat jembatan kecil yang tadi mereka lewati, kemudian mengambil
sepeda mereka. Sambil bersepeda meninggalkan tempat itu, Bob berkata,
"He, Jupe-jangan-jangan dia manusia raksasa itu lagi!"
"Tidak mungkin, karena sosoknya terlalu kecil," kata Jupiter. "Tidak, ada orang lain yang menaruh minat pada kegiatan kita, Teman-teman."
Pete menoleh dengan gugup ke arah yang gelap di sepanjang jalan, ia teringat ancaman yang disampaikan pada mereka lewat telepon.
"Yah, sekarang ke mana kita harus mencari Skinny?" tanya Bob. "Dan kalau ketemu pun, ia pasti takkan mau mengatakan ke arah mana pistol cowboy itu diacungkan."
"Memang," kata Jupiter sependapat. "Tapi bisa saja ia nanti mulai menyombongkan diri, seperti kebiasaannya, lalu secara tak sengaja menyebut kan sesuatu yang bisa kita jadikan petunjuk. Mula-mula kita ke rumahnya saja, barangkali ia ada di sana. Kita sekarang sudah terlambat pulang untuk makan malam. Jadi lebih terlambat beberapa menit lagi, tidak menjadi soal."
Tapi Skinny ternyata tidak ada di rumahnya. Menurut ibunya, ia pergi bersama ayahnya.
"Sekarang bagaimana?" kata Bob.
"Kita pakai siasatnya!" kata Jupiter. "Kurasa malam ini ia takkan punya waktu untuk mencari harta itu, tapi mulai besok akan kita amati segala gerak-geriknya! ia mendengar pembicaraan kita di kapal tadi, jadi ia pasti sudah tahu tentang logat berima itu. Sekarang bahkan anak seperti Skinny pun akan bisa menguraikan makna teka-teki itu."
Wah, Jupe," kata Pete, "mana mungkin kita bisa terus-menerus mengawasi Skinny. Kita tidak punya mobil!'
"Itu juga tidak kita perlukan," jawab Jupiter, karena kita memiliki sesuatu yang lebih baik. Kita punya Hubungan Hantu ke Hantu!"

Bab 8
TAMU-TAMU TAK TERDUGA

Beberapa jam kemudian. Pete Crenshaw meletak kan telepon di rumahnya, lalu mengatakan,
"Nah-selesai juga akhirnya tugasku menele pon untuk Hubungan Hantu ke Hantu!"
"Menelepon hantu?" tanya ayahnya dengan heran. "Kau agak pusing, ya?!"
"Tidak, Ayah-bukan hantu, tapi Hubungan Hantu ke Hantu! Itu ciptaan Jupiter, untuk dengan cepat menemukan sesuatu atau seseorang. Kami masing-masing menelepon lima teman untuk mengatakan apa yang kami cari, lalu teman-teman itu kami minta agar meneruskan pesan kami itu pada lima teman mereka, lalu kelima teman itu masing-masing menelepon lima teman lagi, dan begitu seterusnya. Hubungan yang terjadi makin lama makin meluas dengan rumus deret ukur, kata Jupe. Prinsipnya sama dengan surat berantai Semua anak, atau katakanlah hampir semua anak di Rocky Beach akan membantu kami! Pokoknya cara kerja kami itu bisa berjalan."
Mr. Crenshaw kelihatan bingung mendengar penjelasan yang begitu rumit.
"Ya, bisa kubayangkan." Hanya itu saja yang dikatakannya.
Pete tersenyum puas. Skinny Norris kini pasti tidak bisa menghindar lagi. Boleh dibilang setiap anak di kota kecil itu akan siap siaga. Begitu mobil Skinny yang merah atau tampangnya yang selalu menyeringai kelihatan, anak yang melihatnya dengan segera akan menelepon kantor Trio detektif.
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Pete sudah bangun. Padahal itu hari Sabtu. Tanpa sarapan terlebih dulu, ia langsung menelepon Jupiter.
"Ada berita dari Hubungan Hantu ke Hantu?"
"Sampai sekarang sudah ada dua, Pete," kata Jupiter. "Yang satu melihat mobil yang kemudian ternyata bukan yang kita cari. Lalu penelepon berikut melihat mobil Skinny di jalan masuk ke rumah keluarga Morris."
"Nah, kalau begitu kita tahu bahwa saat ini ia masih ada di rumahnya," kata Pete. "Begitu selesai sarapan, aku akan segera ke kantor kita."
Karena sedang buru-buru, pagi itu Pete hanya makan tiga butir telur dan enam iris daging asin. sementara tegukan susu yang terakhir masih ada
dalam mulut, ia sudah lari ke luar. Dengan cepat ia bersepeda ke The Jones Salvage Yard, lalu masuk ke kantor Trio Detektif. Hanya Jupiter saja yang ada di situ.
"Bob masih harus mengerjakan beberapa hal yang disuruh ibunya," kata Penyelidik Satu itu. Sedang aku selama ini sibuk mengutak-utik teka-teki itu. Kauperhatikan tidak, berapa sering Dingo mempergunakan kata-kata yang tidak lazim? Maksudku, dalam bait yang sedang kita kerjakan sekarang, ungkapannya berbunyi 'Nyo nya dari Bristol berkendaraan dari seorang teman'."
"Lalu apanya yang tidak lazim?" tanya Pete "Ungkapan berkendaraan dari itu yang agak aneh, kalau dipikir bahwa pistol cowboy itu menunjuk ke arah sesuatu. Kenapa ia tidak mengatakan berkendaraan ke seorang teman? "Wah, entah, ya! Mau tanya pada Dingo orangnya sudah mati," kata Pete dengan se enaknya.
Tapi Jupiter tidak mengacuhkan komentar konyol itu.
"Kau masih ingat tidak, Bob pernah mengatakan bahwa dalam bait tiga, Dingo menggunakan kata 'mangkuk bagus kita, dalam bait empat ada kats 'hidung'-tanpa mengatakan hidung siapa sedang pada bait lima ada ungkapan 'membeli kesulitan dan pertengkaran' yang berarti membeli istri?"
"Maksudmu, seharusnya Dingo mengatakan 'lihat mangkukku' atau 'mangkuk itu, dan 'ikuti hidungmu'?" kata Pete menebak. "Lalu mana ada orang membeli istri?"
Jupiter mengangguk-angguk.
"Aku yakin, kata-kata yang tidak lazim itu pasti sangat penting maknanya. Pasti kesemuannya itu mengandung tipuan."
"Jika kau ingin tahu pendapatku," desah Pete, seluruh wasiat edan itu penuh tipuan." "Dan karenanya aku yakin, harta yang disembu nyikan itu benar-benar ada," ujar Jupiter dengan mata bersinar-sinar. "Dingo memang sengaja menyusun wasiatnya sedemikian rupa sehingga warisannya tidak bisa ditemukan dengan gampang."
"Kalau itu niatnya, ia berhasil!" kata Pete.
sebaiknya kita cari saja Skinny-"
"Pete! Jupe!" Suara memanggil-manggil itu
terdengar samar dari dalam karavan.
"Kedengarannya seperti suara Bob," kata Pete.
Jupiter beranjak ke alat teropong hasil buatan nya sendiri, yang memberi kemungkinan untuk meihat ke luar dari sebelah atas tumpukan barang bekas yang tertimbun di sekeliling karavan. Alat itu terdiri dari sepotong pipa bekas saluran pembuang asap tungku yang di bagian dalamnya diper lengkapi dengan sejumlah cermin. Pipa itu menncuat ke luar dari sudut ruang kantor, menembus atap karavan. Jupiter memutar posisi teropong itu, untuk melihat di mana Bob berada di luar.
"ia menuju bengkel," kata Jupe. "Tapi ia tidak sendiri saja. Ada yang ikut! Ayo, kita keluar. Jangan memakai Lorong Dua, karena nanti jalan itu ketahuan. Lewat Pintu Empat saja." Yang dinamakan Pintu Empat itu sebuah panel pada dinding belakang karavan, yang bisa digeser ke samping. Di sebelah luarnya ada semacam gang sempit yang menembus tumpukan barang rombengan, menuju ke sisi belakang pekarangan Pete dan Jupiter bergegas-gegas keluar lewat gang itu, lalu dengan cara mengitar menuju bagian depan yang oleh Jupiter dijadikan bengkel. Bob menunggu mereka di situ-bersama Winifred Percival!
"Apa-?" seru Pete dengan heran.
"Mah, sekarang kita sudah lengkap di sini! Suara orang yang berbicara itu beraksen Inggris,
Pete dan Jupiter berbalik dengan cepat. Saat itu Cecil Percival muncul di ambang ruangan bengkel Keponakan Dingo Towne yang bertubuh gemuk itu menggenggam tongkat hitam yang kelihatan nya berat. Dengan tongkat itu ia menghalangi jalan keluar.
"Mau apa kalian berdua kemari!" tukas Pete dengan sengit.
"Ck, ck, ck," decak Cecil dengan wajah garang "Anak-anak Amerika ini, tingkah laku mereka benar-benar luar biasa! Kami ke sini hanya karena ingin bicara saja, lain tidak! Bukankah begitu Winny dear?"
"Untuk sementara, ya," kata wanita kurus yang disapa, dengan nada mengancam.
"Wah, wah, kita tidak boleh menyebabkan anak-anak ini merasa takut. Kita hanya ingin agar mereka memahami kenyataan yang sebenarnya, kata Cecil.
"Sebelum ini Anda sudah mencoba menak nakuti kami, kan?" kata Jupiter. "Dengan jalan memberi peringatan lewat telepon kemarin, tapi tanpa menyebutkan nama."
"Peringatan?" kata Cecil dengan sikap seolah-olah heran. "Apa lagi maksudmu? Jika ada orang mengancam kalian, Teman-teman mudaku, kusarankan agar sebaiknya kalian tanyakan saja pada Mr. Callow."
"Kami bukan teman-teman Anda!" sergah Pete. "Wah, tapi kami ingin kalian menjadi teman kami," kata Cecil. "Kalian salah tanggap tentang diri kami. Pikiran kalian rupanya sudah diracuni oleh Melly Towne dan Roger Callow." "Ibu kami, saudara Marcus Towne, sekian tahun yang lalu pernah menjadi mitranya dalam salah satu usaha," kata Winnifred. Sikap marah memancar dari mukanya yang kurus. "Bagian dari harta yang seharusnya merupakan milik ibu kami, dicuri oleh Marcus! Dan sekarang kamilah pemilik sah dari bagian itu!"
"Kalian bekerja untuk pihak yang tidak benar," kata Cecil. "Kami ingin agar kalian bekerja untuk kami. Kami bersedia memberikan imbalan yang jauh lebih baik." "Kami tidak bisa-" tukas Bob. Tapi Jupiter cepat-cepat memotong dengan, "Yang namanya jauh lebih baik itu berapa?" "Yah," sambut Cecil dengan cepat, "katakanlah sepuluh persen dari nilai seluruh harta. Itu kan jumlah yang besar, Anak-anak." "Hmmm," gumam Jupiter, "sangat murah hati." Pete dan Bob memandang pemimpin mereka yang bertubuh gempal itu dengan perasaan heran
"Jadi tugas kami cuma menemukan kumpulan batu permata itu untuk Anda?" tanya Jupe.
"Temukan tanpa mengatakannya pada orang lain, dan serahkan pada kami!"
"Tidak mengatakan pada orang lain," kata Jupiter dengan nada tajam, "agar kemudian Anda berdua bisa mencurinya! Anda tahu betul, Anda tidak memiliki hak yang sah atas harta warisan Dingo! Yah, kami sekarang sudah punya klien yaitu ahli waris yang sah. Dan detektif tidak bisa bekerja untuk dua klien sekaligus. Apalagi yang kepentingannya berlawanan!"
Air muka Cecil berubah. Winnifred menggerutu dengan suara tidak jelas.
"Kalau begitu sikap kalian, sekarang katakan apa yang sudah kalian ketahui!" bentak Cecil sambil mengangkat tongkatnya dengan sikap mengan cam. "Kami tahu kalian sudah menemukan jejak yang tepat, kami tahu segala-galanya tentang urusan logat berima, dan kami melihat kalian kemarin di sungai gunung itu, dengan anak yang satu lagi! Kalian harus mengatakan apa saja yang sudah kalian ketahui!"
"Rupanya Anda yang kemarin mengintai kami di dekat patung!" seru Bob.
"Patung?" kata Winifred. "Patung yang mana?
"Anda tidak melihat Skinny....maksudku anak yang satu lagi itu, di dekat sebuah patung di Kebun Raya?" tanya Jupiter. "Anda tidak melihat perbuatannya di situ?"
"Kami sama sekali tidak melihat patung," kata Cecil, "tapi kami melihat kalian di dekat sungai. Kami mengikuti anak yang satu itu, tapi ia berhasil menghindar. Sekarang kalian-"
"Dari mana Anda tahu tentang logat berima?" dlesak Jupiter lebih lanjut. "Dari mana Anda tahu bahwa kami bekerja untuk Mrs. Towne?"
Cecil tertawa.
"Billy Towne itu yang konyol," katanya, "ia begitu marah pada kami dan ingin sekali membuktikan bahwa kami pasti kalah, sehingga tanpa berpikir lagi mengatakan segala-galanya tentang kalian, serta keberhasilan kalian mengetahui bahwa Dingo mempergunakan logat berima."
"Benar-benar kasar, logat itu," kata Winifred. "Kami-"
"Sudah, jangan kauteruskan, Winifred!" bentak Cecil tiba-tiba. "Sekarang aku yang bertanya pada kalian! Katakan apa yang kalian ketahui. Cepat!"
"Tidak, kami tidak mau mengatakannya pada Anda," kata Jupiter.
"Kami tidak mau mengatakan apa pun juga pada Anda!" kata Pete menegaskan.
"Kalau begitu," kata Cecil dengan geram, "aku terpaksa bertindak, untuk memastikan bahwa kalian tidak bisa memberi tahu siapa pun juga!"
Pria gendut itu mengangkat tongkatnya yang berat, sambil maju menghampiri Jupe dan kedua sahabatnya. Matanya yang kecil berkilat-kilat.
"Kalian akan kami sekap untuk sementara
waktu, di salah satu tempat, agar tidak bisa merintangi, sementara kami berusaha sendiri menafsirkan makna teka-teki itu!"
Ketiga remaja itu mundur, sementara Cecil dan Winifred maju dengan sikap mengancam.
"Ada apa di sini?"
Tahu-tahu Bibi Mathilda Jones yang bersuara besar itu sudah berdiri di ambang pintu bengkel, di belakang kedua Percival bersaudara. Cecil berpa ling dengan cepat, sementara tongkatnya diangkat siap untuk dipukulkan.
"Jangan coba-coba maju, Nyonya!" kata pria gendut itu.
Wajah Bibi Mathilda berubah jadi ungu. Dengan mantap ia melangkah mendekati Cecil, me nyambar tongkat yang teracung, lalu menggebuk kepala si Gendut dengan alat pemukul itu. Cecil menjerit sambil terhuyung mundur. Winifred meloncat ke arah Bibi Mathilda.
"Jangan coba-coba lebih mendekat!" kata Bibi Mathilda memperingatkan. Winifred langsung berhenti. Bibi Mathilda mencampakkan tongkat berat itu ke pekarangan. "Sekarang kalian pergi dari sini! Sekarang ini juga!"
Hans, satu dari kedua pemuda Jerman bertubuh kekar yang menjadi pembantu Paman Titus Jones berdagang barang-barang bekas, muncul tidak jauh dari situ. ia memandang dengan tatapan menyelidik ke arah bengkel.
"Dan awas, kalau berani datang lagi," bentak Bibi Mathilda.
Cecil memandang sekilas ke arah Hans, lalu memberi isyarat pada Winifred dengan anggukan marah. Keduanya pergi dengan jengkel, diiringi gelak tertawa anak-anak. Bibi Mathilda memperhatikan Jupiter serta kedua sahabatnya.
"Siapa mereka itu tadi?" katanya.
Jupiter menjelaskan duduk perkaranya. Siapa kedua Percival bersaudara itu serta apa yang mereka inginkan. Bibi Mathilda mendengus.
"Kalau menurut pendapatku, para pemburu harta itu semuanya sudah sinting," katanya. "Macam-macam saja, menebak teka-teki pening-galan orang yang sudah mati. Tapi pokoknya, Kurasa mereka berdua tadi takkan berani lagi mengganggu kalian,"
Sementara bibi Jupiter kembali ke kantornya, Ketiga remaja yang ditinggal di bengkel berpan-dang-pandangan sambil nyengir. Tidak ada orang yang berani berurusan dengan Bibi Mathilda!
Tiba-tiba mereka melihat lampu merah yang terpasang di atas bangku kerja Jupiter menyala berkedip-kedip. Itu tanda bahwa pesawat telepon di Kantor mereka berbunyi. Mereka bergegas ke sana lewat Lorong Dua. Begitu sampai di dalam kantor, Jupiter langsung menyambar gagang telepon.
"Terima kasih," katanya setelah beberapa saat Mendengarkan kata-kata orang yang menelepon, lalu mengembalikan gagang pesawat ke tempat-nya sambil mengatakan dengan buru-buru pada Bob dan Pete, "Ada yang melihat Skinny di depo bis!"
Ketiga remaja itu bergegas mengambil sepeda masing-masing.