Trio Detektif - Misteri Kucing Bengkok(2)



 Bab 11 Terjebak!
ANAK-ANAK mengintip ke dalam tanpa bisa berbuat apa-apa, sementara laki-laki bertato itu berdiri menghadapi meja dengan pisau terhunus. Tiba-tiba dirobeknya kucing bengkok yang pertama dengan pisau yang tajam.
Setelah itu menyusul kucing kedua dan ketiga. Matanya menatap kucing-kucing mainan yang sudah robek, lalu menyerakkan kapuk pengisi tubuh mainan itu di atas meja. Tangannya bergerak-gerak dengan gugup. meraba-raba kapuk serta kain pelapis. Napasnya terdengar memburu. Pisaunya dilepaskan, sedang ia sendiri menghenyakkan tubuhnya ke kursi. Matanya menatap sengit ke arah ketiga kucing bengkok yang sudah tercerai berai.
"Barang yang dicari tidak ditemukan olehnya!" bisik Bob.
"Betul," kata Jupiter sependapat, "tapi yang dicarinya itu ada di dalam kucing-kucing yang dicari - atau dalam tubuh salah satu di antaranya. Dan itu berarti, pada kucing nomor lima. Kucing yang ada pada Billy Mota! Jika kita cepat-cepat, mungkin bisa mendahului - "
"Awas, Jupiter! Ia keluar!" seru Andy dengan suara tertahan. Laki-laki bertato itu berdiri lagi dengan cepat. Matanya menatap marah ke sekeliling ruangan. Kemudian diambilnya topi yang tersampir di kursi.
"Cepat, ke semak-semak itu!" seru Jupiter dengan suara pelan.
Ketiga remaja itu cepat-cepat lari berlindung di balik semak kembang sepatu. Mereka bertiarap di bawah bayangannya. Terdengar bunyi pintu depan ditutup. Laki-laki bertato itu bergegas-gegas mengitari rumah, menuju ke belakang. Ia sama sekali tidak memandang ke arah semak di mana anak-anak bersembunyi, melainkan terus menuju ke lorong belakang. Ia lenyap dari penglihatan sesaat. Kemudian terdengar bunyi pintu mobil dibuka, lalu ditutup lagi, disusul bunyi mesin yang dihidupkan. Mobil kecil berwarna biru melesat ke luar lewat belakang.
"Ia hendak mengambil kucing bengkok yang kelima, Satu!" kata Bob menduga.
"Mungkin kita bisa menyusulnya," kata Andy.
"Naik sepeda?" kata Bob. "Chelha­ Place itu letaknya paling sedikit lima mil dari sini, Andy! Dekat lokasi pasar malam kalian!"
Ketiga remaja itu berpandang-pandangan dengan sikap putus asa.
"Ia pasti berhasil memperoleh kucing bengkok yang kelima," keluh Bob, "dan kita tidak bisa merintanginya."
"Begitulah," Jupiter sependapat ia keluar dari bawah semak kembang sepatu lalu menatap rumah kecil itu dengan suram. Tapi kemudian matanya bersinar-sinar. "Atau barangkali masih bisa! Coba lihat kawat-kawat itu! Di rumah itu ada telepon!"
Dengan segera penyelidik pertama itu lari menuju pintu depan. Ternyata terkunci.
"Lewat jendela!" seru Andy. Anak pasar malam itu mencoba membuka salah satu jendela ruang duduk. Ternyata bisa! Jendela sorong itu dinaikkannya ke atas. Ketiga remaja itu bergegas masuk lewat situ.
"Cari pesawat telepon itu," desak Jupiter. "Aku tahu di sini ada, kalau dilihat dari kawat-kawat yang terentang kemari."
"Itu dia, Jupe," kata Andy sambil menuding ke lantai di sudut ruangan.
Jupiter menyambar alat bicara pesawat itu, lalu mendekatkannya ke telinga. Air mukanya langsung menampakkan rasa kecewa. "Mati," katanya singkat.
"Bagaimana sekarang?" tanya Bob.
"Aku tidak tahu," kata Jupiter lesu. "Mungkin jika kita cepat-cepat naik sepeda ke sana, kita masih belum terlambat , jika tidak ada orang di rumah saat laki-laki bertato tadi tiba di situ," sambungnya dengan semakin lesu.
"Ia pasti akan masuk dengan paksa, Jupe," kata Bob.
"Di dekat-dekat sini pasti ada telepon umum, Jupe!" kata Andy.
Jupiter mengerang. "Aduh, tentu saja! Mestinya aku tadi - " Penyelidik pertama bertubuh gempal itu tidak menyelesaikan kalimatnya.
Anak-anak mendengar bunyi langkah pelan dan berhati-hati. Datangnya dari luar, dan mendekat dengan pelan-pelan. Ketiga remaja itu berdiri seperti terpaku karena takut, sementara bunyi langkah itu semakin mendekat. Bob merunduk, lalu merayap dengan hati-hati ke salah satu jendela sebelah depan. Ia mengintip sebentar ke luar, cepat-cepat menunduk lagi lalu kembali. "Orang bertato itu datang lagi!"
"Cepat, lewat jendela!" desak Andy sambil berbisik.
"Tidak ada waktu lagi," ujar Bob ketakutan.
"Kalau begitu ke kamar sebelah. Cepat!" kata Jupiter memutuskan dengan tergopoh-gopoh.
Mereka sampai bertubrukan karena ingin cepat-cepat lari ke kamar sebelah belakang. Andy sampai paling dulu, disusul oleh Bob dan Jupiter. Ruangan itu sempit dan kosong. Juga gelap gulita, karena jendela-jendelanya yang dari kayu ditutup semua. Pintu cepat-cepat ditutup. Ketiga remaja itu berdiri di situ sambil menahan napas. Mereka mendengar bunyi pintu luar terbuka, lalu ditutup lagi. ­Setelah itu sunyi.
Tiba-tiba ada orang tertawa dengan suara parau. Orang itu sudah berdiri di balik pintu ruang belakang yang tertutup. Tertawa yang tidak enak kedengarannya. Bernada jahat!
"Jadi kalian anak-anak cerdik, ya? Yah - kalian tidak boleh sampai terlalu cerdik, karena itu bisa berbahaya bagi kalian sendiri!"
Ketiga remaja itu berpandang-pandangan dengan perasaan kecut.
Dari balik pintu terdengar suara tertawa lagi. "Kalian sangka aku tadi tidak melihat kalian mengintip lewat jendela, ya? Kalau ingin menipu diriku, kalian harus jauh lebih cerdik lagi. Aku tadi melihat kalian. Kalian itu tiga sekawan konyol. Aku menghentikan mobil lagi agak jauh dari sini pun tidak kalian dengar. Nah - sekarang kalian punya banyak waktu untuk merenungkan kekonyolan kalian!"
Setelah itu terdengar bunyi kunci diputar, disusul bunyi logam bergeser. Pintu ruang belakang itu digerendel! "Nah - dengan begini kalian tidak bisa lekas keluar," kata suara parau itu lagi. "Tapi kuperingatkan saja - jika nanti berhasil keluar, jauhi aku!" Ucapan itu tidak diiringi suara tertawa lagi.
Anak-anak mendengar bunyi langkah menjauh, lalu pintu depan ditutup dengan keras. Setelah itu kesunyian menyelubungi rumah kecil itu.
"Jendela," kata Jupiter tanpa gentar. Ia meraba-raba dalam gelap, menuju ke jendela.
Daun jendela kaca sorong diangkat ke atas. Setelah itu dicobanya membuka tudung jendela. Tapi tidak jadi.
"Jendela ini berterali besi," katanya. "Rupanya ruangan ini oleh tukang jam yang dulu tinggal di sini dijadikan tempat penyimpanan!"
"Buka tudung jendela, lalu kita berteriak," kata Bob. Ketiga remaja itu berteriak-teriak ke arah luar. Tapi tidak ada yang datang. Rumah kecil itu letaknya jauh dari jalan raya. Sedang rumah-rumah di seberang lorong belakang agak jauh, di jalan yang berikut.
Setelah berteriak-teriak beberapa saat, Andy duduk di lantai. Saat itu ia melihat sesuatu yang nampak remang-remang diterangi cahaya suram yang masuk lewat jendela.
"Lihat - itu ada pintu lagi," serunya.
Mereka tidak melihatnya tadi, karena ruangan gelap gulita ketika jendela belum dibuka. Jupiter lari ke pintu yang ada di sebelah belakang ruangan. Ternyata dikunci rangkap. Daun pintunya tebal.
"Kita terkurung, teman-teman - dan laki-laki bertato tadi kini pasti akan berhasil memperoleh kucing bengkok yang kelima!" keluh Andy. "Kita tidak berdaya lagi."
"Belum tentu!" kata Jupiter tiba-tiba. "Kau melupakan alat pemberi isyaratku. Pete pasti akan melihat lampu merah pada alatnya menyala, lalu datang kemari dengan bantuan pengindera arah."
Penyelidik pertama bertubuh gempal itu mengeluarkan instrumen kecil bikinannya sendiri, lalu mendekatkan mulutnya ke situ.
"Tolong," katanya. "Tolong." Instrumen kecil itu mulai mendengung pelan. "Lampunya hanya menyala pada instrumen yang menerima isyarat," kata Jupiter menjelaskan.
Ketiga remaja itu menatap instrumen pemberi isyarat yang mendengung. Mereka bertanya-tanya dalam hati, apakah Pete melihat panggilan minta tolong itu.
***
Pete menggigil di tempat duduknya, di tengah kerangka penyangga landasan rel kereta luncur. Angin dingin bertiup kencang dari arah pegunungan. Gerbang-gerbang keluar pasar malam hampir tidak bisa dilihatnya lagi, karena pada hari yang mendung itu kegelapan cepat sekali datang menyelubungi. Orang-orang yang dilihat Pete keluar tadi belum ada yang kembali. Padahal tidak sampai sejam lagi pasar malam akan dibuka.
Ke manakah orang-orang pasar malam yang dilihatnya pergi tadi?
Dan mana Jupiter, Bob, dan Andy?
Andy mestinya kan sudah ada di stand-nya sebelum pasar malam dibuka! Dan bukan kebiasaan Jupiter atau Bob untuk pergi selama itu, tanpa setidak-tidaknya mengirim pesan. ­Pete gelisah. Kadang-kadang ia merasa jengkel terhadap kebiasaan Jupiter untuk merahasiakan rencananya, supaya kawan-kawannya kemudian terkagum-kagum. Pete tahu, itu hanya karena kegemaran Jupe pada hal-hal yang dramatik. Tapi kebiasaan itu sudah beberapa kali mengakibatkan anak-anak terjebak dalam kesulitan.
Pete tidak ingin meninggalkan tempat tugasnya. Tapi perasaannya kurang enak. Ia turun dari kerangka landasan rel kereta luncur, lalu bergegas-gegas melintasi kompleks bekas taman hiburan itu. Mulut raksasa tertawa yang merupakan jalan masuk ke Istana Kocak seakan-akan mengejek Pete, ketika remaja itu lewat di depannya, menuju lubang di pagar tempat ia masuk tadi. Di pasar malam, selubung kotak-kotak penumpang Roda Raksasa mulai dibuka satu-satu. Musik korsel yang bernada riang sudah terdengar.
Andy Carson tidak ada di stand-nya. Pete menggigit-gigit bibir. Di manakah teman-temannya?
Ia menduga bahwa Jupiter pasti mengajak mereka mendatangi orang yang hendak membeli kucing-kucing bengkok.
Tapi di manakah tempat orang itu?
Firasat Pete mengatakan ada sesuatu yang tidak beres. Jika teman-teman nanti kembali ke pasar malam, mereka tentunya memperkirakan akan menjumpainya di pos pengamatan. Mungkin mereka ingin mendengar laporannya dengan segera. Jika ia meninggalkan posnya dan mencari mereka, ada kemungkinan mereka nanti berselisih jalan. Tapi jika mereka memerlukan bantuan, ia-
Saat itu Pete teringat pada alat pengindera arah dan pemberi isyarat darurat buatan Jupiter!
Ia buru-buru merogoh kantungnya, mengambil instrumen kecil itu. Pete menatapnya. Tapi alat itu tidak berbunyi. Lampu merah tanda bahaya yang ada di situ tidak menyala.


Bab 12 Manusia Lalat
JUPITER disapa oleh Andy, yang masih tetap duduk di lantai ruang belakang yang terkunci di rumah kecil itu. "Seberapa jauhkah jangkauan isyarat alat ini, Jupe?"
"Tiga mil," jawab Jupiter. Tiba-tiba ia mengeluh lagi. "Aduh - tentu saja, pasar malam kan hampir lima mil jauhnya dari sini! Pete takkan bisa menerima isyarat kita!"
Ketiga remaja itu berpandang-pandangan.
"Kalau kita berteriak-teriak, nanti pasti ada yang mendengar, teman-teman," kata Bob dengan nada yang dibuat-buat yakin.
"Tentu saja," kata Jupiter tegas. "Tapi sementara itu, kita sendiri harus mencari jalan keluar. Menurut para ahli, tidak ada ruangan yang benar-benar tertutup rapat. Selalu ada saja salah satu kemungkinan untuk keluar. Yuk - kita cari!"
"Tapi kita tadi kan sudah mencari, Jupe," kata Andy.
"Selalu ada saja kemungkinan bahwa lubang untuk meloloskan diri itu tidak terlihat," kata Jupiter. "Bob, kau memeriksa seluruh dinding untuk mencari tempat yang lemah - seperti di mana ada pipa yang menembus, atau begitu. Pokoknya apa saja! Aku akan memeriksa jendela dengan lebih cermat, sementara Andy sekali lagi meneliti pintu-pintu dan lemari dinding di sudut itu."
Andy dan Bob sebenarnya pesimis. Tapi mau tidak mau semangat mereka bangkit lagi, melihat Jupiter begitu gigih dan pantang menyerah. Mereka mulai mencari-cari lagi. Tapi dengan cepat Andy sekali lagi kembali pada kesimpulan bahwa tidak mungkin mereka bisa menembus pintu-pintu kokoh itu. Sedang Bob tidak menemukan tempat yang lemah di dinding.
"Cari terus, Teman-teman!" desak Jupiter. "Ruangan ini pasti ada kelemahannya."
Penyelidik pertama itu terus memeriksa jendela yang berterali, sambil sekali-sekali berteriak minta tolong ke luar. Bob merangkak, memeriksa dinding dekat lantai. Andy masuk ke lemari dinding yang di sudut. .
"Jupe! Bob! Coba lihat ini!" Anak pasar malam itu memegang selembar kertas ketikan yang ditemukannya dalam lemari itu.
"Ini jadwal lengkap pasar malam kami," katanya. "Seluruh rencana perjalanan dan pertunjukan di California."
"Kalau begitu laki-laki bertato tadi memang orang pasar malam!" kata Jupiter puas.
"Atau setidak-tidaknya membuntuti perjalanan pasar malam dengan seksama." kata Bob. "He, Andy," kata Jupiter, "kaukenalikah suaranya tadi? Kau tidak mengenali tato atau mukanya - tapi coba kauingat-ingat suaranya!"
"Tidak," kata Andy lambat-lambat. "Aku yakin belum pernah mendengar suara itu, Jupiter."
Jupiter berpikir sejenak. "Mungkin suaranya juga disamarkan - karena kedengarannya aneh."
Bob ikut memperhatikan kertas berisi jadwal pasar malam sebentar. Setelah itu ia mengacak-acak isi lemari panjang dan sempit itu, yang sebagian terisi dengan papan-papan dan kotak-kotak usang. Tiba-tiba ia keluar, membawa beberapa potong pakaian yang aneh. "Coba lihat ini. Aku menemukannya tergeletak begitu saja di lantai."
Ia menunjukkan semacam pakaian montir berwarna hitam. Tapi potongannya sangat ketat. Tudung kepala berwarna hitam yang juga ketat, dengan bagian muka terbuka. Sepasang sepatu kanvas hitam dengan sol karet yang aneh. Kelihatannya agak seperti mangkuk tempel yang melengkung. Jupiter mengerutkan kening.
"Kelihatannya seperti kostum, Bob," katanya. "Mungkin kostum karnaval -. tapi aku rasanya belum pernah melihat kostum seperti itu". Kau bagaimana, Andy?"
Andy menatap pakaian serba hitam itu dengan pandangan heran. Kemudian diambil lalu diteliti.
"Kostum apa itu, Andy?" tanya Jupiter.
Andy menggeleng. "Artis-artis kami tidak ada yang memakai kostum seperti ini, tapi - "anak pasar malam itu ragu-ragu. Ia menggeleng. "Aku tidak begitu yakin, tapi ini kelihatannya sangat mirip kostum yang biasa dipakai The Amazing Gabbo."
"The Amazing - siapa?" kata Bob dengan mata melotot.
"Gabbo," kata Andy. "Sewaktu aku masih kecil, langsung setelah ibuku meninggal- tapi sebelum aku ikut Nenek - ayahku menggabungkan diri selama beberapa waktu dengan rombongan sirkus kecil yang mangkal di dekat kota'Chicago. Waktu itu The Amazing Gabbo juga tampil di situ, selama beberapa hari. Kami tidak begitu mengenalnya, karena hanya sebentar saja ia di situ. Aku ingat padanya hanya karena ia ketahuan mencuri milik sirkus, dan karenanya dipecat. Kalau tidak salah ia kemudian terlibat dalam urusan yang lebih berat, lalu dihukum penjara."
"Penjara?" kata Jupiter cepat. "Kalau begitu mungkin ia pencuri. Apakah tampangnya seperti laki-laki bertato itu, Andy?"
"Aku tidak tahu, Jupe. Tapi kalau umurnya, memang kira-kira sebegitu. Cuma aku tidak ingat lagi bagaimana tampangnya. Ayahku kurasa juga tidak ingat. Maksudku tidak secara langsung. Kami boleh dibilang belum pernah melihat orang itu tanpa kostumnya yang khas."
"Dan kostumnya itu seperti ini?" tanya Jupiter.
"Ya, betul!" kata Andy sambil mengangguk. "Dan sepatu begini khusus dipakai Manusia Lalat dalam pertunjukan. Dengannya, dinding yang bagaimanapun hampir selalu bisa dipanjat."
Jupiter melongo. "Manusia Lalat?"
"Ya, Manusia Lalat! Itu nama pertunjukan yang diperagakan oleh Gabbo," kata Andy. "Ia -"
Tapi Jupiter sudah tidak memperhatikan keterangannya lagi. "Laki-laki tua yang mencoba merampas kucing bengkokmu kemarin malam - ia berhasil meloloskan diri dari lapangan buntu itu," katanya bersemangat. "Satu-satunya jalan yang mungkin ialah dengan cara memanjat pagar tinggi. Tak ada yang mampu melakukannya - barangkali kecuali artis terlatih, seperti Manusia Lalat!"
"Dan Gabbo menguasai teknik menjinakkan singa!" kata Andy.
"Tapi nanti dulu," sela Bob. "Andy tadi kan mengatakan bahwa ia tak mengenal laki-laki bertato itu!"
"Bisa saja ia menyamar, Bob," kata Jupiter. "Sekarang kita harus berusaha keluar dari sini! Jika ia berhasil memperoleh kucing yang penghabisan lalu melarikan diri, ada kemungkinan kita takkan bisa lagi melacak jejaknya! Ayo, kita berteriak minta lolong!"
Ketiga remaja itu berteriak-teriak lagi di depan jendela. Namun suara mereka menggema begitu saja, tanpa ada tanggapan.
***
Pete meluncur dengan sepedanya, memasuki pekarangan kompleks penimbunan barang bekas. Setengah jam yang lalu ia mengambil keputusan untuk mencari ketiga temannya. Tapi ketika di tengah keremangan senja itu ia memasuki pekarangan, hanya Konrad saja yang dilihatnya di situ. Pemuda Jerman itu sedang menurunkan muatan terakhir dari truk yang kecil.
"Kau selama ini melihat Bob atau Jupiter, Konrad?" seru Pete bertanya pada pembantu Paman Titus itu.
"Rasanya sudah lama aku tidak melihat mereka hari ini, Pete," jawab Konrad dengan sikap tak acuh. "Kenapa? Ada sesuatu yang terjadi?"
"Entahlah, aku -" Kalimat Pete tidak diteruskan, karena Konrad mengangkat tangannya yang kekar.
"Sebentar, Pete. Bunyi apa itu? Kedengarannya di dekat-dekat sini." Pemuda Jerman bertubuh besar itu celingukan, mencari-cari dengan sikap bingung. Pete memasang telinga. Kini ia juga mendengar bunyi aneh yang samar-samar itu. Bunyi dengungnya pelan yang memanjang. Kedengarannya dekat sekali - dari kantungnya!
"Itu bunyi isyarat!" seru Pete. Secepat kilat tangannya merogoh kantung, mengambil instrumen kecil yang ada di situ. Detik berikut matanya menatap lampu isyarat yang menyala merah.
"Konrad! Kawan-kawan dalam kesulitan!" serunya. Dengan cepat dijelaskan cara kerja alat pemberi isyarat itu.
"Cepat, Pete!" seru Konrad. "Kita cari mereka!"
Pemuda Jerman itu meloncat ke dalam kabin truk. Pete ditariknya ke tempat duduk samping. Sementara Konrad mengemudikan kendaraan meninggalkan pekarangan, Pete sibuk memperhatikan arah panah kecil penunjuk arah yang terpasang di instrumen buatan Jupiter.
"Ke kiri!" kata Pete memberi petunjuk ketika mereka sampai di tikungan pertama. "Ke kiri lagi - ya, dan sekarang lurus saja!"
Konrad mengemudikan truk dengan kecepatan tetap, sementara mata Pete tertatap pada panah penunjuk arah di instrumen pengindera itu. Truk tidak dapat dikemudikan lurus menurut arah panah penunjuk. Karenanya mereka terpaksa mengambil jalan berkelok-kelok, menuju sumber isyarat yang masuk. Pete tidak henti-hentinya memberi petunjuk pada setiap tikungan.
"Ke kanan, Konrad! Sekarang ke kiri, lalu ke kiri lagi. Sekarang ke kanan!"
Mengikuti pola tikungan yang berjenjang-Jenjang, truk yang dikemudikan Konrad semakin mendekati sumber isyarat.
"Isyaratnya sekarang sudah kuat sekali, Konrad!" seru Pete bersemangat.
Truk dibelokkan memasuki suatu jalan sepi, yang saat senja itu nampak lengang. Konrad melambatkan jalan truknya, sementara Pete celingukan memperhatikan kedua sisi jalan sepi itu. Tapi ia tidak melihat apa-apa. Diperhatikannya panah penunjuk pada instrumen.
"Datangnya dari sebelah kanan, Konrad - dan sudah dekat sekali!"
Konrad mencari-cari berkeliling.
"Aku tidak melihat apa-apa, Pete!" Nada suaranya cemas.
"Stop!" seru Pete. "Sekarang datangnya dari belakang kita. Isyaratnya melemah."
Dengan cepat Konrad menginjak pedal rem, sehingga roda truk berdecit-decit. Gigi persneling dimasukkan ke gerak mundur. Truk itu mundur pelan-pelan, menyusur jalan lengang itu. Pete menuding sebuah rumah kecil berdinding semen plesteran. Rumah itu terletak agak jauh dari jalan.
"Kurasa di rumah itu, Konrad!"
Konrad menghentikan truk dan sudah melon cat turun sebelum Pete selesai berbicara.
"Yuk, Pete - kita cari mereka!" teriak pemuda Jerman bertubuh kekar itu. Dengan cepat dilintasinya trotoar, menuju rumah kecil yang ditunjuk oleh Pete.
Pete lari menyusul. Pintu depan rumah dicapainya ketika Konrad mulai menggedor-gedor.
"Terkunci, Pete! Aku tidak mendengar apa-apa di dalam! Jika - "
Pemuda Jerman itu tidak menyelesaikan kalimatnya. Pete menatap pintu yang terkunci serta rumah yang gelap dan sunyi. Konrad mundur selangkah. Wajahnya penuh tekad, seakan-akan siap menerjang pintu.
Tapi Pete mencegah. "Tunggu, Konrad! Aku tahu cara mengetahui apakah mereka betul-betul ada di sini," katanya cepat.
Didekatkannya kepala ke instrumen kecil itu lalu berbicara, "Tolong. Tolong." Seakan-akan merupakan gema suaranya, seketika itu juga terdengar suara berteriak-teriak di belakang rumah.
"Tolong! Pete! Kami di belakang!" Pete ,dan Konrad bergegas mengitari rumah, menuju ke belakang. Tangan Konrad yang kekar menghajar daun pintu belakang. Dengan segera rintangan itu sudah didobrak olehnya. Beberapa saat kemudian ketiga remaja yang terkurung di belakang sudah cengar-cengir di depan Pete dan Konrad.
"Ketika melihat lampu merah pada alat kami menyala, dengan segera kami tahu bahwa kau ada di dekat sini, Pete!" seru Bob dengan gembira.
"Itu memang sudah kuperkirakan," kata Pete. "Tanda isyarat berfungsi "
Ia tertegun, karena saat itu nampak seorang laki-laki tua datang dari arah jalan. Orang itu kelihatannya marah. Ia bergegas sambil mengayun-ayunkan lengan.
"Kalian apakan rumahku!? teriak orang itu. "Kuadukan kalian ke pengadilan, karena merusak milikku!" Jupiter menghampiri laki-laki tua yang marah-marah itu.
"Maaf, Sir - pintu rumah Anda terpaksa didobrak, karena ada orang mengurung kami di dalam. Kami berteriak-teriak minta tolong, tapi tidak ada yang mendengar. Orang yang mengurung kami itu bertato, berkulit coklat tua. Iakah yang menyewa rumah ini, Sir?"
"Dikurung? Orang bertato? Apa sih, yang kauocehkan ini?" tukas laki-laki tua itu. "Rumah ini baru saja kusewakan tadi pada orang baik-baik. Orangnya sudah agak tua. Ia pedagang, dan sama sekali tak bertato. Siapa sih, yang perlu-perlunya mengurung kalian di sini? Omong kosong! Urusan ini harus kuadukan pada yang berwajib."
"Memang itu sebaiknya, Sir. Polisi perlu diberi tahu tentang kejadian ini," kata Jupiter sependapat. "Sebaiknya sekarang juga Anda melakukannya, Sir."
Laki-laki tua itu mengangguk dengan sikap bingung, lalu pergi lagi.
Jupiter menunggu sesaat, lalu bergegas ke truk. "Cepat, Teman-teman - mungkin masih ada waktu untuk menyelamatkan kucing bengkok yang kelima! Tolong naikkan sepeda-sepeda kami ke truk, Konrad - lalu kita ke Chelham Place, nomor 39. Cepat!"

Edit by: zhe (zheraf.wapamp.com)
http://www.zheraf.net

Bab 13 Nyaris
KONRAD membelokkan truk memasuki jalan yang dipagari pepohonan rimbun. Jauhnya dari tepi laut tidak lebih dari satu blok. Di kiri kanannya nampak rumah-rumah kuno yang besar-besar. Tapi anak-anak tidak melihat mobil biru di tepi jalan.
"Sudah kukira kita takkan berhasil mengejarnya, Satu," kata Bob lesu.
"Kalian tadi terlalu lama terkurung, Jupe," kata Pete sependapat.
"Masih selalu ada kemungkinan bahwa orang tadi tidak bisa segera sampai kemari." kata Jupiter berkeras. "Nomor 39 mestinya di ujung blok ini. Dan kelihatannya gelap!"
Rumah yang dimaksudkan berupa bangunan putih bertingkat tiga, di tengah pekarangan dengan pohon-pohon tinggi serta petak-petak tanaman bunga. Rumah itu gelap, seperti dikatakan oleh Jupiter. Sebuah mobil nampak di jalan masuk. Tapi bukan mobil kecil berwarna biru. Ketika truk yang ditumpangi anak-anak mendekati rumah lampu-lampu di situ menyala. Konrad memperlambat jalan kendaraan, lalu menghentikannya di depan rumah.
Tiba-tiba kesunyian senja dirobek suara seorang wanita yang menjerit, "Pencuri! Tahan dia! Polisi!" Konrad sudah membuka pintu truk, saat kendaraan itu belum sepenuhnya berhenti.
"Laki-laki bertato itu mestinya ada di situ!" seru Pete.
"Cepat, Teman-teman!" desak Jupiter. Mereka berlompatan turun, tapi Konrad sudah mendului.
Pemuda Jerman itu menyuruh mereka mundur. "Biar aku saja menghadapinya! Kalian di belakangku!"
Mereka berlari menuju rumah, di mana wanita tadi masih terpekik jerit. Tiba-tiba Pete berhenti. Ia menuding ke arah pepohonan di samping rumah.
"Itu!" serunya.
Semua melihat sosok gelap yang saat senja itu dengan cepat menuruni dinding rumah yang tegak lurus. Sementara mereka terpana, sosok itu merayap terus ke bawah, lalu meloncat ke tanah di tempat yang diterangi sinar lampu yang memancar ke luar dari jendela tingkat dasar. Sosok itu ternyata laki-laki bertato. Ia memanggul benda besar berwarna belang hitam-merah.
"Itu orangnya!" seru Bob. "Kucing bengkok berhasil diambilnya!"
"Berhenti, Pencuri!" teriak Andy marah.
Orang itu berpaling dengan cepat, mendengar teriakan Andy. Begitu melihat anak-anak serta Konrad, ia pun melesat lari ke arah belakang rumah lalu menghilang di tengah pepohonan yang ada di situ. Konrad berteriak dengan suara lantang, lalu mengejar dengan langkah-langkah panjang. Tapi laki-laki bertato itu masih lebih cepat. Ia sudah menghilang di jalan sebelah, sementara para pengejar masih berada di tengah pepohonan. Pete yang paling dulu sampai di jalan. Ia berdiri di situ sambil memandang tanpa daya, sementara yang lain-lain menghampiri. Semua menatap ke ujung blok, di mana mobil kecil berwarna biru meluncur dengan laju, lalu menghilang.
"Padahal tadi sudah hampir tertangkap!" keluh Pete.
"Dan kucingku yang penghabisan juga berhasil direbutnya!" seru Andy jengkel.
"Kita sudah mencatat nomor mobilnya," kata Bob bersemangat. "Polisi pasti bisa melacak dirinya!"
"Itu makan waktu, Bob," kata Jupiter dengan lesu. "Tapi mungkin saja karena terburu-buru tadi, ia meninggalkan salah satu petunjuk di dalam rumah! Yuk, kita harus cepat-cepat!"
Seorang wanita cantik berdiri di jenjang lebar di depan rumah besar bercat putih itu, ditemani seorang anak laki-laki yang berdiri di belakangnya. Mata wanita itu terbelalak ketakutan. Ditatapnya anak-anak serta Konrad yang datang menghampiri dengan sikap curiga.
"Kalian tahu siapa laki-laki jahat itu tadi?" tanya wanita itu.
"Ya, kami tahu, Ma'am," jawab Jupiter. "Orang Itu pencuri jahat yang kami kejar-kejar. Kami berhasil melacaknya sampai kemari. Tapi kami terlambat."
Wanita itu semakin terbelalak. "Kalian hendak menangkap penjahat yang begitu? Astaga! - Kalian ini kan masih anak-anak!"
Kening Jupiter berkerut karena jengkel. Sejak lama penyelidik pertama Trio Detektif itu sudah sebal menghadapi sikap kalangan dewasa yang beranggapan bahwa karena 'masih anak-anak', mereka tidak mungkin memiliki kecerdasan otak maupun kemampuan dan karenanya tidak perlu dianggap serius.
"Betul, kami memang masih anak-anak, Ma'am," kata Jupiter dengan sikap agak kaku, "tapi percayalah, pengalaman kami sudah banyak dalam menangani misteri dan kejahatan. Anda mestinya Mrs. Mota."
"Ya, betul," kata wanita itu. Ia nampak kaget. "Bagaimana kau bisa tahu namaku?"
"Kami mengetahui bahwa orang itu hendak kemari," kata Jupiter menjelaskan. "Tapi malang bagi kami, orang itu menyebabkan kami terlambat. Kami sebenarnya tidak mengira masih akan menjumpainya di sini. Tapi Anda kelihatannya baru saja pulang."
"Betul," kata Mrs. Mota sambil mengangguk. "Aku tadi keluar, bersama Billy. Kami baru saja pulang beberapa menit yang lalu. Billy langsung masuk ke kamarnya. Tahu-tahu ia berteriak minta tolong!"
Anak laki-laki yang umurnya paling banyak baru sepuluh tahun itu menimpali dengan bersemangat. "Orang itu tadi kulihat di tangga yang menuju ke tingkat tiga. Ia meloncat turun ketika melihatku, lalu merampas kucing bengkokku!"
"Ya, tentu saja - kau tadi membawa kucingmu itu," kata Jupiter. Seketika itu juga ia sudah mengerti. "Itulah sebabnya kenapa orang itu masih ada di sini! Kucing bengkok itu tidak ditemukannya di dalam rumah - jadi ia terpaksa menunggu!"
"Setelah merampas kucing mainan itu dari tangan Billy," kata Mrs. Mota melanjutkan penuturannya, "ia lari ke bawah. Tapi begitu melihatku, dengan cepat ia berbalik lalu bergegas naik ke tingkat tiga. Saat itulah aku berteriak-teriak minta tolong."
"Sedang orang itu memanjat keluar lewat jendela di tingkat tiga, lalu menuruni dinding!" sambut Pete.
"Seperti Manusia Lalat" kata Bob bersemangat.
"Billy," kata Jupiter, "apakah kau menemukan sesuatu pada kucing bengkok itu? Atau di dalamnya?" "Tidak," jawab Billy Mota. "Aku tidak begitu memperhatikan."
Anak-anak berpandang-pandangan dengan suram. Kucing bengkok yang terakhir jatuh ke tangan laki-laki bertato. Mereka berdiri di tengah keremangan senja, sambil berusaha memikirkan langkah selanjutnya yang masih bisa diambil.
"Ia sudah memperoleh apa yang diinginkannya," kata Bob. "Kita takkan mungkin bisa menemukannya lagi sekarang."
"Kita masih bisa minta agar nomor mobilnya dilacak," kata Pete dengan nada optimis.
"Tapi itu akan makan waktu, Dua - karena nomor itu harus dikirim ke Sacramento, ke pusat penyimpanan daftar pemilik nomor mobil," kata Jupiter. "Barangkali kita bisa -"
Kalimatnya dipotong oleh Konrad, yang selama itu membungkam. "Kita panggil polisi sekarang, Jupe." Jupiter mencoba membantah. "Tapi sampai saat - "
Konrad menggeleng dengan tegas. "Kita panggil polisi sekarang," katanya. "Paman Titus pasti juga akan begitu katanya. Wanita itu dirampok, rumahnya dimasuki secara paksa. Orang itu kurasa berbahaya. Kita tidak berhasil menyergapnya. Sekarang ini urusan polisi."
Bob sependapat dengan pemuda Jerman itu. "Kita takkan bisa menangkapnya lagi sekarang, Jupe."
"Sebaiknya kita hubungi saja Chief Reynolds, Satu," kata Pete menimpali.
Jupiter mendesah. Sikapnya berubah, menjadi lesu. "Kurasa kalian benar. Bolehkah kami meminjam telepon sebentar, Mrs. Mota?"
"Tentu saja boleh," kata wanita itu.
Semua berbondong-bondong masuk. Pembicaraan Jupiter dengan Chief Reynolds tidak berlangsung lama. Kepala Dinas Kepolisian Rocky Beach itu selalu menanggapi setiap laporan Trio Detektif dengan serius.
Jupiter sudah hendak meletakkan gagang telepon ke tempatnya kembali. "Katanya, ia akan segera datang dan -"
Jupiter menatap gagang telepon yang masih dipegangnya. "Andy! Telepon ayahmu di pasar malam! Tanyakan padanya, adakah salah seorang yang saat ini tidak hadir di sana!"
"Tidak hadir? Di pasar malam?" Kening Andy berkerut. "Kan sudah kukatakan tadi, Jupe - aku belum pernah melihat orang itu!"
"Kita sudah sependapat, bisa saja ia menyamar," kata Jupiter. "Kulit muka yang coklat mungkin saja cuma riasan, dan tato di lengannya bisa disembunyikan. Coba tanyakan, apakah semuanya hadir di sana!"
"Yah - baiklah," kata Andy dengan nada sangsi. "Tapi ayahku selalu sibuk sekali menjelang pasar malam dibuka, dan rasanya sukar mengetahui dengan pasti siapa yang ada dan siapa saja yang tidak!"
"Cobalah, Andy!" desak Bob. Andy menghampiri pesawat telepon, lalu memutar nomor telepon pasar malam. Ia mendengarkan selama beberapa saat, sementara pesawat berdering-dering.
"Ayah tidak ada di kantornya," kata anak pasar malam itu kemudian. "Kucoba saja kantor tempat penjualan karcis. Barangkali yang bertugas di situ bisa menemukan Ayah."
Andy masih sibuk menelepon, ketika di luar terdengar bunyi mobil polisi datang lalu berhenti. Chief Reynolds masuk ke dalam rumah, disertai beberapa orang bawahannya. Dengan cepat anak-anak menyampaikan laporan pada kepala polisi itu.
"Bagus," kata Chief Reynolds menanggapi. "Didukung keterangan kalian mengenai ciri-ciri orang itu serta nomor mobilnya, kita pasti bisa menangkap pencuri itu. Sekarang, tahukah kalian apa yang menyebabkan ia begitu berusaha memperoleh kucing-kucing bengkok itu?"
"Tidak, Sir," kata Bob terus-terang. "Tapi kucing-kucing itu mestinya sangat berharga, kalau melihat kegigihannya," kata Pete menimpali. "Menurut Jupe, isinya mungkin barang selundupan!"
Chief Reynolds mengangguk. "Itu dugaan yang sangat baik," katanya. "Akan kuperintahkan orang-orangku agar waspada, dan akan kuminta informasi dari patroli perbatasan tentang penyelundup yang saat ini mungkin sedang dicari-cari."
Setelah itu ia bergegas keluar, diikuti orang orangnya. Andy Carson masih terus berusaha menghubungi ayahnya di pasar malam. Jupiter memperhatikannya dengan gelisah. Dalam hati ia merasa kecewa karena terpaksa menghubungi Chief Reynolds, sebelum ia serta kawan-kawannya sempat menyelidiki apa sebabnya kucing-kucing bengkok itu begitu berharga.
"Kalau orang bertato itu awak pasar malam. sekarang ia pasti sudah pulang lagi ke sana," kata penyelidik pertama itu dengan nada lesu. "Kecuali jika sekali ini ia tidak bermaksud kembali," katanya menambahkan dengan nada optimis. "Coba terus, Andy!"
Andy mengangguk, lalu memutar nomor lagi. Sementara itu Chief Reynolds kembali ke dalam rumah. Langkahnya bergegas-gegas. Dihampirinya anak-anak dengan wajah serius.
"Secara tidak sengaja kalian menemukan jejak sesuatu yang lebih penting dari yang mungkin kalian duga!" katanya cepat. "Aku baru saja menerima laporan bahwa seseorang yang ciri-cirinya cocok dengan pencuri kucing itu - dengan tato dan lain-lainnya - dicurigai melakukan perampokan nekat terhadap sebuah bank. Kejadiannya baru saja minggu yang lalu! Pelakunya melarikan diri dengan membawa lebih dari seratus ribu dolar!"
"Di San Mateo, Sir?" seru Jupiter dengan cepat.
"Apa?" kata Chief Reynolds. Ditatapnya Jupiter. "Bagaimana kau bisa mengetahuinya, Jupiter?"
"Karena kebakaran di pasar malam waktu itu, Sir! Kejadiannya di San Mateo. Saya yakin, pencuri kucing itu pasti orang pasar malam. Mungkin ia secara tak sengaja menimbulkan kebakaran itu setelah melakukan perampokan. Atau bisa juga memang dengan sengaja, supaya ia bisa lebih mudah melarikan diri!"
"Itu tidak mungkin bisa kaupastikan dengan begitu saja, Jupiter," kata Chief Reynolds.
"Kalau dikatakan kebetulan, juga tidak mungkin, Chief," kata Jupiter berkeras. "Jika Anda mendatangi pasar malam, Anda tentu -"
"Ini ayahku!" seru Andy dengan tiba-tiba.
Semua terdiam, karena ingin mendengarkan pembicaraan itu. Andy berbicara dengan cepat lewat hubungan telepon. Semua menunggu dengan gelisah, sementara anak pasar malam itu mengecek siapa-siapa saja yang hadir di tempat hiburan itu. Chief Reynolds keluar lagi, karena dipanggil salah seorang bawahannya.
Sesaat kemudian nampak kepala Andy terangguk-angguk. "Ya, Yah. Aduh - maaf, ya! Tapi adakah yang tidak kelihatan di tempat tugasnya? Tidak? Baiklah. Ya, Ayah. Ya, sekarang ini juga!"
Andy meletakkan gagang telepon. "Semuanya ada di tempat masing-masing, Jupiter. Setidak-tidaknya semua - kecuali aku! ­Pasar malam sudah dibuka. Aku harus segera ke sana. Takkan sempat lagi aku makan malam."
Bob dan Pete terlonjak kaget. Air muka mereka kecut. "Astaga," keluh Pete, "kita pun lupa pulang untuk makan malam!"
"Pasti kita didamprat nanti, Jupe," kata Bob.
Wajah Jupiter pun langsung nampak agak pucat. Konrad terkekeh-kekeh, membayangkan kata-kata yang akan dilontarkan Bibi Mathilda pada Jupiter. Ketiga remaja itu tahu bahwa orang tua dan pengasuh mereka paling jengkel kalau mereka sampai terlambat pulang untuk makan -- tak peduli kesulitan apa yang sedang dihadapi dalam penyelidikan mereka.
Tapi Jupiter tidak ingin pulang, sebelum lebih banyak mendengar keterangan dari Chief Raynolds. Karenanya anak itu tetap di situ - walau dengan perasaan gelisah - sampai kepala polisi itu kembali. Ia mengangguk dengan sikap geram. "Kita tidak perlu pergi ke pasar malam, Anak-anak," katanya. "Mobil itu baru saja ditemukan orang-orangku, diparkir di jalan bebas hambatan, hanya empat blok saja dari sini. Kucing bengkok itu ada di dalamnya. Badan kucing mainan itu robek - tapi di dalamnya tidak ada apa-apa. Melihat jejak ban mobil yang nampak di rumput, kemungkinannya orang bertato itu dijemput mobil lain. Atau di situ sudah menunggu mobil lain. Pokoknya, kini kita harus menyiagakan unit-unit kepolisian di seluruh negara bagian. Kurasa, ia sudah berhasil mendapat apa yang diingininya, lalu cepat-cepat pergi meninggalkan Rocky Beach. Sebaliknya kalian pulang saja sekarang. Kami pasti berhasil membekuknya, tapi itu akan makan waktu."
Anak-anak mengangguk dengan sikap lesu. Mereka bergegas-gegas mengikuti Konrad ke truk. Kini mereka lebih cemas memikirkan keterlambatan mereka pulang, dibandingkan dengan terlepasnya pencuri kucing tadi dari tangan mereka. Tepatnya, Bob, Pete, dan Andy yang merasa cemas. Sedang Jupiter sibuk berpikir tentang soal lain. Tentang suatu hal yang menarik. Matanya bersinar-sinar. Tapi tidak ada yang memperhatikan.

Bab 14 Jupiter Menelusuri Fakta
KEESOKAN harinya Bob dan Pete terpaksa mendekam sehari penuh di rumah masing-masing, sibuk dengan berbagai tugas. Itu sebagai hukuman karena pulang terlambat. Mereka harus mengakui bahwa itu kesalahan mereka sendiri. Karenanya mereka juga bekerja tanpa mengomel-ngomel. Tapi sementara itu pikiran mereka sibuk terus dengan kegagalan mereka. Keduanya bertanya-tanya dalam hati, apakah sementara itu laki-laki bertato itu sudah tertangkap. Keduanya berulang kali berusaha menghubungi Jupiter lewat telepon. Tapi penyelidik pertama Trio Detektif tidak ada di rumah. Di Markas juga tidak.
Malamnya Bob makan cepat-cepat. Ayahnya memperhatikan sambil tersenyum.
"Menurut Chief Reynolds, kau bersama teman-temanmu kemarin malam hampir saja berhasil menangkap perampok bank," kata Mr. Andrews.
"Kami saat itu belum tahu bahwa ia perampok bank, Ayah," kata Bob menjelaskan. "Kami cuma membantu seorang anak dari pasar malam yang mengalami kesulitan."
"Menolong orang memang baik, Bob - dan aku tahu bahwa kalian tentu berhati-hati. Kata Chief Reynolds, kalian tidak melakukan perbuatan ceroboh atau berbahaya. Walau begitu aku kadang-kadang merasa cemas juga. Usahakan kau selalu waspada, Nak - dan pakai otakmu."
"Kata Jupiter, kalau persiapan baik, kita sudah separuh menang."
"Jupiter memang benar, seperti biasanya," kata Mr. Andrews mengomentari dengan wajah polos. "Sayang orang itu lolos. Kata Chief Reynolds ciri-cirinya sudah disebarkan ke seluruh wilayah California. Tapi sampai sekarang ia belum tertangkap."
Bob tidak bertambah gembira mendengar kabar itu. Dalam perjalanan dengan sepeda ke tempat Jupiter sehabis makan, ia menyadari bahwa ada kemungkinan itu akan merupakan kasus pertama yang tidak berhasil diusut sampai tuntas oleh Trio Detektif. Ketika masuk ke Markas Besar, ia masih disibukkan pikiran suram itu. Dilihatnya Jupiter ada di situ, menekuni setumpuk surat kabar serta sejumlah catatan dengan tulisan tangan.
"Sedang mengapa kau, Satu?" tanya Bob.
Penyelidik pertama itu menggelengkan kepala dengan cepat sebagai tanda bahwa ia jangan diganggu. Bob menanggapi sikap itu dengan sebal. Ia menyibukkan diri dengan mengamat-amati berbagai makhluk penghuni laut yang mereka kumpulkan sewaktu menyelam. Setelah itu dihampirinya periskop, lalu mengamat-amati pekarangan yang saat itu sudah mulai gelap.
"Kelihatannya Paman Titus memborong satu truk barang bekas lagi," katanya. Jupiter mendengus. Ia sudah tidak membaca lagi, dan kini duduk merenung dengan mata, terpejam.
Bob kembali menekuni periskop. "Nah - itu Pete datang!"
Sekali itu Jupiter diam saja. Mendengus pun tidak. Tidak lama kemudian Pete muncul lewat tingkap di lantai. Remaja itu menatap Jupiter yang masih tetap membungkam.
"Sedang ngapain dia itu?". tanya Pete.
"Jangan tanya aku," jawab Bob. "Otak komputer sedang bekerja."
"Untuk apa koran yang bertumpuk-tumpuk itu. Apa ia hendak menemukan laki-laki bertato itu dengan jalan memasang iklan di koran?"
Saat itu Jupiter menoleh. Matanya bersinar sinar. ­"Itu tidak perlu, Dua. Kurasa kau tahu di mana orang itu berada."
"0 ya, Jupe?" seru Bob. "Di mana?"
"Di mana ia berada selama ini - di Rocky Beach sini. Di pasar malam!"
Pete mendesah kecewa. "Aduh, Jupe - seperti dikatakan oleh Chief Reynolds, itu kan tidak pasti! Ia pernah dilihat di enam tempat yang bukan di sini!"
"Tepatnya, di tujuh tempat," kata Jupiter.
"Nah! Itu kan bukti bahwa ia tidak di sini," kata Bob.
"Malah sebaliknya, Bob," kata Jupiter dengan mantap. "Aku sejak tadi meneliti berita-berita koran mengenai orang itu. Tujuh orang melihatnya di tujuh tempat yang terpisah-pisah, ada yang sampai dua ratus mil! Karenanya aku berani mengatakan bahwa sebenarnya tidak ada orang melihatnya!"
Bob mengangguk. "Kesimpulanmu bisa kuterima, Jupe," katanya. "Tapi apa yang menyebabkan kau merasa yakin bahwa ia masih ada di Rocky Beach sini, dan tepatnya di pasar malam?"
Jupiter berdiri dengan cepat, lalu mondar-mandir dalam ruangan sempit itu. "Aku sudah membaca semua berita yang ada tentang perampokan bank itu. Berita yang kutemukan ada tiga. Dua dimuat di koran terbitan San Mateo sendiri, sedang satu dalam koran Los Angeles. Aku tadi siang juga sempat pergi ke San Mateo, sementara kalian harus bekerja bakti karena kemarin malam terlambat pulang."
"Jadi kau tidak harus bekerja tadi?" tukas Pete dengan sengit. "Padahal kau kan juga terlambat!"
"Aku juga harus bekerja," kata Jupiter sambil nyengir. "Tapi kebetulan sekali aku tahu bahwa di San Mateo ada sejumlah barang bekas menarik yang ditawarkan. Ketika hal itu kuceritakan pada Paman Titus, aku lantas disuruhnya membeli ke sana, bersama Hans dan Konrad."
Pete mendesah. "Memang ada orang yang selalu saja bernasib mujur," katanya. "Aku belum pernah bisa menghindari tugas bekerja di rumah."
"Lalu apa yang berhasil kauketahui tentang perampokan itu, Satu?" tanya Bob.
"Yah - " kata Jupiter bersemangat, "peristiwanya memang terjadi hari Jumat malam saat ada kebakaran di pasar malam itu! Setiap Jumat bank itu dibuka sampai pukul enam, uang disetorkan menjelang akhir pekan banyak sekali. Dan pasar malam dimulai lebih sore daripada biasanya! Sedang Jumat itu merupakan hari pertunjukan pasar malam yang penghabisan di San Mateo. Menurut rencana tenggah malam minggu mulai mengadakan pertunjukan di sini!"
"Wah!" kata Pete. "Saat yang betul-betul tepat apabila salah seorang awak pasar malam berniat hendak merampok bank lalu cepat-cepat minggat!"
"Tepat. Dua," kata Jupiter. "Perampok bank itu berpakaian serba hitam dengan tudung hitam yang rapat menutupi kepala, serta sepatu tenis berwarna hitam!"
"Kostum Gabbo!" kata Bob bergairah. Jupiter mengangguk. "Seluruh tubuhnya terselubung, kecuali lengannya," sambungnya. "Semua saksi mata sependapat mengenainya. Mereka melihat dengan jelas, karena sewaktu beraksi perampok itu menggulung lengan bajunya."
"Karena itulah mereka melihat tatonya," kata Bob.
"Betul, Bob," kata Jupiter. "Perampok itu memasuki bank pukul enam kurang lima menit. Ia menyergap seorang penjaga di situ, lalu menuju ke lemari besi yang sedang terbuka, di mana uang setoran ditaruh. Penjaga disanderanya terus, sampai ia sudah berada di luar lagi. Penjaga dipukul roboh olehnya. Lalu ia lari ke lorong di samping gedung bank. Sementara itu tanda bahaya sudah dibunyikan. Dalam beberapa menit saja polisi sudah datang dengan mobil."
"Tapi perampok itu berhasil meloloskan diri, Jupe?" tanya Pete tidak sabaran.
"Betul - tapi tidak diketahui dengan cara bagaimana!" kata Jupiter. "Polisi langsung mengejar ke dalam lorong itu. Mereka tidak menemukannya di situ. Padahal lorong itu buntu! Tidak ada jalan keluar lain dari situ, kecuali lewat depan. Lorong itu diapit dinding tiga bangunan tinggi. Jendela-jendela yang menghadap ke situ tinggi letaknya, dan semua terkunci. Walau begitu perampok tadi lenyap!"
"Persis seperti ketika kita mengejar laki-laki berkumis waktu itu!" kata Bob.
"Ia memanjat dinding," kata Pete. "Manusia Lalat! "
"Begitulah dugaanku," kata Jupiter sambil mengangguk. "Pihak kepolisian San Mateo dengan segera disiagakan untuk menggarap perampok itu. Tapi mereka tidak menemukan ­jejaknya - sampai secara kebetulan mereka mujur. Seorang polisi yang sedang bertugas patroli di depan lokasi pasar malam melihat orang banyak berdesak-desak hendak masuk ke pasar malam. Dengan segera ia datang untuk mengatur. Tahu-tahu ada seseorang yang memakai jas hujan terdorong sampai jatuh, sehingga jas hujannya terbuka. Polisi yang sudah mengenal ciri-ciri perampok bank itu melihat bahwa orang yang terjatuh itu memakai kostum ketat berwarna hitam di batik jas hujannya. Sekilas dilihatnya pula gambar tato di lengan orang itu!"
"Wah! Itu benar-benar mujur, Jupe!" seru Pete.
"Memang," kata penyelidik pertama sependapat, "tapi cukup banyak kasus kejahatan yang terbongkar karena kebetulan seperti itu, Dua. Pokoknya, laki-laki berjas hujan itu berhasil meloloskan diri di tengah orang banyak. Polisi tadi mendatangkan bantuan, lalu beramai-ramai mereka mengepung lokasi itu serta mulai bergerak maju. Mereka sudah yakin sekali bahwa perampok itu pasti akan tertangkap, tapi _ "
"Aku tahu," kata Bob dengan cepat. "Saat itu api mulai berkobar!"
"Betul," kata Jupiter dengan nada puas. "Hal itu sangat berbahaya, jadi polisi terpaksa ikut membantu memadamkannya. Ketika api akhirnya berhasil dipadamkan, pencarian perampok diteruskan. Tapi baik orang maupun uang yang dirampoknya lenyap. Walau begitu aku yakin bahwa ia masih ada di sana waktu itu!"
"Kenapa begitu , Jupe?" tanya Bob.
"Yah - perampok itu kan berhasil meloloskan diri dari kepungan polisi. Ia sudah selamat. Satu-satunya problem yang masih dihadapi ialah pergi dari San Mateo secara tidak ketahuan. Keluar begitu saja di pasar malam merupakan tindakan gila-gilaan - kecuali jika ia memang orang situ yang dari semula sudah merencanakan untuk lari dari San Mateo bersama rombongan pasar malam. Aku yakin bahwa rencananya merampok bank, lari dengan jalan memanjat dinding pembatas lorong, kemudian menyelinap kembali ke pasar malam, lalu menanggalkan samarannya. Rencana yang sederhana, tapi sangat aman."
"Cuma sial baginya, secara kebetulan ia dilihat polisi," sambung Jupiter. "Sedang ia memerlukan waktu untuk melepaskan samarannya. Karena itu ia menimbulkan kebakaran, yaitu untuk mengalihkan perhatian sehingga ia memperoleh waktu luang sedikit. Gagasan itu serupa dengan ketika ia kemudian melepaskan Rajah."
"Maksudmu, tampangnya ketika beraksi di dalam bank di San Mateo, lalu ketika kita beberapa kali melihatnya - itu semua samaran?" tanya Pete.
"Betul," kata Jupiter dengan sikap agak membanggakan diri. "Sewaktu di bank, lalu di rumah kecil di mana ia membeli kucing-kucing bengkok dari anak-anak, mukanya dirias sehingga nampak berkulit coklat. Atau kalau tidak, ia memakai topeng dari plastik. Rambutnya diubah warnanya. Mungkin pula bentuk hidungnya diubah Dan - tatonya palsu!"
Selama semenit Pete dan Bob terbungkam.
Setelah itu barulah Pete berseru, "Astaga! Padahal tato itulah yang paling diingat orang-orang yang melihatnya!"
"Begitu melihat rajahan di lengannya, ciri-ciri lain boleh dibilang dilupakan," Bob menimpali. "Kita sendiri juga begitu."
"Dan ia dengan sengaja berbuat begitu rupa sehingga tatonya terlihat jelas. Padahal jika tato itu asli, itu kan perbuatan yang ceroboh," kata Jupiter menandaskan. "Menurut dugaanku orangnya biasa-biasa saja, belum tua dan tidak berkulit coklat, dan tanpa rajahan pada lengannya! Dan aku yakin ia pasti The Amazing Gabbo. Hanya artis pasar malam yang berpengalaman saja yang bisa mengelabui Mr. Carson."
"Tapi di pasar malam itu kan tidak ditampilkan atraksi Manusia Lalat, Jupe," kata Pete.
"Memang tidak! Tapi penjahat itu takkan tampil dengan atraksinya yang sebenarnya. Artis pasar malam, kebanyakan menguasai lebih dari satu keahlian. "
"Dan menurut Andy, ayahnya tidak begitu mengenal Gabbo," kata Bob mengingatkan.
"Tepat," kata Jupiter. "Apalagi setelah berjumpa sebentar, Gabbo dipenjarakan. selama bertahun-tahun. Jika kemudian Gabbo selalu menyendiri dan hampir tidak pernah muncul di luar tanpa salah satu kostum, rasanya Mr. Carson takkan mungkin bisa mengenali orang itu lagi. Setiap artis mempunyai karavan sendiri-sendiri. Jika Gabbo bertukar pakaian di dalam, maka bisa saja ia umumnya hanya terlihat dengan kostum pertunjukannya."
"Mengenai kucing-kucing bengkok itu, Jupe," kata Pete. "Mau apa dia dengan segala mainan itu? Apakah uang hasil rampokannya ada di dalamnya?"
"Tidak, Dua," kata Jupiter. "Itu sama sekali tidak mungkin! Kurasa ada sesuatu di dalam salah satu kucing itu yang menunjukkan tempat di mana uang seratus ribu dolar itu berada. Atau kalau bukan petunjuk, mungkin juga sesuatu yang harus dipunyainya untuk mengambil harta curian itu. Mungkin peta kecil, anak kunci, suatu tanda pengenal, atau bisa juga karcis tempat penitipan barang."
"Jadi sesuatu yang disembunyikannya di dalam salah satu kucing bengkok saat terjadinya kebakaran di San Mateo itu, supaya ia bersih jika digeledah!" kata Bob memastikan.
"Wow", seru Pete, "dengan begitu semua sudah jelas."
"Tapi," kata Bob sambil berpikir-pikir, "jika ia sudah memperoleh apa yang diingininya dari dalam kucing bengkok, bukankah ia akan dengan segera pergi mengambil uang hasil rampokannya? Jadi seperti yang diduga oleh Chief Reynolds. Masa ia masih mau lama-lama tinggal di sini!"
"Tidak! Maksudku ya - ia pasti memutuskan lebih baik tetap berada di pasar malam, Bob," kata Jupiter dengan sikap yakin. "Kenyataannya ia akan aman jika tetap berada di situ, jika tidak ada yang tahu bahwa ia orang pasar malam, dan bagaimana tampangnya yang sebenarnya. Ia tidak menduga ada orang yang menebak bahwa ia ada di sana. Ia mestinya- tahu bahwa saat ini polisi mencari-cari dirinya. Dan kecuali itu ia tentunya juga sadar bahwa jika ia pergi dari pasar malam, hal itu malah akan menyebabkan perhatian tertuju pada dirinya. Tidak - baginya paling baik jika ia tenang-tenang saja di tempatnya! Setidak-tidaknya sampai pasar malam sudah meninggalkan Rocky Beach. Atau kalau tidak, sampai sudah ditutup."
"Nah," kata Pete, "jika dugaanmu benar, ia tentunya takkan berbuat apa-apa lagi di pasar malam. Ia takkan menimbulkan kerugian lebih jauh."
"Betul," kata Jupiter tegas. "Dapat kita katakan dengan pasti bahwa mulai sekarang takkan ada lagi kejadian aneh di sana. Dan sebentar lagi atraksi-atraksi di sana akan dibuka. Sudah waktunya bagi kita untuk menangkap perampok itu! Kita bawa alat pemberi isyarat kita, untuk berjaga-jaga. Yuk - kita berangkat!"
Ketiga remaja itu keluar lewat Lorong Dua, lalu berangkat dengan sepeda ke pasar malam. Saat itu hari sudah senja. Angin dari arah gunung mulai terasa kencang tiupannya. Ketiga remaja itu menaruh sepeda-sepeda mereka di dekat lokasi ­pasar malam. Lalu mereka menggabungkan diri dengan pengunjung yang saat itu sudah mulai membanjir ke arah gerbang masuk. Tiba-tiba di sebelah depan terdengar suara ribut-ribut. Orang-orang di sekitar ketiga remaja itu berlarian menuju pasar malam.
"Ada sesuatu yang terjadi di pasar malam!" seru Jupe.
"Kedengarannya seperti kecelakaan!" kata Bob.
Sambil berlari mata Jupiter terkejap-kejap. "Mustahil ada kecelakaan lagi! Aku tahu bahwa kesimpulanku benar!"

Bab 15 Perampok Beraksi!
MEREKA menerobos kerumunan orang-orang yang menonton. Ternyata korsel roboh, miring menyentuh tanah. Mr. Carson berteriak-teriak mengatur para pekerja. Ketika menjumpai Andy, Jupiter beserta kedua temannya melihat anak itu sedang menatap korsel dengan sikap putus asa.
"Apa yang terjadi, Andy?" tanya Pete.
"Kami tidak tahu, Pete," jawab anak pasar malam itu dengan nada gugup. "Ketika korsel bergerak - siap untuk putaran pertama tahu-tahu dari mesin nampak asap mengepul. Korsel miring, lalu roboh! Tiga kuda tunggangan patah. Itu - lihat saja sendiri!"
Para pekerja sibuk bekerja dengan pengungkit untuk mengembalikan landasan korsel pada posisi datar. Beberapa pekerja lainnya memaku kuda-kuda tunggangan yang patah. Sedang Mr. Carson berusaha membetulkan mesin yang masih berasap. Ia meluruskan badannya untuk menyeka keringat yang membasahi kening, sementara qerombolan artis mengerumuninya sambil marah-marah.
"Masih berapa kecelakaan lagi yang harus kita alami, Carson?" tanya Khan.
"Peralatan Anda tidak terawat baik," tukas The Great Ivan. "Kami semua tidak bisa tenang."
"Peralatan kita beres," kata Mr. Carson. "Kalian kan tahu sendiri."
"Korsel kan tidak gampang rusak," kata badut jangkung yang berwajah sedih. "Itu merupakan pertanda buruk. Pertunjukan sial ini harus kita tutup!"
"Ini memang pertunjukan yang membawa sial!" kata artis penelan api "Mungkin lepasnya Rajah memang merupakan kecelakaan ketiga - dan sekarang sudah dimulai rentetan tiga kecelakaan selanjutnya!"
Para artis yang berkerumun menggumam sambil mengangguk-angguk tanda sependapat.
"Kita harus menutup pertunjukan ini. Mr. Carson," kata seorang akrobat.
"Ya - dengan segera, setelah pertunjukan malam ini usai!" kata badut yang jangkung.
"Bagaimana Anda masih bisa terus?" tanya Khan. "Mana mungkin Anda membayar upah kami tanpa atraksi korsel, dan - "
Selama itu Mr. Carson hanya berdiri saja sambil memandang bingung ke arah para artis yang berkerumun. Kemudian pekerja yang bekerja bersamanya membetulkan mesin korsel mendongak, mengatakan sesuatu pada majikannya. Mr. Carson nampak cemas. Tapi ketika memandang para artis yang masih berkerumun, ia tersenyum, "Dalam waktu satu jam korsel akan sudah bisa berjalan lagi," katanya. "Yang rusak cuma bantalan yang aus, dan karena itu terbakar. Sekarang kita teruskan pertunjukan kita!"
"Pasti nanti akan ada kejadian yang lebih gawat lagi," kata badut jangkung yang bertampang sedih "Aku tahu pasti!"
Tapi kebanyakan artis lainnya sudah tersenyum kembali. Mereka mengangguk dengan lega, lalu bergegas ke tenda dan stand masing-masing. Khan yang paling belakangan pergi.
"Pasar malam ini berbahaya, Carson," kata manusia baja itu dengan nada memperingatkan, "Terlalu sering terjadi kekeliruan dari kecelakaan. Sebaiknya Anda tutup saja."
Setelah itu Khan melangkah pergi, diikuti oleh Mr. Carson dengan pandangan. Setelah itu ayah Andy berpaling pada anak-anak. Matanya membayangkan kegelisahan. Mereka tahu bahwa ia sedang cemas. Seluruh masa depannya terletak di pasar malam itu. Begitu pula masa depan Andy.
"Akan bekerja lagikah mereka, Ayah?" tanya Andy. "0 ya! Orang pasar malam merupakan manusia periang. Mereka bisa dengan cepat melupakan kesulitan - selama tidak ada kecelakaan lagi."
"Korsel sudah beres kembali?" tanya Andy.
"Ya, Andy," kata Mr. Carson dengan wajah suram. "Bukan itu yang menggelisahkan perasaanku. Montir tadi mengatakan ada yang mengutik-utik bantalan sumbu dan melonggarkan baut-baut. Jadi ketika bantalan macet, baut-baut pasti akan melenceng. Itulah yang tadi menyebabkan landasan korsel ambruk."
"Maksud Anda itu tadi sabotase, Mr. Carson?" kata Bob kaget
"Ya, betul," kata Mr. Carson. "Aku harus minta maaf pada kalian bertiga. Nampaknya memang ada orang yang ingin membuat pasar malam ini bangkrut."
"Mungkin juga tidak, Sir!" potong Jupiter dengan cepat. "Barangkali perampok bank. itu yang menyebabkan segala kesulitan yang menimpa Anda ini!"
"Perampok bank?" Mr. Carson melongo sesaat. "Maksudmu perampokan yang terjadi saat malam terakhir pertunjukan kami di San Mateo?"
"Betul, Sir!" kata Jupiter dengan nada yakin. "Kurasa perampok bank itu awak pasar malam anda!"
Mr. Carson tersinggung. "Itu mustahil!" tukasnya. "Polisi sudah pernah memeriksa, tapi tidak menemukan siapa-siapa."
"Karena ia menyebabkan kebakaran yang waktu itu, Sir," kata Jupiter menyambung dengan cepat. "Ia melakukannya dengan tujuan agar ada waktu baginya untuk membuka samarannya, serta menyembunyikan sesuatu dalam badan salah satu kucing bengkok! Itulah alasannya kenapa ia sekarang begitu sibuk berusaha memperoleh kucing-kucing mainan itu."
"Tidak mungkin, Jupiter," bantah Mr. Carson. "Orang kami tidak ada yang tampangnya seperti orang yang dicari-cari polisi San Mateo. Orang kami tidak ada yang bertato."
Saat itu Pete menyela. "Kata Jupe, orang itu selalu menyamar, kecuali di sini! Bahkan tato itu juga palsu."
Mr. Carson menatap anak-anak silih berganti. "Yah - kurasa itu mungkin saja, tapi siapa –"
Jupiter memotong lagi. "Kurasa aku sudah tahu siapa orang itu, Sir! Dari caranya meloloskan diri, begitu pula beberapa potong pakaian yang kami temukan, ditambah dengan keterangan Andy, aku yakin bahwa perampok itu The Amazing Gabbo!"
"Gabbo?" Wajah Mr. Carson nampak aneh, sementara ia mengamat-amati anak-anak.
"Betul, Sir!" sambung Jupiter. "Kata Andy, Anda tidak begitu mengenal wajah orang itu. Kurasa jika Anda"
"Tidak, Jupiter," kata Mr. Carson memotong, sambil mengangkat tangannya. "Logika dan penarikan kesimpulan kalian benar-benar hebat. Bahkan sengat mengesankan! Tapi ketika aku mendengar keterangan polisi tentang cara perampok itu meloloskan diri dari lorong buntu, aku dengan segera teringat pada Gabbo - begitu pula bahwa ia pernah dihukum karena salah satu kejahatan. Kusadari waktu itu bahwa bisa saja ia menyembunyikan diri di pasar malamku, dan aku takkan mengenali dirinya - kecuali jika aku tahu ia ada di sini, dan karenanya dengan sengaja mencarinya. Dan itu kulakukan. Kuamat-amati semua artisku - ketika sedang tidak mengenakan kostum!"
Jupiter tergagap. "Anda - Anda sudah meneliti, Sir?"
"Betul, Jupiter," kata Mr. Carson dengan ramah. "Tapi tak seorang pun di antara mereka mirip dengan Gabbo. Lagi pula, kebanyakan jauh lebih tua daripada artis itu. Tidak! Jika perampok itu orang pasar malamku, itu akan menjelaskan peristiwa kebakaran serta lepasnya Rajah. Tapi tidak bisa menjelaskan matinya kuda-kuda poni se­ingga atraksi itu terpaksa dihapuskan. Dan alasan apa yang mendorong perampok itu untuk merusak korsel sekarang?"
Tampang Jupiter suram. "Rusaknya korsel tadi merupakan perkembangan yang mengganggu, Sir," katanya mengaku.
"Sayang - tapi aku lebih cenderung menduga bahwa ada orang yang hendak menghancurkan pasar malam ini - mungkin nenek Andy dari pihak ibunya," kata Mr. Carson dengan nada sedih. "Aku sependapat bahwa orang yang menguber kucing-kucing bengkok itu pasti perampok bank. Tapi ia pasti orang luar dan aku yakin bahwa kita takkan melihatnya lagi. Dari cerita kalian tadi, orang itu sudah memperoleh apa yang diingininya. Tidak ada alasan baginya untuk merusak korsel."
"Ya - rasanya memang tidak ada, Mr. Carson," kata Pete.
"Walau begitu aku minta pada kalian agar tetap waspada - siapa tahu, mungkin kalian berhasil mengetahui siapa sebenarnya yang menyebabkan terjadinya segala kecelakaan ini. Aku harus kembali ke tugasku. Tapi kalian boleh berkeliaran dengan bebas ke mana saja dalam kompleks pasar malam ini. Asal berhati-hati saja!"
"Baiklah, Yah," kata Andy berjanji.
Mr. Carson mengangguk sambil tersenyum, lalu kembali mengawasi pekerjaan pembetulan korse Anak-anak berpandang-pandangan.
Jupiter menggigit-gigit bibir bawahnya. "Aku tadi yakin sekali bahwa aku benar," katanya berkeras.
"Tapi Mr. Carson benar, Satu," kata Bob. "Tidak ada alasan sama sekali bagi perampok itu untuk merusak korsel."
"Ia sekarang mestinya sudah ratusan mil jauhnya dari sini," Andy menimpali.
"Mungkin," kata Jupiter. "Tapi katakanlah bahwa itu tidak demikian, Teman-teman. Katakanlah, ia masih ada di sini. Ada dua kemungkinan alasan yang mendorongnya untuk merusak korsel. Mungkin ia menghendaki agar pasar malam ditutup, supaya kepergiannya nanti dari sini tidak menyolok. "
"Tidakkah perbuatannya itu terlalu dini, Jupe?" tanya Andy. "Maksudku, ia pasti menunggu dulu sampai suasana sudah agak lebih tenang."
"Itu betul," kata Jupiter sependapat. "Tapi bagaimana jika ia belum berhasil menemukan apa yang dicari di dalam kucing-kucing mainan itu? Kau yakin bahwa kucing bengkokmu semula hanya ada lima, Andy?"
"Ya, aku yakin, Jupe. Kucingku ada lima, ketika kami membuka pertunjukan di sini."
"Aku ingin tahu..." kata Jupiter sambil merenung, "mungkinkah apa yang dicarinya itu terjatuh dari dalam kucing bengkok? Atau jangan-jangan memang bukan di dalam salah satu mainan itu. Kalau begitu, mungkin di dalam gerobak peralatanmu! Apakah gerobakmu itu sekarang ada di stand senapan, Andy?"
"Tentu saja, Jupe. Kau kan tahu, aku selalu menaruhnya di situ, supaya gampang kuawasi."
"Tapi kau sekarang kan tidak mengawasinya?" kata Jupiter lagi. "Kau ada di sini, karena korsel rusak!"
"Maksudmu ia mengalihkan perhatian kita lagi?" seru Pete.
"Kenapa tidak mungkin? Dua kali sebelum ini siasatnya itu berhasil," kata Jupiter. "Kerusakan pada korsel ternyata sepele. Jika ada orang yang berniat hendak menyebabkan pasar malam terpaksa ditutup, tidakkah kerusakan akan dibuatnya lebih parah? Cepat, Teman-teman - kita ke gerobak Andy!"
Dengan cepat tapi secara diam-diam keempat remaja itu beranjak meninggalkan korsel, menuju stand ketangkasan menembak. Pengunjung pasar malam sementara itu sudah semakin ramai. Anak-anak berjalan mengitar di tengah orang banyak, menuju sisi belakang stand. Begitu sampai di tempat yang remang-remang itu mereka langsung melihat boneka-boneka, berbagai permainan, serta hadiah-hadiah kecil lainnya berserakan di tanah.
"Gerobakku dibongkar!" bisik Andy. "Itu!" kata Bob sambil menuding.
Sesosok bayangan gelap nampak melesat dari belakang gerobak. Bayangan seseorang yang lari melintasi lapangan terbuka di belakang deretan stand dan tenda pasar malam, menerobos lubang yang ada pada pagar sementara, menuju taman hiburan yang sudah ditutup.
"Kita kejar dia!" kata Jupiter.

Bab 16 Pengejaran di Tengah Kegelapan
"ITU di sana!" kata Pete lirih. "Ia menerobos pagar!"
"Jangan sampai kita terlihat olehnya," bisik Jupiter.
Keempat remaja itu menyusup satu demi satu lewat lubang pagar. Kini mereka berada di pelataran bekas taman hiburan. Tempat itu gelap dan sunyi. Kerangka landasan rel kereta luncur yang sudah reyot menjulang tinggi di atas kepala mereka, diterangi bulan yang sudah terbit. Angin kencang yang menghembus dari gunung ke laut menyebabkan kayu-kayu tua dari kerangka itu berderak-derik menyeramkan.
"Aku tidak melihatnya lagi," kata Bob dengan suara pelan.
"Tunggu," bisik Jupiter. "Kita dengarkan sebentar."
Sambil merunduk di balik bayangan pagar tinggi keempat remaja itu memasang telinga. Musik gembira dari korsel yang sudah selesai dibetulkan terdengar samar, seolah-olah tempatnya jauh ­sekali di luar pagar. Tidak ada yang nampak bergerak di dalam kompleks bekas taman hiburan Di sebelah kiri terdengar kecipak air di selokal dalam Terowongan Mesra. Terdengar pula bunyi menggeleser pelan, lari hilir-mudik. Itu pasti tikus-tikus besar. Kecuali itu tidak ada lagi yang terdengar di tengah kesunyian yang mencengkam
"Tidak mungkin ia jauh dari sini," kata Jupiter dengan suara lirih. "Kita berpencar, Teman-teman Aku dengan Pete ke kanan, mengitari landasan kereta luncur. Bob dan Andy, kalian ke kiri."
"Menurutmu, perampok itu orang tadi Jupe?" tanya Andy.
"Ya," jawab Jupiter. "Kurasa ia memang tidak berhasil menemukan yang dicarinya dalam bada kucing-kucing mainan, dan karenanya ia lantas membongkar gerobak. Jika yang dicarinya itu ditemukan di dalamnya, kini ia akan sangat berbahaya. Jika kalian nanti melihatnya, buntu saja. Jangan coba-coba menangkapnya."
Ketiga temannya mengangguk. Bob dan Andy menghilang ke kiri, menuju Terowongan Mesra dari sisi kerangka landasan kereta luncur yang menghadap ke laut. Sedang Jupiter dan Pete menyelinap di antara landasan yang sudah reyot dan gerbang Istana Kocak yang berwujud mulut raksasa yang tertawa. Keremangan malam menyebabkan segala bangunan hiburan yang ada di situ nampak seperti pemandangan di bulan. Pete dan Jupiter sudah melewati Istana Kocak. Mereka meneruskan langkah, mengitari landasan kereta luncur.
Tiba-tiba Pete merunduk dengan cepat.
"Ssst, Jupe! Aku mendengar sesuatu!" bisiknya.
Kedua remaja itu mendengar bunyi pelan dalam gelap. Datangnya dari bawah kerangka landasan kereta luncur, yang saat itu ada di belakang mereka. Kemudian terdengar lagi - bunyi sepatu berat yang menggeser pelan pada permukaan kayu kasar. Disusul bunyi seperti langkah bergegas-gegas menjauh. Langkah-langkah berat. Langkah orang laki-laki.
"Aku melihatnya!" desis Pete pada Jupiter. "Ia lari ke arah Istana Kocak!"
"Bisa kaukenali siapa dia?"
"Tidak," jawab Pete. "Ia sudah masuk!"
"Cepat, Pete! Mungkin ada jalan keluar lain dari tempat itu!"
Keduanya menyelinap dengan cepat, melintasi pelataran terbuka yang diterangi sinar bulan yang redup, menuju mulut Istana Kocak yang ternganga lebar. Sesampainya di dalam mereka memasang telinga lagi. Mereka berada dalam suatu lorong gelap yang ujung depannya terselimuti kehitaman yang pekat. Hanya lajur-lajur sinar bulan yang menembus masuk lewat lubang-lubang pada atap yang sudah rusak saja satu-satunya penerangan di situ.
"Mau tidak mau, ia harus lari lurus ke depan Jupe," kata Pete berbisik-bisik.
Seakan-akan hendak membenarkan dugaan Pete, saat itu terdengar berderak di depan, seperti ada pintu berkarat terbuka. Bunyi itu disusul debuman dan teriakan kaget. Sesuatu yang berat seakan-akan terpeleset dan jatuh menimpa kayu. Bunyi berderak terdengar lagi dengan nyaring. Setelah itu sunyi. Pete dan Jupiter berpandang-pandangan dengan perasaan gelisah. Kemudian mereka mulai bergerak maju dengan hati-hati, menyusuri lorong gelap yang hanya diterangi jalur-jalur sinar bulan. Samar-samar nampak ada pintu tertutup di depan.
"Hati-hati membuka -" kata Jupiter.
Tapi peringatannya itu terpotong sebelum selesai. Tahu-tahu lantai lorong terungkit ke bawah, diiringi bunyi berderak keras. Kedua remaja itu tergelincir sepanjang lantai yang miring, seakan-akan sedang berada di atas papan luncur-luncuran di Taman Kanak-kanak. Tidak ada sesuatu yang bisa dijadikan pegangan. Dengan tangan menggapai-gapai keduanya terus tergelincir, sampai membentur dinding yang ada di depan. Keduanya terdengus. Sejenak mereka nanar dalam keadaan tumpang-tindih. Setelah berhasil saling melepaskan diri, keduanya duduk. Mereka hanya bisa memandang dengan kecut, sementara lantai yang tadi tahu-tahu bergerak miring ke bawah kini terayun naik lagi ke atas dengan bunyi berderak-derak - dan menjadi langit-langit rongga gelap dan sempit di mana mereka terkurung!
"Seluruh lantai tadi miring ke bawah!" seru Pete. "Rupanya konstruksinya diatur begitu rupa sehingga jika ada orang berjalan lewat dari setengahnya, lantai langsung bergerak turun seperti mainan ungkat-ungkit."
"Itu tadi salah satu atraksi Istana Kocak ini, yang masih bekerja," kata Jupiter menyadari kenyataan. "Perampok tadi rupanya lebih dulu jatuh kemari. Tapi ke mana ia sekarang?"
"Cuma ada satu jalan," kata Pete. Di depan mereka ada lubang sempit bundar, kelihatannya seperti lubang pipa. Selain itu, tidak ada jalan lain untuk keluar dari rongga gelap itu.
"Hati-hati," bisik Jupiter. "Mungkin nanti ada tipuan lain."
Keduanya merangkak masuk ke dalam liang sempit itu. Liang itu ternyata tidak panjang. Mereka kini sampai di suatu ruangan. Cahaya bulan merembes masuk lewat retak-retak lebar di langit-langit. Tapi payahnya, yang nampak di atas itu bukan langit-langit, melainkan - lantai!
"Jupe!" Suara Pete bergetar.
Keduanya berada dalam sebuah ruangan yang remang-remang, tapi seolah-olah dalam posisi jungkir-balik. Lantai dengan perangkat kursi meja serta permadani ada di atas kepala. Dan tepat di hadapan mereka nampak lampu yang terpasang pada langit-langit. Lukisan-lukisan terpasang di dinding - tapi semua pada posisi terbalik.
"Ini tipuan lagi, Pete," bisik Jupiter. "Ketika taman hiburan ini masih dibuka di sini kurasa dipakai berbagai efek cahaya, untuk membangkitkan kesan yang lebih meyakinkan."
"Kau yakin bukan kita yang berada pada posisi terjungkir?" tanya Pete sangsi.
"Tentu saja!" kata Jupiter yakin. "Nah itu, di depan ada lagi lorong bundar. Yuk, kita coba keluar lewat situ."
Terowongan itu lebih besar ukurannya. Tapi ketika kedua remaja itu melangkah masuk, lorong itu langsung bergerak tergoyang-goyang. Mereka langsung sadar bahwa itu dulu tong berputar. Walau kini tidak berputar lagi, tapi masih tetap goyah jika dilewati. Pete dan Jupiter berjalan terhuyung-huyung di situ, sambil berpegangan pada sisinya yang tidak pernah mau diam.
"Ssst," Jupiter memperingatkan.
Di depan terdengar bunyi pelan. Seperti ada orang berjalan dengan langkah menyelinap.
"Di sana," bisik Pete.
Detik berikutnya ia terkesiap. Mereka sampai di ruangan lain, yang ukurannya lebih panjang dan lebih lebar daripada yang pertama. Langit-langit di situ sudah sangat rusak, sehingga sinar bulan memancar masuk dengan leluasa ke dalamnya. Di mana-mana nampak bayang-bayang gelap, yang bergerak-gerak. Tapi bukan bayang-bayang itu yang menyebabkan Pete terkesiap. ­Sedang Jupiter hanya bisa menatap nanar. Jantungnya berdegup keras. Suatu sosok aneh bergerak dekat dinding di sebelah kanan. Sosok menyeramkan, yang memandang lurus ke arah kedua remaja itu. Sosok itu panjang dan kurus sekali, dengan kepala yang luar biasa besar serta sepasang lengan panjang dan kurus, seperti belalai. Tubuh wujud itu bergerak-gerak terus diterangi sinar bulan yang keperak-perakan. Kelihatannya seperti ular raksasa - ular yang mirip manusia!
"A - apa itu?" Pete tergagap, sambil merapatkan diri pada Jupiter.
Jupiter meneguk ludah. "Entah... ak.. aku tid..."
Tiba-tiba ia tertawa. Tertawa gugup. "Itu kan cermin, Pete! Kita sekarang berada dalam ruang cermin edan! Kita melihat bayangan kita sendiri! Bayangan di cermin peot! "
"Cermin?" Pete meneguk ludah. "Kalau begitu, kenapa aku mendengar langkah orang berjalan?"
"Aku tak mendengar -" kata Jupiter.
"Iiih - itu juga bayangan cermin?" pekik Pete dengan suara tertahan.
Tepat di hadapan mereka, di tempat yang tidak ada cerminnya, nampak samar sosok sesuatu yang agak membungkuk, seperti sedang bersikap waspada. Sosok itu berbahu bidang, bertelanjang dada, dengan rambut hitam gondrong dan berjanggut.
"Khan!" kata itu terlontar dengan lantang dari mulut Pete. Lebih lantang daripada kemauannya. Teriakan Pete terdengar oleh manusia baja itu.
"Ayo, keluar dari situ!" bentaknya.
Jupiter cepat-cepat mencengkeram lengan Pete. "Kita tidak bisa dilihat olehnya!"
Khan menggeram. "Kudengar suaramu! Kau tidak bisa lari lagi sekarang!"
"Lewat situ!" desis Pete. "Di situ ada pintu!"
Kedua remaja itu cepat-cepat keluar lewat pintu yang dilihat Pete ada di antara jejeran cermin-cermin. Ternyata kini mereka berada di suatu lorong sempit tanpa langit-langit. Setelah sekitar tiga meter menyusurinya, mereka tiba di suatu persimpangan. Sebentar-sebentar mereka tiba di persimpangan yang berikut. Dan mereka selalu memilih lorong sebelah kiri. Di belakang terdengar langkah Khan berdebuk-debuk mengejar, membentur-bentur dinding. Akhirnya Pete dan Jupiter sampai di sebuah pintu. Mereka cepat-cepat membukanya, dan sampai - di ruang cermin lagi!
"Kita berada di lorong-lorong penyesat!" seru Jupiter dengan kecut, karena menyadari apa yang terjadi.
"Ini satu tipuan lagi. Kita selama ini hanya berputar-putar saja!"
"Dan Khan mengejar terus!" keluh Pete ketakutan. "Lorong penyesat selalu ada kunci rahasianya."
Jupiter menggigit-gigit bibir. "Pada tiap persimpangan tadi, kita selalu mengambil lorong sebelah kiri. Ternyata dengan begitu kita berbalik lagi kemari. Sekarang kita keluar lagi, tapi kemudian mengambil arah yang lain!"
Mereka bergegas keluar lagi lewat pintu semula. Dan kali ini setiap tiba di persimpangan mereka mengambil yang sebelah kanan. Selama beberapa waktu mereka masih bisa mendengar langkah Khan mengejar sambil menyeruduk-nyeruduk. Tapi makin lama makin tertinggal jauh. Akhirnya Pete dan Jupiter sampai di sebuah pintu rangkap dua. Mereka menerobosnya - dan tahu-tahu berada di pelataran terbuka, di antara sisi samping Istana Kocak dan gerbang masuk ke Terowongan Mesra.
"Kita berhasil, Jupe!" kata Pete.
"Ya!" balas Jupiter dengan dada dibusungkan sedikit. "Sekarang kita datangi Mr. Carson, lalu kita laporkan bahwa Khan -"
Saat itu terdengar bunyi kayu pecah. Kedua remaja itu menoleh ketakutan. Khan mendobrak dinding Istana Kocak dengan bahunya yang kekar Mata orang itu berkilat-kilat liar!

Bab 17 Bayangan Hitam
JUPITER dan Pete cepat-cepat mengendap ke tempat gelap. Keduanya menahan napas, sementara Khan berdiri di depan lubang di dinding Istana Kocak yang baru saja didobraknya. Orang itu memasang telinga.
"Ia belum melihat kita," bisik Jupiter dengan suara bergetar, "tapi sebentar lagi kita pasti ketahuan, Pete."
"Kita tidak bisa lari ke pagar, karena terhalang oleh Khan," kata Pete. "Tapi jika kita tidak cepat-cepat lari dari sini, ia pasti melihat -"
"Terowongan Mesra!" desis Jupiter. "Cepat, Pete - kita merangkak ke sana!"
Gerbang masuk ke terowongan itu tidak jauh dari tempat mereka bersembunyi. Kedua remaja itu bisa merangkak-rangkak terus sampai ke sana, terlindung bayangan kerangka landasan kereta luncur yang menjulang tinggi. Nampak air yang gelap berkilat sedikit kena sinar bulan, dalam selokan yang menuju ke dalam bangunan atraksi yang sudah ditutup itu. Anak-anak merangkak masuk tanpa dilihat Khan. Mereka menegakkan tubuh ketika sudah masuk sejauh beberapa meter.
"Aku tak mendengar langkahnya mengejar," bisik Pete.
"Ia tidak melihat kita" kata Jupiter. "Tapi sebentar lagi pasti akan mulai mencari. Ia akan tetap tinggal di luar. Ia tahu kita ada di sekitar sini, dan ia juga tahu bahwa kita tadi melihatnya. Kita harus berusaha menemukan jalan lain untuk keluar dari terowongan ini."
Mereka bergerak dengan hati-hati, menyusur tepi selokan yang airnya tidak lagi mengalir. Agak lebih jauh ke dalam, jalan setapak yang mereka lalui bersambung dengan semacam titian sempit dari kayu. Titian itu basah dan licin. Itu sebenarnya merupakan jalan darurat apabila ada bahaya, dan juga untuk mencapai anjungan-anjungan di mana dulu ada bermacam-macam obyek yang muncul dengan tiba-tiba untuk mengejutkan pasangan-pasangan yang lewat dengan perahu. Kini tidak ada apa-apa lagi di anjungan-anjungan itu. Pete dan Jupiter yang berjalan di atas titian, hanya melihat sebuah sampan yang diikatkan pada tonggak titian.
"Jupe! Aku merasakan hembusan angin dari depan," kata Pete. "Rupanya di sana ada lubang."
"Dekat laut, Pete. Hati-hati, karena mungkin saja Khan tahu -"
Saat itu terdengar bunyi berderak nyaring. Bunyi papan longgar terpijak! ­Bunyi itu terdengar lagi. Seperti ada orang melangkah dengan hati-hati di depan mereka.
"Aduh - rupanya ia mengitar untuk memotong jalan lari kita," kata Pete.
"Jangan bergerak, Pete," kata Jupiter gugup.
Keduanya berdiri seperti terpaku di atas titian sempit itu. Agak jauh di depan mereka, nampak sesuatu bergerak-gerak di tempat yang diterangi sinar bulan yang masuk lewat lubang di atap.
"Ia kemari!" desis Pete.
"Kita kembali Cepat!" kata Jupiter mendesak. Sosok gelap di hadapan mereka bergerak lagi. Terdengar jelas bunyi pistol dikokang! Pete menjamah Jupiter.
"Ssst, Jupe!" desisnya. "Jika kita kembali, nanti harus melintasi tempat terang! Ia pasti akan melihat kita, lalu menembak!"
"Ke sampan!" kata Jupiter dengan cepat.
Sampan yang tertambat itu tidak jauh dan tempat mereka berada. Haluan kendaraan air itu ditutupi kain terpal. Tanpa menimbulkan bunyi kedua remaja itu turun ke sampan lalu menyusup masuk ke bawah terpal. Mereka berbaring diam-diam dalam kegelapan, sambil menahan napas. Menit demi menit berlalu dengan tegang. Kemudian terdengar langkah menyelinap di titian, di atas mereka. Decitan pelan sol sepatu karet menginjak papan, serta dencingan logam mengenai kayu. Kedengarannya seperti bunyi laras pistol membentur dinding. ­Setelah itu tidak terdengar apa-apa lagi. Sunyi. Sampan terayun-ayun di atas air selokan yang sempit, sisinya menggeser papan titian. Orang yang tak nampak di atas mereka bergerak lagi dengan langkah menyelinap. Sol sepatunya menimbulkan bunyi decitan pelan, tepat di atas kepala Pete dan Jupiter. Sampan terayun-ayun, seakan-akan disentuh orang yang tak kelihatan itu. Ayunan semakin melambat, sementara bunyi sepatu terdengar bergerak-gerak menyusur tepi titian. Kedua remaja yang meringkuk di bawah terpal hanya bisa menunggu sambil menahan napas. Setelah beberapa menit, tidak lagi terdengar bunyi sepatu di atas kepala. Hanya kecipak air mengenai sisi sampan saja yang masih sampai di telinga.
"Orang itu sudah pergi!" bisik Pete. Jupiter tidak menjawab.
Pete memandang dengan mata terpicing ke arah temannya itu. Samar-samar dilihatnya Jupiter sedang termenung.
"Pete," kata penyelidik pertama itu dengan tiba-tiba, "kita harus segera kembali ke pasar malam! Rasanya aku sudah berhasil memecahkan misteri ini!"
"Maksudmu Khan yang memecahkannya, karena kita dikejar-kejar olehnya!"
"Ya, bisa dikatakan begitu," kata Jupiter samar-samar, karena masih sibuk berpikir. "Aku sekarang tahu di mana kita harus mencari apa yang selama ini dicari-cari perampok itu!"
"Maksudmu, ia belum menemukannya?"
"Betul. Kurasa selama ini kita semua keliru."
Tahu-tahu sampan kecil itu terdorong dengan keras, lalu terombang-ambing. Pete menelengkan kepala dengan sikap mendengar.
"Ada yang tidak beres, Jupe! Ayunan sampan ini terlalu keras! Tidak lagi terdengar bunyi sisinya menggeser papan titian! Apakah yang terjadi? Cepat - buka selubung ini!"
Keduanya mendorong selubung terpal ke samping, lalu berusaha berdiri. Seketika itu juga angin menerpa. Sampan bergoncang keras, sehingga keduanya jatuh terduduk. Pete memandang berkeliling.
"Kita berada di tengah laut!" teriaknya cemas.
Kompleks bekas taman hiburan nampak gelap, jauh di belakang mereka. Lampu-lampu pasar malam berkelip-kelip, makin lama semakin menjauh. Jupiter menyambar tali penambat perahu.
"Tali ini putus karena dipotong, Jupe! Selokan dalam Terowongan Mesra tadi rupanya mengarah ke laut - dan perampok itu mengetahuinya! Setelah memutuskan tali penambat, sampan ini dituntunnya sampai ke luar! Kita dihanyutkan ke laut!"
"Gerak pasang saat ini sedang surut, dan arus di sini laju!" kata Pete. "Kita dengan cepat hanyut ke tengah laut!"
"Kalau begitu kita harus cepat-cepat kembali!" Pete menggeleng. "Di sampan ini tidak ada dayung! Mesin dan layar juga tidak ada! Kita tidak mungkin bisa kembali ke darat!"
"Tapi kita harus kembali! Kita berenang!" seru Jupiter.
Tanpa mengatakan apa-apa lagi, ia langsung terjun ke air. Pete menyusulnya. Kedua remaja itu berenang ke arah pantai. Tapi arus pasang surut terlalu deras.
"Aku... tak mampu, Pete!" kata Jupiter megap-megap.
Pete lebih tangguh. Tapi ia pun tidak mampu melawan kederasan arus.
"Kita takkan sanggup! Kembali ke sampan!"
Keduanya berbalik, berenang mengikuti arus dan akhirnya sampai lagi di sampan yang hanyut. Keduanya naik, lalu merebahkan diri di lantai. Napas mereka tersengal-sengal. Dengan susah payah Jupiter berusaha duduk.
"Tanda isyarat!" katanya cepat. "Bob pasti akan melihat tanda isyarat kita!"
Penyelidik pertama itu mengeluarkan alat pemberi isyarat dari kantungnya, lalu berbicara di dekatnya untuk menyalakan lampu merah tanda bahaya. Tapi dengan segera ia hanya bisa menatap benda itu dengan perasaan kecut.
"Alat ini tidak bisa bekerja lagi, Pete! Rusak, kena air!"
Keduanya mulai berteriak-teriak minta tolong. Tapi suara mereka melayang dibawa angin. Saat itu mereka sudah terlalu jauh dari pantai. Tidak nampak sebuah perahu pun di perairan gelap sekeliling mereka. Lampu-lampu di pantai nampak berupa bintik-bintik terang di kejauhan, sementara sampan diombang-ambingkan alun samudra yang diterangi sinar bulan. Air laut menghambur masuk.
"Timba air ke luar, Jupe" seru Pete. "Itu ada dua buah timba!"
Jupe menimba air yang masuk. "Kita harus bisa kembali, Pete!"
"Tidak mungkin, karena arus terlalu deras!" kata Pete. "Angin kini bertiup ke arah darat. Itu agak memperlambat gerak sampan, tapi tanpa dayung atau layar - "
Ia tidak meneruskan kalimatnya. Matanya menatap Jupiter. Remaja bertubuh gempal itu berhenti menimba air. Tangannya yang masih memegang timba setengah terangkat, sedang pandangannya ditatapkan lurus ke depan, ke arah sebelah belakang Pete. Tangannya yang satu lagi bergerak, menuding dengan agak gemetar lurus ke depan.
"Pete! Apakah benda besar dan hitam - "
Pete berpaling dengan cepat. Lurus di depan sampan yang terombang-ambing nampak samar suatu bentuk gelap dan besar diterangi sinar bulan. Benda itu menjulang di atas permukaan laut."

Bab 18 Terdampar!
BOB dan Andy melangkah dengan gerak menyelinap, mengitari kaki kerangka landasan kereta luncur. Kini mereka tiba lagi di tempat semula tapi tanpa berpapasan dengan Pete dan Jupiter. Bob memandang berkeliling dengan lambat-lambat.
"Ada sesuatu yang tidak beres, Andy," katanya. "Kita mestinya berpapasan dengan Pete dan Jupe tadi. Atau bertemu lagi dengan mereka di sini."
"Lihat itu!" Andy menuding ke arah sebuah lubang yang menganga di dinding Istana Kocak. "Lubang itu baru, Bob! Aku yakin sekali."
Kedua remaja itu celingukan, memperhatikan pelataran taman hiburan lengang yang remang-remang.
Bob berseru memanggil-manggil, "Pete! Jupe!"
"Itu bunyi orang datang!" kata Andy. Mereka mendengar langkah berlari-lari di ­sebelah luar pagar. Nampak dua orang dewasa menyusup masuk lewat lubang di pagar.
"Itu ayahmu," kata Bob pada Andy. Mr. Carson bergegas menghampiri.
"Kalian tidak apa-apa?" tanyanya cemas.
"Tidak," kata Bob, "tapi Pete dan Jupe lenyap."
"Kami tadi mengejar orang yang lari dari gerobakku kemari," kata Andy. "Setiba di sini kami memencar. Dan kini Jupe dan Pete lenyap, Yah!"
Kening Mr. Carson berkerut. "Kalau begitu Khan tadi benar."
Manusia baja berjanggut lebat itu datang menghampiri. Otot-otot dan sepatu tingginya berkilat-kilat kena cahaya bulan. Ia memandang Bob dan Andy, lalu mengangguk.
"Aku tadi melihat seseorang menggeledah gerobak Andy," kata Khan menjelaskan. "Orang itu kukejar sampai kemari, tapi kemudian ia lolos dalam Istana Kocak."
"Anda tidak melihat Pete atau Jupe tadi?" tanya Bob. "Tidak - aku tidak melihat mereka."
"Baiklah! Kita harus tetap tenang," kata Mr. Carson tegas. "Andy, kau jemput beberapa pekerja kita. Suruh mereka kemari, membawa senter. Sementara itu kita bertiga mulai mencari di pelataran terbuka sini."
Andy bergegas menuruti perintah ayahnya, sementara Bob menggabungkan diri dengan Mr. Carson yang bersama Khan sudah mulai mencari. Tapi mereka tidak menemukan jejak Pete maupun Jupiter. Tidak lama kemudian Andy sudah muncul lagi, bersama rombongan pekerja yang membawa senter. Mereka memencar, memasuki bangunan-bangunan tua yang ada di kompleks bekas taman hiburan itu. Mr. Carson dan Khan ikut masuk, sedang Bob dan Andy disuruh menunggu di luar.
Bob berdiri dengan wajah bingung.
"Andy," katanya, "kata Khan tadi, ia mengejar seseorang yang lari kemari dari gerobakmu. Kalau begitu, kenapa kita tidak melihat dua orang berlari?"
"Entahlah, Bob. Mestinya memang begitu." "
Kurasa karena yang lari sebenarnya memang bukan dua orang! Kurasa Khan yang kita kejar tadi!"
"Maksudmu perampok itu Khan?" tanya Andy dengan nada kaget.
Bob mengangguk. "Dari semula Jupe sudah merasa curiga terhadap orang itu. Namanya yang asli saja tidak ada yang tahu. Beberapa kali kita memergokinya sedang mengintip-intip. Ia mengamat-amati kita. Ia berusaha meyakinkan ayahmu agar sebaiknya pasar malam ditutup saja. Kurasa Pete dan Jupiter jatuh ke tangannya, dan kini ia berusaha mengecoh kita agar tidak bisa menyelamatkan mereka. Cepat, kita harus menyusul ayahmu!"
Kedua remaja itu lari menuju Istana Kocak, di mana sekejap-sekejap nampak sinar senter dari celah-celah dinding yang sudah bobrok. Di ambang jalan masuk mereka berjumpa dengan Mr. Carson yang saat itu keluar.
"Belum berhasil," kata pimpinan pasar malam itu sambil menyeka keringat di kening, "tapi mereka pasti kita temukan!"
"Kurasa takkan mungkin, Sir!" kata Bob dengan sengit. "Kurasa kita ditipu oleh Khan! Ialah perampok itu, dan ia tahu di mana Jupe dan Pete berada saat ini!"
"Khan?" Wajah Mr. Carson nampak serius. "Itu tuduhan yang berat, Bob. Apa buktinya?"
"Aku yakin cuma ia sendiri saja yang tadi berada di dekat gerobak Andy," kata Bob menegaskan. "Ialah orang yang kami kejar-kejar. Tapi ia berhasil menyergap Pete dan Jupe, dan kini kita dikecoh olehnya supaya tidak bisa menemukan mereka. Aku yakin mengenainya, Sir!"
Mr. Carson nampak ragu-ragu. "Itu belum bisa disebut bukti, Bob. Jangan lupa, Khan bertugas sebagai penjaga keamanan di pasar malam. Ia berhak berkeliaran ke mana-mana untuk memeriksa. Tapi aneh - kenapa cerita kalian tidak cocok. Kita cari saja Khan sekarang, lalu kita mintai keterangan lebih terperinci."
Mr. Carson masuk lagi ke Istana Kocak, sementara Bob dan Andy menunggu dengan perasaan gelisah di luar. Sepuluh menit sudah berlalu. Bob mondar-mandir dalam gelap. Bagaimana jika ternyata ia keliru? Ia merasa yakin, tapi jika –
Mr. Carson muncul lagi, bergegas-gegas. Wajahnya nampak geram. "Khan sudah tidak ada lagi di dalam! Tidak ada yang melihatnya. Pada beberapa pekerja dikatakannya bahwa ia harus kembali ke pasar malam. Tapi itu tidak dikatakannya padaku! Ayo cepat - kita susul ke sana!"
Mereka bergegas menerobos pagar, lalu kembali ke pekarangan pasar malam. Khan ternyata tidak ada di tenda pertunjukannya. Dicari di karavannya, juga tidak ada. Tidak ada orang yang melihatnya, di mana pun juga. Begitu pula tidak ada yang melihat Pete dan Jupe.
"Kurasa kita perlu memberi tahu polisi," kata Mr. Carson.
***
Di tengah laut, di mana bayangan hitam yang besar menjulang di haluan sampan yang terombang-ambing, tiba-tiba Pete berseru, "Itu kan Pulau Anapamu - yang terkecil dari Kepulauan Channel! Letaknya paling dekat ke pantai - tidak sampai satu mil. Kita harus berusaha mencapainya!"
"Kita memang hanyut lurus ke arahnya, Pete," kata Jupiter menimpali.
Kedua remaja itu berpegang erat-erat ke bibir sampan yang semakin penuh air, sementara pulau kecil itu makin lama makin dekat. Kini mulai nampak bayangan pepohonan dan batu-batu di tebing yang terjal, serta garis putih ombak yang memecah.
"Pantai pasirnya di sebelah sana," kata Pete sambil menuding ke kiri. "Tapi di depannya ada karang, Jupe! Kurasa - "
Pete tidak menyelesaikan kalimatnya. Ia meloncat ke dalam air, dan muncul di belakang buritan sampan. Sambil berenang didorongnya sampan itu melewati karang, memasuki perairan tenang di depan pantai pasir. Jupiter bergegas turun, lalu membantu Pete menarik sampan ke atas pasir.
"Kita berhasil," kata Pete dengan napas tersengal-sengal.
"Tapi terdampar di pulau!" seru Jupiter. "Bagaimana kita bisa meninggalkan tempat ini, Pete? Kita harus kembali, untuk menggagalkan niat perampok itu!"
"Aduh, Jupe - ini kan cuma pulau kecil yang tak berpenghuni. Yang ada di sini cuma batu, pohon-pohon, serta pondok darurat. Baru besok pagi kita bisa kembali - itu paling cepat. Saat siang hari ada perahu-perahu lewat di sini."
"Besok mungkin sudah terlambat," kata Jupiter berkeras. "Di mana pondok darurat yang kaukatakan itu?" Pete berjalan mendului ke sebuah pondok kecil dengan semacam gudang yang lebih kecil lagi. Di dalam kabin hanya ada sebuah meja sederhana, beberapa kursi dan pembaringan, sebuah tungku masak kecil serta sedikit makanan. Sedang di gudang yang terletak di belakang ada dua tiang layar kecil, dua palang layar, sebuah kemudi kecil bertangkai panjang, serta tali dan papan bertumpuk-tumpuk. Kecuali itu ada pula paku-paku dan perkakas di situ. Selain itu tidak ada apa-apa lagi.
"Tidak ada radio di sini, Jupe," kata Pete. "Kita tidak bisa beranjak dari sini sampai besok, saat mana kita bisa minta tolong pada perahu yang lewat, atau sampai ada yang mencari kita." Jupiter diam saja. la. memperhatikan benda-benda yang ada di dalam gudang.
"He, Pete!" katanya kemudian. "Bisakah kita berlayar kembali ke darat, jika kita punya layar?"
"Mungkin saja bisa - jika ada tiang layar dan kemudi."
"Kita sekarang punya tiang dan kemudi - sedang kain terpal di sampan bisa dijadikan layar!"
Pete merasa sangsi. "Tiang layar itu terlalu besar, Jupe."
"Tapi bagaimana dengan palang-palang ini? Ukurannya kan cuma separuh dari garis tengah tiang-tiang layar itu."
Pete menimbang-nimbang sesaat. "Ya, kalau itu kurasa bisa kita tegakkan pada lubang yang ada di tempat duduk. Di sini juga ada gergaji serta kapak. Sebagai pengganjal palang di dasar perahu, bisa kita pergunakan papan-papan itu! Ya, Jupe, kurasa - aduh, aku lupa! Tidak, kita tidak bisa!"
"Kenapa tidak?" Tampang Pete murung. ­"Sampan kita tidak berlunas. Jadi kalau dipasangi layar, pasti terbalik ditiup angin. Kalau tidak terbalik pun, takkan bisa berlayar lurus."
Jupiter terhenyak. Ia menggigit-gigit kuku, sambil memandang kumpulan tiang dan palang dalam gudang, yang ternyata tidak ada gunanya bagi mereka. Diperhatikannya kedua batang tiang yang panjang.
"Pete?" katanya. "Kalau ditaruh di air, akan mengapungkah tiang-tiang itu?"
"Kurasa bisa. Kau pulang naik tiang layar?"
Jupiter pura-pura tak mendengar sindiran Pete. "Bagaimana jika kita memakukan beberapa lembar papan panjang ke tiang-tiang itu. Lalu ujung-ujung papan itu kita pakukan ke bibir sampan, dan - "
"Palang-palang pengimbang!" seru Pete bergairah. "Kalau dengan itu kurasa bisa, Jupe! Geraknya takkan baik, tapi dari sini sampai ke pantai tidak sampai satu mil jauhnya. Dengan keadaan angin seperti sekarang ini, palang-palang pengimbang akan membuat sampan kita cukup stabil!"
"Kalau begitu cepat, Pete! Kita harus dengan segera kembali!"

Bab 19 Pemandangan Aneh
LEBIH dari dua jam sudah berlalu sejak Bob menuturkan kecurigaannya pada Chief Reynolds. Selama itu polisi yang dikerahkan belum juga menemukan jejak Jupiter, Pete, begitu pula jejak Khan yang tahu-tahu menghilang. Chief Reynolds mondar-mandir di depan gerbang masuk pasar malam. Di dalam, para pengunjung sedang asyik, tanpa menyadari suasana genting di sekeliling mereka. Mr. Carson menunggu dengan perasaan gelisah, ditemani oleh Bob dan Andy.
"Jadi kau beranggapan bahwa perampok bank itu Khan, Bob?" tanya Chief Reynolds untuk kesekian kalinya.
"Ya, Sir!"
"Aku pun mulai sangsi, apakah perampok itu benar-benar sudah lari dari Rocky Beach. Terlalu banyak orang mengatakan melihat dia - padahal sebenarnya tidak seorang pun melihatnya."
"Itulah yang dikatakan oleh Jupe," kata Bob.
"Jupiter memang berotak cerdas," kata Chief Reynolds mengakui.
"Menurut pendapatnya, perampok itu masih terus mencari-cari benda yang disembunyikannya dalam kucing bengkok," kata Bob, "dan kurasa Khan tadi menggeledah gerobak barang Andy. Itu membuktikan bahwa ialah perampok bank itu! Ia mencari-cari benda yang disembunyikannya."
"Ya, itu memang bisa saja," kata Chief Reynolds.
"Khan memang aneh orangnya. Ia selalu menjauhkan diri dari yang lain-lain," kata Mr. Carson. "Ia belum pernah mau mengobrol dengan siapa pun juga."
"Yah - pokoknya ia pasti akan kita temukan," kata Chief Raynolds dengan nada pasti.
Polisi dengan dibantu para pekerja pasar malam memencar ke seluruh kompleks pasar malam. Mereka memeriksa pelataran terbuka, semua tenda dan stand, serta kendaraan-kendaraan. Mobil-mobil semua lengkap di situ. Kini mereka kembali memeriksa pelataran bekas taman hiburan, lalu mencari di sepanjang tepi laut serta di jalan-jalan dan bangunan-bangunan dekat lokasi pasar malam. Sejam berikutnya, baik Pete, Jupiter, maupun Khan masih juga belum ditemukan.
"Perasaanku agak cemas," kata Chief Reynold berterus terang kemudian. "Mereka seakan-akan lenyap begitu saja. Tapi kita akan teruskan pencarian. Kurasa kunci misteri ini terdapat di lokasi bekas taman hiburan. Karena itu orang-orang ku kusuruh sekali lagi mencari di sana -"
Tiba-tiba terdengar suara berteriak-teriak di kejauhan. Datangnya dari dalam kompleks bekas taman hiburan.
"Itu orang-orangku!" seru Chief Reynolds. "Rupanya mereka menemukan sesuatu. Ayo ikut, Anak-anak!"
Bob, Andy, dan juga Mr. Carson membuntuti kepala polisi Rocky Beach itu, yang bergegas menerobos lubang di pagar tinggi. Di tepi laut nampak sejumlah polisi dan pekerja berkerumun.
"Kalian menemukan mereka? Anak-anak itu?" seru Chief Reynolds.
"Belum, Chief," jawab salah seorang petugas polisi, "tapi kami menemukan dia ini!"
Kerumunan ramai itu menepi, dan dua orang polisi mendorong Khan maju ke depan. Manusia kuat itu dengan gampang saja membebaskan diri dari pegangan kedua orang itu. Matanya melotot marah.
"Apa-apaan ini?" tukasnya.
Otot manusia baja berjanggut tebal itu berkilat-kilat diterangi sinar senter. "Katakan apa yang kaulakukan di sini, Khan!" bentak Mr. Carson. "Bukan urusanmu, Carson."
Bob sudah tidak bisa menahan diri lagi. "Dialah perampok itu! Suruh dia mengatakan apa yang dilakukannya terhadap Jupe dan Pete!"
"Perampok?" Khan berteriak marah. "Bukan aku perampok itu, Konyol! Aku tadi mengejarnya kemari. Itu kan sudah kukatakan!"
"Dan apa yang kaulakukan selama tiga jam belakangan ini, sementara kau kami cari ke mana-mana?" tanya Chief Reynolds.
"Aku kembali kemari, untuk mencari perampok itu! Aku menduga bahwa -"
"Ia berbohong!" teriak Bob sengit. "Aku berani bertaruh, bahkan janggutnya itu pun palsu!"
Dengan cepat tangan Chief Reynolds sudah bergerak. Dicengkeramnya janggut Khan, sementara orang kuat itu belum sempat berbuat apa-apa. Dengan gampangnya saja Khan menepiskan tangan kepala polisi itu - yang menggenggam janggut hitam. Semua menatap Khan.
"Baiklah," kata Khan. "Tentu saja janggut itu palsu."
Ia merenggut cambang dan rambutnya yang gondrong, menampakkan seseorang yang masih muda, berambut pirang yang dicukur pendek.
"Para artis di pasar malam semua memakai salah satu kostum. Dan manusia baja tanpa janggut hitam, kan sama sekali tidak mengesankan!"
"Tapi kau tidak pernah melepaskan janggut dan rambut palsumu, Khan!" kata Mr. Carson. "Ketika kau kukontrak, kau sudah memakai rambut dan janggut palsu! Kau membiarkan kami mengira bahwa memang begitulah tampangmu yang sebenarnya - juga ketika kita semua diperiksa polisi di San Mateo!"
Khan menggerakkan tangannya yang kekar dengan sikap santai. ­"Kau kan tahu alasannya, Carson. Aku sebelum ini biasa tampil dalam show yang lebih bermartabat, dibandingkan dengan pasar malam murahanmu ini. Aku tidak ingin ada yang mengenali diriku yang sebenarnya, sehingga namaku turun derajat."
"Kurasa ia bahkan sama sekali bukan orang kuat!" seru Andy. "Mungkinkah ia Gabbo, Ayah?"
"Bukan," kata Mr. Carson sambil meneliti. "Tidak - dia bukan Gabbo."
"Tapi ia bohong!" tukas Bob dengan sengit.
Khan menatap mereka dengan sikap mengancam. Otot-ototnya bertonjolan "Aku bohong, katamu? Kalau begitu -"'
Ia tidak menyelesaikan kalimatnya. Matanya tertatap ke arah laut.
"Lihat itu, Chief!" seru salah seorang polisi. Semua menatap ke tengah laut yang diterangi sinar bulan. Semua melihat pemandangan aneh di situ. Sebuah perahu yang bergerak miring dengan palang-palang pengimbang di sebelah kiri dan kanan. Perahu itu berlayar dengan gerak mengular, menuju ke arah pantai. Di dalamnya nampak Pete dan Jupiter yang berdiri melambai-lambai sambil tertawa nyengir.
"Itu mereka!" kata Bob.
"Pete! Jupe!" seru Andy memanggil.
Jupiter dan Pete mengarahkan kendaraan air mereka yang kikuk geraknya itu ke pantai. Begitu mencegah pasir, keduanya berloncatan turun. Dengan cepat mereka sudah menuturkan pengalaman mereka ketika terdampar selama beberapa jam di pulau.
"Dan kalian berlayar kembali dengan itu?" tanya Chief Reynolds.
"Pete kan pelayar mahir!" kata Jupiter. "Sedang kami harus kembali dengan segera! Kurasa aku sekarang sudah tahu di mana benda yang dicari-cari perampok itu! Kurasa ia masih belum berhasil menemukannya!"
"Tapi perampok itu sudah tertangkap, Jupe!" kata Bob. "Ternyata memang Khan, seperti dugaanmu."
Jupiter memandang orang kuat yang nampak melotot, dikepung polisi.
"Tidak," kata Jupiter. "Perampok itu bukan Khan."
"Itulah yang sejak tadi kukatakan pada mereka!" tukas Khan dengan geram.
"Ia artis palsu, Jupiter," kata Mr. Carson. "Dan ia tadi membongkar isi gerobak Andy. Kau kan melihatnya waktu itu!"
"Tidak, Sir, kurasa bukan dia orangnya," kata Jupiter dengan sopan tapi tegas. "Ketika aku dan Pete tadi bersembunyi di bawah kain terpal yang menutupi sampan, aku menyadari bahwa mestinya ada dua orang, dan Khan sebenarnya mengejar perampok itu. Ketika ia mendengar kami dalam Istana Kocak, ia mengira bahwa kamilah perampok yang dikejarnya."
"Dari mana kau sampai menarik kesimpulan begitu, Jupiter?" tanya Chief Reynolds.
"Ketika melihat kami, ia langsung berteriak menyuruh kami keluar, Chief," kata Jupiter. "Itu sikap orang yang mengejar, dan bukan orang yang melarikan diri dari kejaran. Perampok yang sebenarnya pasti tidak ingin dirinya kelihatan!"
"Ya ya - itu memang masuk akal," kata Chief Reynolds sambil mengangguk-angguk. "Tapi kau tidak bisa –
" "Kecuali itu," sambung Jupiter, "sewaktu kami melihatnya, Khan bertelanjang dada. Ia hanya memakai kostum cawatnya. Ia tidak memegang apa-apa. Pada badannya tidak ada sesuatu yang bisa dipakai untuk menaruh pistol atau pisau. Sedang orang yang menghanyutkan kami, bersenjatakan pistol dan pisau!"
"Anak itu lebih cerdas dari kalian semua," kata Khan.
"Dan alasan terakhir," sambung Jupiter lagi "ketika sedang bersembunyi di dalam sampan kami dengan jelas mendengar bunyi langkah orang yang menghanyutkan kami. Orang itu memakai sepatu tipis bersol karet. Sedang kalian bisa melihat sendiri - Khan memakai sepatu tingginya yang berat."
Khan tertawa. "Nah - apa kataku tadi? Aku tidak bersalah!"
"Belum tentu, Mr. Khan," kata Jupiter dengan tegas. "Kurasa Anda ini artis palsu, dan ada sesuatu yang anda tutup-tutupi. Anda ada di pasar malam ini dengan suatu tujuan tersembunyi. Kurasa Chief Reynolds pasti bisa mengetahuinya, jika ia mengajukan pertanyaan yang tepat pada pihak yang tepat."
Penyelidik pertama Trio Detektif itu menatap Khan dengan senyuman tawar. Manusia baja itu memandang berkeliling sekilas, lalu kembali menatap Jupiter.
Akhirnya ia mendesah. "Kau ternyata memang benar-benar cerdas," katanya. "Baiklah, aku mengaku saja. Aku ada di sini memang dengan tujuan rahasia. Aku ini betul-betul artis sirkus. Tapi beberapa tahun yang lalu beralih profesi, menjadi detektif swasta. Namaku yang sebenarnya Paul Harney. Aku dikontrak nenek Andy untuk mengawasi Andy serta pasar malam ini. Wanita tua itu sungguh-sungguh beranggapan bahwa kehidupan sebagai orang pasar malam tidak cocok bagi cucunya. Karenanya aku ditugaskan untuk menjaga Andy, serta menyadarkannya bahwa kehidupan begini penuh dengan bahaya."
"Bukan kau yang menyebabkan segala kecelakaan itu?" tanya Mr. Carson.
"Bukan - tapi kecemasanku timbul ketika hal-hal itu terjadi. Aku sudah berusaha mendesakmu agar pasar malam ini kaututup saja, Car­on. Aku berkeliaran sambil menyelidik karena kecelakaan yang beruntun-runtun itu nampaknya membahayakan keselamatan Andy, dan aku ingin memastikan bahwa itu benar-benar kecelakaan."
"Jadi kau selama ini melindungi Andy?" tanya Mr. Carson lagi.
"Ya, Carson - karena itulah tugasku di sini," jawab Khan.
Kening Jupiter berkerut.
"Benar-benar patut dipuji, Mr. Khan - atau Harney," katanya, "tapi itu tidak seluruhnya benar. Anda memeriksa isi gerobak Andy, karena Anda menduga bahwa apa yang dicari perampok itu mungkin ada di situ. Saat itu Anda bukan melindungi Andy!"
Mata Khan berkilat-kilat. Setelah membisu sesaat, ia mengangguk. "Katamu itu benar. Setelah polisi yang memeriksa di San Mateo menanyai kami semua, timbul dugaan bahwa perampok bank itu orang pasar malam. Aku detektif, dan aku akan memperoleh nama baik jika berhasil menangkap seseorang perampok bank. Karena itu aku lantas mulai mengadakan penyelidikan. Ketika kucing mainan yang dijadikan hadiah oleh Andy dicuri orang, aku lantas menduga bahwa itu pasti karena ada sesuatu yang dimasukkan perampok ke dalamnya. Tapi tak seorang pun di pasar malam ini yang cocok dengan ciri-ciri perampok itu. Dan kini ia sudah memperoleh apa yang dicarinya. Benda itu ternyata bukan berada di dalam salah satu kucing bengkok itu."
"Astaga - rupanya terjatuh dari situ," kata Andy. Semua mengangguk tanda sependapat.
Semua - kecuali Jupiter!
"Kesimpulan itu keliru," katanya. "Benda yang dicari-cari perampok itu memang ada di dalamnya. ­Dan kurasa sekarang pun masih ada dalam badan salah satu kucing!"

Bab 20 Jupiter Menarik Kesimpulan
"TAPI kucing-kucingku kan cuma ada lima, Jupe," kata Andy membantah, "dan semuanya sudah jatuh ke tangan perampok itu!"
"Tidak, Andy - kucingmu ada enam," kata Jupiter dengan sikap menang. "Yang kaubagi-bagikan sebagai hadiah di sini memang lima, tapi keseluruhannya ada enam - dan kita semua melihatnya!"
Pete melongo. "Kita semua melihatnya, Jupe?"
"Di mana, Satu?" tanya Bob.
"Di depan mata kita, waktu malam pertama kita kemari," kata Jupiter dengan gaya seperti sedang main teater. "Begitu menyolok, sampai tidak kita perhatikan. Kalian tentu masih ingat, saat malam pertama dalam karavan Andy, ketika menunjukkan hadiah-hadiah ."
"Hadiah-hadiahku yang rusak!" seru Andy memotong.
"Ya - di antaranya memang ada satu ­kucing bengkok, yang dimakan api dalam kebakaran di San Mateo!"
"Jadi mainan itu ada di stand ketangkasan menembak saat malam kebakaran itu," kata Jupiter.
"Perampok itu menyembunyikan benda yang sekarang dicari-carinya di dalam kucing bengkok yang itu. Mainan itu kemudian ikut termakan api, lalu Andy menyingkirkannya untuk dibetulkan. Hal itu sama sekali tak terpikir oleh perampok itu! Tapi ketika berada di dalam sampan aku menyadari bahwa jika orang itu masih juga berusaha menyingkirkan aku dan Pete, maka itu berarti ia belum berhasil memperoleh apa yang dicarinya - juga setelah menggeledah gerobak Andy. Aku lantas menarik kesimpulan bahwa mestinya ada kucing bengkok yang keenam. Aku kemudian teringat pada kucing yang ada di dalam keranjang di karavan Andy!"
"Wow!" seru Pete kagum.. "Pikiran kami tidak sampai ke sana, Satu!"
"Aku juga tidak, padahal kucing itu ada padaku!" kata Andy menimpali.
"Nampaknya perampok itu juga tidak berpikir ke situ, Anak-anak," kata Chief Raynolds sambil tersenyum. "Prestasi yang hebat, Jupiter! Aku bangga punya pembantu remaja seperti kau!"
Jupiter nyengir bangga. "Yah - itu kan logis, Sir, begitu saya menyadari -"
Ia tidak menyelesaikan kalimatnya. Sikapnya berubah, menjadi waspada. Matanya menatap ke tempat gelap. "Chief! Itu - di sana ada orang lari!"
Semua menoleh dengan cepat. Nampak seseorang lari dengan cepat, menuju pasar yang membatasi peralatan bekas taman hiburan.
"Siapa yang lari itu?" tanya Chief Reynolds.
"Tidak tahu, Sir. Kita semua ada di sini," kata salah seorang petugas polisi.
"Ia tadi kalau tidak salah juga ada di sini," kata salah seorang pekerja. "Tapi aku tidak begitu memperhatikan dirinya."
"Ada yang melihat seseorang yang tak dikenal di sini?" tanya Mr. Carson. Semua menggeleng.
Tiba-tiba Bob berteriak, "Mana Khan?!"
Manusia baja palsu itu tidak ada lagi di situ!
"Cepat," seru Jupiter. "Orang itu mendengar seluruh pembicaraan kita tentang kucing bengkok yang keenam! Cepat, Chief!"
Semua yang hadir di situ cepat-cepat lari melintasi pelataran, menuju lubang yang ada di pagar tinggi. Sementara pengunjung pasar malam yang saat ia masih ada memandang dengan heran. Mereka bergegas-gegas menuju ke tempat truk-truk dan karavan-karavan diparkir. Andy berlari memasuki karavannya. Dalam sekejap mata ia sudah keluar lagi.
"Kucing bengkok itu tidak ada lagi! Diambil orang itu!" ­"Jaga semua jalan keluar!" seru Chief Reynolds.
"Periksa tempat ini!" kata Mr. Carson memberi perintah pada para pekerja.
Mereka langsung beraksi, bersama pasukan polisi.
"Ia berhasil menguasai kucing bengkok itu," kata Chief Reynolds, "tapi takkan sempat lari ke luar dengannya!"
"Chief?" tanya Pete. "Mungkinkah itu Khan?"
"Mungkinkah ia ternyata berbohong?" kata Mr. Carson dengan nada menduga.
"Entahlah - ia memang pandai bicara," kata Chief Reynolds.
"Bisa saja ia memang dipekerjakan Nenek," kata Andy, "tapi di samping itu ia juga yang merampok bank."
"Aku pernah mengetahui beberapa orang detektif yang menyimpang dari jalan yang benar," kata Chief Reynolds geram. "Tapi jika itu yang terjadi dengan Khan, sekali ini kita pasti akan berhasil membekuknya. Ia takkan sempat memeriksa kucing itu, lalu menyingkirkannya. Ia harus berusaha lari dari pekarangan pasar malam ini - sedang kita sekarang tahu bagaimana tampangnya."
"Tapi bagaimana jika orang itu bukan Khan, Sir?" tanya Pete. "Kalau begitu kita tidak mengenal tampangnya. Ia bisa saja menyembunyikan kucing itu dulu, menunggu keadaan sudah aman baginya."
"Tidak mungkin, Pete." Chief Reynolds menggelengkan kepala. "Pasar malam ini tidak begitu besar. Kita pasti berhasil menemukan kucing bengkok itu - dan juga orang yang lari tadi. Nanti ia pasti akan berusaha melarikan diri - dan saat itu kita membekuknya. Ia tidak mungkin bisa lari ke luar membawa kucing itu. Jupiter! Kurasa -"
Kepala polisi itu menoleh, mencari Jupiter. Tapi penyelidik pertama Trio Detektif itu tidak ada lagi di situ!
"Jupe!" seru Pete.
"He, Jupiter! Di mana kau?" teriak Chief Reynolds. Panggilan itu tidak memperoleh jawaban.
"Rasanya aku tidak melihatnya bersama kita tadi!" kata Bob.
"Betul - sejak kita meninggalkan kompleks bekas taman hiburan," sambut Mr. Carson.
"Tapi tidak mungkin ia jauh dari sini," kata Chief Reynolds.
"Kecuali jika ia tadi melihat perampok itu lari, lalu mengejarnya," kata Pete dengan suara agak gemetar.
"Tenang, Pete," kata Mr. Carson. Mereka mencari-cari di sekitar kumpulan truk dan karavan yang diparkir di situ. Setelah itu mereka kembali ke pelataran pasar malam, untuk meneruskan pencarian di situ. Lima betas menit kemudian mereka berkumpul di salah satu titian lebar, dekat stand senapan Andy. Jupiter tidak mereka temukan.
"Pasar malam sudah bubar," kata Me. Carson. "Akan kutanyai semua artis, apakah ada yang melihat Jupiter tadi."
"Semua jalan keluar ditutup, sedang pagar diawasi dengan ketat," kata Chief Reynolds. "Tak mungkin ia keluar tanpa ketahuan."
Para artis pasar malam berkumpul di dekat tenda pertunjukan The Great Ivan. Mereka nampak gelisah, memperhatikan polisi dan para pekerja yang masih mencari-cari dan mengawasi pagar dan jalan-jalan keluar. Ketika Mr. Carson menanyai mereka, tidak ada yang merasa melihat Jupiter.
"Aku tidak melihat apa-apa," kata The Great Ivan dengan sikap gelisah.
Para akrobat dan artis penelan api juga menggeleng. Badut yang pendek gendut berjingkrak-jingkrak, masih dalam peranannya selaku penarik perhatian. Ia menuding-nuding badut yang jangkung dan berwajah murung. Badut jangkung itu menyapu tanah dengan sapu, sambil menenteng tempat debu yang dasarnya rusak.
"Mungkin aku tadi melihatnya," kata badut jangkung itu dengan suara lambat dan sedih. "Di belakang tenda, bersamaan seseorang."
"Anda melihatnya?" tanya Chief Reynolds dengan cepat.
"Dengan siapa dia?" Badut jangkung itu menggeleng. "Aku tidak tahu."
Badut yang pendek gemuk mencoba berdiri dengan bertumpu pada tangan - tapi gagal. Setelah itu ia berjingkrak-jingkrak di samping rekannya yang jangkung.
Bob mengeluh. "Jupiter pasti disandera perampok itu," katanya.
"Ya - agar ia bisa melarikan diri tanpa dicegat," kata Pete.
"Tenang, tenang," kata Chief Reynolds. Tapi wajahnya nampak cemas. "Dengan begitu urusannya sekarang berubah. Jika Jupiter ada di tangannya, kita terpaksa membiarkannya lolos dari sini. Tapi nanti kita akan tahu siapa ia sebenarnya dan dengan begitu orang itu kemudian bisa dicari sampai dapat!"
"Tapi jika Jupe disandera olehnya, kenapa belum dijadikannya tameng untuk melarikan diri?" kata Andy.
"Entahlah, Andy," kata Chief Reynolds.
Tiba-tiba badut yang jangkung mencampuri pembicaraan. "Disandera, Chief? Ketika aku melihat anak itu laki-laki yang ada bersamanya lari menuju lubang di pagar yang berbatasan dengan laut!"
Chief Reynolds berpaling dengan cepat. "Apa? Laut?"
"Orang itu pasti hendak mencoba minggat dengan jalan berenang mengitari pagar taman hiburan yang tidak Anda suruh jaga tadi," seru Mr. Carson.
Dengan segera Pete dan Andy bergerak, hendak lari mengikuti Chief Reynolds dan Mr. Carson menuju pagar. Tapi Bob tetap berdiri di tempatnya. Ia menatap debu di titian.
"Chief! Teman-teman," katanya lambat-lambat. "Coba lihat itu!"
Semua berpaling, memandang ke arah yang ditujukan oleh Bob. Badut pendek gemuk yang masih saja berbuat iseng, saat itu berguling-guling di tanah sambi! menuding-nuding rekannya yang jangkung. Dan di sampingnya nampak tanda tanya besar yang digambar di tanah!

Bab 21 Kedok Perampok Terbuka
TANDA pengenal kita!" seru Pete.
Ia menatap badut pendek yang masih berjingkrak-jingkrak mengelilingi rekannya yang jangkung.
"Itu kan Jupe!" kata Bob yang tiba-tiba sadar. "Ia hendak mengatakan bahwa -"
Sebelum ada yang sempat berbuat sesuatu, tahu-tahu badut jangkung sudah mengacungkan pistol yang dikeluarkan dari lengan bajunya. Tanpa mengatakan apa-apa ia bergerak mundur ke arah gerbang utama. Matanya berkilat-kilat mengancam, di tengah mukanya yang masih dirias putih.
"Jangan ada yang bergerak," kata Chief Reynolds memperingatkan. "Biarkan dia pergi!"
Semua hanya bisa melihat saja tanpa bisa berbuat apa-apa, sementara badut itu mundur semakin menjauhi mereka. Ia sudah hampir mencapai gerbang utama, ketika tahu-tahu ada sesosok tubuh kekar menerpanya dari belakang kios tempat penjualan karcis Roda Raksasa. Sebelum yang lain-lain sempat menyadari apa yang sebetulnya terjadi, badut jangkung sudah diringkusnya.
Orang yang muncul dengan tiba-tiba itu ternyata Khan. Badut jangkung berusaha mengarahkan moncong pistol padanya. Tapi orang kuat itu mencengkeram pergelangan tangannya. Pistol terjatuh ke tanah. Badut jangkung itu tak berdaya diringkus laki-laki bertubuh kekar itu.
"Nah - perampok sudah tertangkap!" kata Khan dengan puas.
Chief Reynolds berteriak memanggil orang-orangnya, yang segera datang berlari-lari untuk mengamankan badut jangkung itu. Beberapa polisi lagi membubarkan kerumunan artis dan pengunjung yang belum pulang. Khan tertawa lebar.
"Dari tadi aku menunggu-nunggu saat perampok berbuat sesuatu," katanya menjelaskan. "Tapi terus terang saja, aku sama sekali tidak menduga bahwa badut jangkunglah orangnya!"
Badut yang pendek gendut membuka topeng serta hidung palsunya. Ternyata ia memang Jupiter!
"Aku memang selalu ingin menjadi badut," katanya.
"Kau perlu memberi penjelasan, Jupiter," kata Chief Reynolds. "Dari mana kau tahu bahwa badut jangkung itu perampok yang kita cari - dan kenapa kau memakai kostum badut?"
"Yah -" kata Jupiter, "ketika kita tadi beramai-ramai mengejar orang yang lari dari pelataran bekas taman hiburan, saat itu juga saya sudah menyadari bahwa ia pasti berhasil mendului kita mengambil kucing bengkok itu. Karenanya saya tidak jadi ikut mengejar, melainkan langsung menuju ke tenda-tenda pertunjukan. Menurut pertimbangan saya, setelah berhasil mengambil kucing bengkok dari karavan Andy, perampok itu pasti akan lari menyembunyikan dirinya dan kucing itu di tempat yang tidak menyolok - yaitu di tengah orang banyak.
"Ketika saya tadi sampai di pelataran utama di mana masih ada pengunjung, tiba-tiba saya melihat badut jangkung itu lari - lurus ke arah saya! Saya lihat ia membawa sesuatu yang disembunyikan di bawah jasnya yang longgar. Jika saat itu ia sampai melihat saya, ia pasti akan menebak bahwa saya sudah tahu siapa dia sebenarnya, dan apa yang sedang dibawa olehnya! Karena itu saya lekas-lekas menyelinap masuk ke dalam tenda yang paling dekat. Saya sangat kaget karena itu ternyata tenda badut!"
"Wow!" seru Pete "Maksudmu kau berada dalam tenda yang pasti akan dimasukinya, Jupe!"
"Wah - jadi saat itu kau terjebak, Jupe," kata Andy.
"Betul! Tapi kemudian kulihat kostum-kostum badut yang pendek! Ia berganti pakaian di tenda itu - dan saat itu ia sudah selesai mengadakan pertunjukan. Dengan cepat kukenakan kostum serta topengnya. Ternyata pas! Baru saja aku memasang hidung palsu, ketika badut yang jangkung masuk ke tempat berdandan. Rupanya ia mendengar aku di situ. Dikiranya aku badut pendek yang asli, karenanya ia mendesak agar kami berdua mengadakan pertunjukan lagi sebentar di titian tengah!
"Aku langsung menyadari bahwa ia hendak memanfaatkan pertunjukan itu untuk mencari kesempatan lari dengan membawa kucing bengkok itu. Soalnya, situasi yang dihadapinya sudah berubah. Selama itu ia berusaha mengambil kucing bengkok tanpa ada yang tahu apa sebetulnya yang dicarinya. Tapi kini kita semua sudah tahu - jadi ia tidak perlu lagi bertindak secara sembunyi-sembunyi. Kini hanya satu yang diingininya - lari!"
Chief Reynolds mengangguk. "Ya - itu bisa kumengerti, Jupiter. Tapi ketika kau berada di titian kenapa tidak kaukatakan saja siapa dia sebenarnya?"
"Saya tahu ia membawa pistol, Sir," jawab Jupiter. "Saya takut jika saya mengatakan siapa dia sebenarnya, ia akan langsung menembak! Saya harus menarik perhatian Anda sebelum ia sadar bahwa saya bukan badut pendek yang asli. Karena itu saya membuat gambar tanda tanya di tanah. Untungnya Bob melihat tanda itu, lalu kalian semua sudah waspada sebelum orang itu sadar bahwa saya menuduhnya!"
"Tapi masih kurang waspada, karena ia nyaris saja bisa meloloskan diri!" kata Chief Reynolds.
Setelah memuji Jupiter, ia menyambung, "Di mana kucing bengkok itu?"
"Diikat ke kakinya, di dalam celananya yang longgar," kata Jupiter.
Salah seorang bawahan Chief Reynolds menggeledah badan badut jangkung itu,lalu menyodorkan kucing bengkok yang ditemukannya pada Chief Reynolds. Kepala polisi Rocky Beach itu dengan segera mencari-cari sebentar, lalu mengacungkan sepotong karcis berwarna kecoklatan.
"Karcis penitipan bagasi!" serunya gembira. "Uang hasil rampokan itu ternyata dititipkannya. Dengan begitu sebagian misteri sudah terjawab. Sekarang tinggal melihat siapa sebenarnya perampok bank itu."
"Perampok?" Kening Mr. Carson berkerut. "Tapi, Chief, tak mungkin dia -"
Sebelum pemimpin pasar malam itu menyelesaikan kalimatnya, Chief Reynolds sudah lebih dulu membuka topeng yang menutupi muka badut jangkung, begitu pula rambut palsunya. Riasan warna putih dihapus dari muka orang itu. Seketika itu juga Chief Reynolds melongo! Ketika kedok badutnya sudah ditanggalkan, ternyata orang itu sudah tua! Kurus, dan berambut putih. Umurnya paling sedikit sudah lebih dari enam puluh tahun!
"Tap - tapi - tidak mungkin dia perampoknya!" kata Chief Reynolds terbata-bata.
"Itulah yang dari tadi sudah hendak kukatakan," kata Mr. Carson. "Tidak mungkin dia, karena sudah terlalu tua. Mustahil ia bisa menyamarkan ketuaannya dengan begitu baik! Dan juga mustahil ia begitu sigap memanjat seperti yang dilakukan perampok itu!"
"Ya - memang tidak mungkin," kata Jupiter lambat-lambat. Terdengar jelas bahwa ia kecewa. Badut tua itu menatap tanah. "Aku... aku disuruh orang! Kuakui, akulah yang mengambil kucing bengkok itu tadi. Orang itu mengatakan bahwa untuk itu aku akan diberi imbalan sepuluh ribu dolar! Ia yang memberi pistol tadi, tapi aku sama sekali tidak tahu cara menggunakannya. Aku menyesal karena tadi mengancam kalian dengan senjata itu - tapi aku saat itu ketakutan!"
"Siapa orang yang menyuruhmu?" tanya Chief Reynolds dengan nada galak.
Badut tua itu memandang berkeliling, lalu menuding. "Dia! Khan! Dialah yang menyuruhku!"
Muka orang kuat itu merah-padam. "Bohong! Sungguh -"
"Aku tidak bohong," badut tua bersikeras. "Anda boleh tidak percaya, Chief. Anda kurung saja kami berdua di dalam sel, lalu selidiki siapa Khan sebenarnya. Aku tahu bahwa aku pasti dihukum tapi aku disuruh oleh Khan."
Selama sesaat semua menatap Khan serta badut tua itu. Badut tua itu menuding Khan.
Tiba-tiba mata Jupiter bersinar-sinar "Satu dari kedua orang itu berbohong, Chief," katanya, "dan saya tahu pasti, yang berbohong badut tua itu!"
"Dari mana kau mengetahuinya, Jupiter? tanya Chief Reynolds bingung.
"Badut itu sama sekali belum tua," kata Jupiter "Samarannya terbalik!"
"Hahh?" Pete melongo.
"Ya, memang begitukan, Dua?" kata Jupiter. "Selama ini kita mencari-cari seseorang yang menyamar berkulit gelap dan tertato! Kita mencari orang yang memakai sesuatu supaya tidak dikenal siapa dia sebenarnya! Padahal bukan itu yang dilakukannya. Tidak! Selama ini ia menyamar selaku badut tua! Dan ketika merampok bank serta membeli kucing-kucing bengkok dari anak-anak, samarannya itu dilepas. Wajah perampok yang sebenarnya ada di balik kedok badut tua itu!"
Orang yang dituduh itu berusaha melepaskan diri. Tapi pegangan polisi terlalu kuat. Chief Reynolds menjamah muka orang itu, lalu menyentakkan rambut putih. Dicengkeramnya kulit muka yang keriput lalu ditarik!
"Tidak bisa, Jupiter!" kata kepala polisi itu.
"Samaran modern sangat rapi," kata Jupiter. "Coba Anda periksa pada bagian lehernya."
Chief Reynolds menarik kerah kostum badut itu ke bawah. Pada leher sebelah bawah nampak suatu garis samar. Chief Reynolds mengaisnya dengan kuku, lalu menarik keras-keras ke atas! Kulit leher, muka, dan juga rambut terlepas! Kini nampak wajah orang itu yang sebenarnya. Seseorang yang berkulit coklat dan bermata hitam persis seperti ketika ia membeli kucing-kucing bengkok dari anak-anak.
"Itu dia - laki-laki yang bertato!" seru Pete.
"Tapi tanpa tato!" Mr. Carson memperhatikan wajah perampok yang melotot itu.
"Betul - dia memang Gabbo!" katanya. "Tampangnya berubah, tapi aku tahu pasti dia ini The Amazing Gabbo! Jadi kau sekarang berganti profesi menjadi perampok Gabbo?"
"Persetan, Carson!" sergah perampok itu. "Persetan dengan kalian semua! Kalau bukan karena anak-anak tolol ini, aku pasti sudah berhasil meloloskan diri!"
"Kalau anak-anak, memang betul, Gabbo," kata Chief Reynolds dengan geram, "tapi tidak tolol!"
Ia memerintahkan anak buahnya untuk menggiring perampok itu. Kemudian ia berpaling lagi, memandang Jupiter.
"Sampai saat terakhir, ia berhasil mengelabui kita semua," kata Chief Reynolds. "Samarannya begitu sempurna, sehingga tadi hampir berhasil meloloskan diri. Kalian perhatikan tidak tadi, bagaimana ia meminta agar ditahan bersama Khan? Jika ia memperoleh kesempatan sebentar saja untuk bisa sendirian - bahkan juga dalam tahanan - ada kemungkinan ia menanggalkan samarannya dan mungkin akan pergi dari situ tanpa ketahuan! Dari mana kau mengetahui bahwa ia mempergunakan samaran ganda?"
"Yah ­ samaran pada mukanya memang sempurna, Sir," kata Jupiter dengan nada bangga, "tapi ia lupa menyamarkan tangannya! Tangannya licin, berkulit coklat, dan sama sekali tidak keriput. Tangan orang yang masih termasuk muda, Chief!"
"Astaga! Lagi-lagi kau benar, Jupiter!" seru Chief Reynolds.
Bob dan Pete mengerang serempak. "Ia selalu benar, Sir," kata Bob, pura-pura putus asa.
"Hampir selalu," Pete menimpali. Jupiter diam saja. Tapi wajahnya berseri-seri.

Bab 22 Laporan pada Alfred Hitchcock ­
KEESOKAN harinya Jupiter beserta kedua rekannya pergi membawa laporan yang sudah selesai ditulis Bob ke kantor Alfred Hitchcock, sahabat dan pembimbing mereka. Sutradara termasyhur itu membacanya, lalu menyatakan persetujuannya untuk menuliskan kata pengantar. "Misteri Kucing Bengkok," ucap sutradara terkenal itu sambil membaca.
"Judul menarik untuk kisah yang memuaskan, tentang pengamatan tajam serta penarikan kesimpulan yang gemilang! Kalian semua sudah berjasa dalam mengakhiri karir jahat The Amazing Gabbo, sebelum ia bisa menimbulkan kerugian yang lebih besar lagi!"
"Ia ternyata dicari polisi negara bagian Ohio, karena melakukan perampokan di sana, Sir," kata Bob.
"Itu salah satu alasan kenapa ia menggabungkan diri dengan pasar malam ayah Andy, tapi dengan menyamar," kata Jupiter menjelaskan. "Ia mendengar bahwa pasar malam Mr. Carson akan mengadakan tur di California. Agar tidak ketahuan, dari semula ia sudah menyamar menjadi badut yang sudah tua. Kemudian timbul pikirannya untuk merampok bank di San Mateo tanpa menyamar, tapi dengan tato di lengannya, untuk mengalihkan perhatian para saksi mata."
"Benar-benar cerdik," kata Mr. Hitchcock mengomentari. "Lalu setelah itu ia mestinya menaruh hasil rampokannya di tempat penitipan barang, menyelinap secara diam-diam kembali ke pasar malam, lalu ikut pergi meninggalkan kota San Mateo sebagai badut tua! Ia takkan dicurigai, karena yang dicari perampok yang masih muda!"
"Betul, Sir," kata Jupiter. "Tapi ketika ia secara kebetulan ditemukan di pasar malam, ia terpaksa menimbulkan kebakaran di pasar malam, guna mendapat waktu untuk menyembunyikan karcis tanda penitipan barang serta cepat-cepat memakai samarannya, menjadi badut tua. Tapi karena tergesa-gesa, ia tidak sempat menghitung jumlah kucing bengkok yang ada. Tidak disadarinya bahwa kucing-kucing itu sebenarnya ada enam buah, sampai ia mendengar saya menuturkan kesimpulan saya pada Chief Reynolds."
Mr. Hithchcock mengangguk. "Sesuai dengan kesimpulanmu, Jupiter, ia mulanya bertindak terlalu berhati-hati kemudian terlalu nekat. Itu memang khas penjahat. Mereka sebenarnya tidak terlalu pintar. Kurasa ia tentunya harus menebus kesalahannya di penjara negara bagian California, ya?"
"Dan sesudah itu, Ohio sudah siap menyambutnya!" kata Pete menimpali. "Lama juga ia tidak bisa lagi beraksi sebagai Manusia Lalat!"
"Betul - kecuali jika di penjara tempatnya mendekam ada pasar malam," kata Mr. Hitchcock. "Gagasan itu tidak jelek, Anak-anak. Mungkin dengan begitu Gabbo akan sadar bahwa ia sebaiknya menggunakan bakatnya itu untuk tujuan yang baik!"
"Bagaimana jika Anda kemukakan usul itu pada pihak pengurus penjara, Sir?" kata Jupiter sambil nyengir.
"Aku? Yah - kenapa tidak?" kata Mr. Hitchcock. "Tapi bagaimana dengan nenek Andy Carson? Apakah wanita tua itu juga mau mengubah pandangan jeleknya tentang Mr. Carson serta kehidupan pasar malam?"
"Bukan cuma mau, Sir! Pendiriannya sudah berubah sekarang," kata Bob. "Khan - eh, maksud saya Paul Harney - melaporkan padanya bahwa kehidupan pasar malam cocok bagi Andy, dan tidak bisa dibilang berbahaya."
"Dan nenek Andy sekarang setidak-tidaknya sudah pasrah," sambung Jupiter. "Ia sependapat, bahwa anak laki-laki sebaiknya tinggal bersama ayahnya."
"Sedang Mr. Harney begitu senang menjadi orang kuat lagi," kata Pete "sehingga ia tetap bergabung dengan pasar malam dan tidak terus melakukan profesinya sebagai detektif swasta."
"0 ya?" Mr. Hitchcock tersenyum. "Aku ingin tahu, apakah keputusannya itu mungkin terpengaruh oleh pameran keterampilan kalian selaku detektif!" Jupiter nyengir.
"Wah - saya tidak tahu Sir," katanya singkat.
"Memang - kurasa itu akan tetap merupakan rahasia Khan sendiri," kata sutradara terkenal itu. "Sekarang masih ada satu pertanyaan lagi, Anak-anak! Apa hubungan kecelakaan pada atraksi kuda poni dengan perkara ini?"
"Itu ternyata memang benar-benar kesialan saja, Sir," kata Bob menjelaskan.
"Ya - karena memang tidak cocok dengan kejadian-kejadian selebihnya," kata Mr. Hitchcock sambil mengangguk.
"Jadi dengan begitu petualangan kalian di pasar malam sudah berakhir, ya?"
"Ya - hampir, Sir," kata Jupiter.
Dengan cepat Pete menyela, "Jupiter akan menjadi badut di situ untuk beberapa hari, Sir! Mr. Carson memberi kesempatan padanya untuk menggantikan tempat Gabbo, selama pasar malamnya mengadakan pertunjukan di Rocky Beach!"
"Hebat, Jupiter!" kata Mr. Hitchcock. "Mungkin kapan-kapan aku akan menonton penampilanmu."
Setelah itu anak-anak pergi, meninggalkan Mr. Hitchcock seorang diri. Sutradara itu tersenyum geli, membayangkan Jupiter menjadi badut. Ia bertanya-tanya dalam hati, apa lagi yang akan dialami ketiga remaja itu setelah ini?

Selesai