Trio Detektif - Misteri Danau Siluman(1)


Trio Detektif
Misteri Danau Siluman


DAFTAR ISI
1. Peti Antik 9
2. Bahaya Masa Silam dan Sekarang 16
3. Bangkai Argyll Queen 26
4. Buku Harian yang Satu Lagi 40
5. Diserang! 49
6. Suara dan Masa Silam 59
7. Kota Hantu! 70
8. Diselamatkan Hantu 80
9. Cahaya Misterius 89
10. Hantu Siluman 99
11. Orang yang Tak Diundang 107
12. Bahaya Baru 116
13. Pengejaran 123
14. Lagi-lagi Java Jim 130
15. Terlanjur 143
16. Bunyi Mencurigakan 154
17. Petunjuk Terakhir 165
18. Jupiter Tahu! 173
19. Pemecahan Teka-teki 183
20. Rahasia Hantu Siluman 190
21. Harta Karun dan Argyll Queen 199
22. Alfred Hitchcock Mengucapkan Selamat 208
Sanksi Pelanggaran Pasal 44:
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 Tentang Perubahan alltas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982
Tentang Hak Cipta
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah)
2- Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Hp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

Pesan Alfred Hitchcock
BANGKAI kapal layar kuno! Harta karun bajak laut! Kota mati! Pulau siluman! Jupiter Jones, penyelidik remaja dengan seribu akal itu kembali berhasil menyentuh titik lemahku. Mana mungkin aku tidak mau menulis kata pendahuluan untuk kisah yang mengandung hal-hal yang begitu merangsang rasa ingin tahu?
Jadi sekali lagi kuajak kalian yang menggemari kisah-kisah petualangan, untuk bersamaku menyimak pengalaman terbaru mereka. Tapi hati-hati - karena misteri dan bahaya mengintai! Siapa pun yang mengiringi Trio Detektif ke Danau Siluman, perlu bersikap waspada!
Di antara kalian, mungkin ada yang masih juga belum mengenal Trio Detektif. Untuk para remaja yang malang ini baiklah kukatakan bahwa pemimpin mereka bernama Jupiter Jones. Remaja yang tidak bisa dibilang langsing ini sangat cerdas otaknya. Bahkan kadang-kadang terlalu cerdas, menurut pendapatku! Penyelidik Dua bernama Peter Crenshaw. Anak itu jangkung dan kekar. Sedang Bob Andrews bertubuh kecil, tapi gigih. Tugas utamanya di bidang riset dan pencatatan.
Ketiga remaja ini bertempat tinggal di Rocky Beach, yang letaknya hanya beberapa mil di sebelah utara Hollywood. Mereka memiliki kantor, di sebuah karavan yang sudah tidak dipakai lagi. Karavan yang diubah menjadi kantor itu tersembunyi di Jones Salvage Yard, milik paman dan bibi Jupiter. Dengan bermarkas di tempat tersembunyi itu mereka beraksi, menghadapi penjahat-penjahat licin, serta menyelidiki berbagai teka-teki misterius.
Tapi kini mereka menghadapi teka-teki yang umurnya lebih dari seabad. Akan berhasilkah trio tangguh kita memecahkannya? Rahasia apakah yang tersimpan di dalam surat yang sudah kuning kertasnya, serta di dalam buku harian seorang pelaut yang sudah lama meninggal dunia? Betulkah ada harta karun bajak laut dibawa lari malam-malam dari sebuah kapal layar yang hampir karam dilanda badai? Dan siapakah orang-orang yang mengintai Jupiter dan kedua rekannya?
Akan berhasilkah ketiga penyelidik gigih itu mengetahui makna pesan orang yang sudah mati, serta menemukan rahasia Danau Siluman? Dan andaikan bisa - apakah tidak terlambat?
Kita ikuti saja bersama-sama laporan petualangan mereka! Selamat merinding!

ALFRED HITCHCOCK

Bab 1 PETI ANTIK
"Wow!" seru Bob Andrews. Matanya berkilat-kilat. "Keris Melayu asli!"
Senjata tajam berlekuk-lekuk dan bermata dua itu dipamerkannya pada kedua temannya, Jupiter Jones dan Pete Crenshaw. Ketiga remaja itu berada di sebuah museum kecil milik pribadi yang terletak di pinggir jalan raya, hanya beberapa mil di sebelah utara tempat tinggal mereka, di Rocky Beach. Pete menyentuh mata keris yang bergelombang. Ia bergidik. Jupiter mengangguk dengan sikap mengiakan.
"Zaman dulu banyak kapal layar dan California mendatangi kawasan kepulauan Hindia Timur (penamaan kuno untuk kawasan nusantara)," katanya. "Sejumlah artefak (benda-benda buatan manusia) yang ada di museum kecil ini berasal dari kawasan Asia."
Pete dan Bob mengeluh dalam hati, sementara Jupiter mulai berceramah. Otak remaja berbadan tidak langsing itu penuh dengan berbagai pengetahuan menarik. Tapi caranya menguraikan, cenderung bergaya sok tahu.
Ceramah Jupiter terpotong oleh Bibi Mathilda, yang saat itu ada di seberang ruangan.
"Saat ini aku lebih tertarik untuk mengetahui dikemanakan segala artefak itu, Jupiter Jones! Ayo, kalian jangan bermalas-malasan saja! Naikkan barang-barang ke truk!"
"Baik, Bibi Mathilda," kata Jupiter dengan sikap patuh.
Museum kecil yang khusus memamerkan benda-benda peninggalan zaman saat banyak kapal layar lalu lalang antara California dengan kawasan-kawasan lain di seluruh dunia itu akan ditutup. Bibi Mathilda dan Paman Titus Jones mencapai kata sepakat dengan pemiliknya, memborong koleksi benda-benda pameran yang tidak banyak jumlahnya, untuk dijual kembali di Jones Salvage Yard, perusahaan jual-beli barang bekas yang paling mentereng di sepanjang Pesisir Barat Amerika Utara.
Bibi Mathilda yang sebenarnya pengelola perusahaan itu, karena Paman Titus lebih senang kelayapan, mencari barang-barang bekas menarik untuk dibeli. Bibi Mathilda bertubuh besar dan kekar. Walau berlidah tajam, tapi ia sebenarnya baik hati. Cuma payahnya jika ia melihat anak-anak di dekatnya, hanya ada satu pikirannya yang timbul, mereka tidak boleh menganggur! Jupiter, yang tinggal bersama paman dan bibinya, selalu berusaha menghindari Bibi Mathilda. Bersama kedua temannya, ia punya urusan sendiri yang juga penting - yaitu mengelola Trio Detektif, biro detektif remaja milik mereka. Tapi tadi pagi Bibi Mathilda melihat ketiga remaja itu di perusahaan, lalu langsung menyuruh mereka menolong. Pada hari pertama liburan Natal, ketiga remaja itu sudah terjebak!
Sambil berkeluh-kesah, ketiga remaja itu mengangkut barang-barang museum ke truk yang diparkir di luar. Hans sudah menunggu di situ, Hans itu satu dari kedua pemuda Jerman bersaudara yang bekerja di Jones Salvage Yard. Ketika melihat air muka Jupiter dan kedua temannya saat mereka bolak-balik membawa barang-barang dari dalam museum, Hans langsung menggoda. Ia menyiulkan lagu Natal yang gembira, sambil memuat barang-barang antik itu ke atas truk Bibi Mathilda mengawasi pekerjaan anak-anak sebentar, lalu masuk ke dalam untuk bersama Mr. Acres, pemilik museum yang akan ditutup itu mencatat barang-barang yang dibeli.
Setelah selesai, Bibi Mathilda membantu anak-anak mengepak beberapa buah kotak di bagian belakang ruang pameran. Sedang Mr. Acres pergi ke depan, menyambut seorang tamu yang saat itu masuk. Tidak lama kemudian terdengar suara orang itu membentak-bentak Mr. Acres.
"Aku tidak peduli, pada siapa Anda menjanjikannya!"
"Tenanglah sebentar," kata Mr. Acres, berusaha menyabarkan.
"Barang ini milikku," kata orang yang marah-marah itu, "dan sekarang ini juga harus diserahkan padaku!"
Suara orang itu serak, dengan nada mengancam. Bibi Mathilda bergegas ke depan, dilkuti anak-anak. Ketika mereka tiba, Mr. Acres sedang mengatakan,
"Maaf, tapi seluruh isi museum ini sudah kujual pada Jones Salvage Yard. Semuanya - tanpa kecuali."
Mr. Acres berdiri di belakang sebuah peti antik dari kayu jati yang diperkokoh dengan simpai dan kuningan yang penuh dengan hiasan ukiran. Melihat hiasannya, peti itu pasti berasal dan Asia.
Di seberang peti, seorang laki-laki pendek dengan janggut hitam lebat berdiri sambil menghadap Mr. Acres. Mata orang tak dikenal itu berkilat-kilat, dalam rongga cekung di tengah wajah coklat berkerut terbakar sinar matahari. Pada kedua pipinya ada bekas luka memanjang ke bawah, masuk ke dalam janggut. Ia memakai jaket pelaut yang tebal, dengan dua deretan kancing. Celananya yang berwarna biru tua melebar ke bawah, model pakaian pelaut zaman dulu. Sedang kepalanya ditutupi topi pet awak kapal pelayaran niaga, dengan jalinan pita bersepuh kuningan yang sudah buram.
Orang bertubuh pendek itu menatap Mr. Acres sambil melotot.
"Aku yang mengadakan pengecualian, tahu?!" sergah orang itu. "Peti ini milikku, dan aku harus mendapatkannya kembali. Anda kuperingatkan -"
Mr. Acres langsung naik darah.
"Jangan seenaknya saja, ya! Aku -!"
"Namaku Jim," kata laki-laki pendek itu memotong dengan kasar. "Julukanku Java Jim, dan aku membawa peti ini pulang dari pelayaran yang jauh. Peti ini mengandung bahaya, tahu!"
Anak-anak meneguk ludah. Java Jim mengarahkan tatapan matanya yang berkilat-kilat pada mereka, sambil melontarkan umpatan tertahan.
"Kalian mau apa!" bentaknya. "Ayo menyingkir! Wanita tua itu juga! Pergi!"
Jupiter cepat-cepat melihat ke arah Bibi Mathilda. Melihat wajah bibinya itu merah padam, nyaris saja ia nyengir. Tapi cepat-cepat ditahan.
"Apa?" Bibi Mathilda membentak pelaut galak itu. "Apa yang kaukatakan tadi padaku, Badut Berewok? Kalau aku ini bukan wanita sopan, sudah kucampakkan kau ke luar dan tempat ini!"
Pelaut itu mundur, karena kaget melihat kesengitan Bibi Mathilda. Sedang wanita bertubuh besar itu maju mengejar.
"Kelihatannya Anda salah langkah, Mr. Java Jim," kata Mr. Acres sambil tersenyum. "Nyonya ini kebetulan pemilik Jones Salvage Yard, dan peti ini sudah menjadi miliknya sekarang."
Java Jim terkejap.
"Aku...yah, aku minta maaf, Ma'am. Kata-kataku tadi terdorong oleh watakku yang lekas naik darah. Aku benar-benar menyesal, karena bukan maksudku hendak menghina. Aku sudah terlalu lama berlayar - selalu bergaul dengan sesama lelaki saja. Aku tadi tidak bisa menahan diri, karena akhirnya berhasil menemukan petiku."
Rona marah sudah pupus sama sekali dari wajah pria berjanggut itu. Dan Bibi Mathilda dengan cepat sudah tenang kembali, secepat marahnya tadi. Ia menganggukkan kepala ke arah peti antik, yang saat itu sedang diperhatikan oleh Jupiter serta kedua temannya.
"Jika peti itu milik Anda, kenapa sampai bisa ada di sini?’ tanya Bibi Mathilda.
"Dicuri orang, Ma'am,"jawab Java Jim dengan cepat. "Petiku itu dicuri dan kapalku dua minggu yang lalu, ketika kami sedang merapat di Pelabuhan San Francisco. Kemudian oleh pencurinya dijual pada seorang pedagang barang bekas di daerah pelabuhan sana. Tapi sebelum aku datang, dijual lagi oleh pedagang itu kemari. Aku lantas ke sini, untuk mengambilnya kembali."
"Yah..." kata Bibi Mathilda dengan sikap ragu.
Sementara itu Bob membuka tutup peti. Ia menuding ke sisi dalam tutup peti yang terbuka.
"Di sini tertulis nama - Argyll Queen. ltukah nama kapal Anda, Mr. Java?"
"Bukan," kata Java Jim. "Itu peti kuno, dan selama ini mungkin sudah lima puluh kali berpindah tangan. Nama yang kaubaca itu sudah ada di situ, ketika aku membelinya di Singapura."
"Saya memang baru kemarin memperolehnya dari Walt Baskins di San Francisco, Mrs. Jones," kata Mr. Acres, "Saya langganan tetapnya. Setiap barang yang menarik untuk dipamerkan di museum, selalu dikirimkan kemari tanpa perlu dipesan dulu. Ketika memutuskan untuk menutup museum ini, saya lupa membatalkan pesanan tetap itu."
"Aku mau membayar dengan harga pantas," kata Java Jim dengan cepat.
"Yah," kata Bibi Mathilda, "kurasa Anda memang pemilik sah peti ini. Silakan bayar saja seberapa harganya pada Mr. Acres, lalu -"
Saat itu terdengar bunyi mendesing.

"Apa-?" kata Bob, sambil mengangkat kepala.
Terdengar bunyi berdetak. Sebilah pisau pendek melayang - nyaris menyerempet telinga Jupiter, lalu menancap ke dinding!

Bab 2 BAHAYA MASA SILAM DAN SEKARANG
SELAMA beberapa saat semua seperti terpaku di tempat masing-masing. Sementara pisau yang tertancap di dinding, masih bergetar sedikit.
Bibi Mathilda cepat-cepat mendatangi keponakannya.
"Kau tidak apa-apa, Jupiter?" katanya dengan cemas.
Jupiter hanya bisa mengangguk. Ia duduk di sebuah bangku tua. Lututnya terasa lemas. Pisau tadi nyaris saja menyerempet telinganya!
"Siapa yang melontarkan pisau itu?" seru Mr. Acres, sambil memandang berkeliling dengan sikap bingung.
"Jangan aku yang dipandang!" kata Java Jim, dengan sikap memungkiri.
"T - tidak ada yang melontarkannya," kata Bob tergagap-gagap. "Tahu-tahu terbang ke luar dari dalam peti!"
Mr. Acres menghampiri peti itu, lalu menjenguk ke dalam.
"Astaga!’ katanya. "Ada sekat tersembunyi di dasarnya, dan sekat itu sekarang terbuka! Bob tadi rupanya secara tak sengaja menyentuh sesuatu yang membuka tutup sekat itu!"
"Pisau itu rupanya ada di dalamnya," kata Bob menimpali, "terpasang pada pegas yang melontarkannya, begitu tutup sekat terbuka! Suatu jebakan!"
"Untuk menikam orang yang membuka!" kata Pete dengan gugup.
"Jika ini pekerjaan Anda," kata Bibi Mathilda, sambil melangkah ke arah Java Jim, "Anda akan ku -"
"Aku tidak tahu apa-apa tentang jebakan itu!" tukas pelaut berjanggut lebat itu.
"Ya, memang," kata Jupiter dengan tiba-tiba. Air mukanya sudah tidak pucat lagi. Ditariknya pisau yang tertancap di dinding, lalu diamat-amati. "ini pisau buatan Asia! Kelihatannya bikinan salah satu daerah Asia Tenggara. Kurasa jebakan maut itu buatan bajak laut kawasan sana, seabad yang lalu!"
"Wow!" seru Pete.
"Bajak laut?" kata Bob.
Mata Jupiter berkilat-kilat. Dengan belati di tangan, dihampirinya peti antik itu. Ia berjongkok di sisinya, lalu meneliti mekanisme pelontar yang terpasang di dalam sekat rahasia. Akhirnya ia mengangguk dengan sikap puas.
"Benar juga dugaanku! Pegas dan kait penahan pisau ini basil buatan tangan, dan sudah berkarat" katanya. "Tidak ada keraguan lagi, pasti buatan zaman dulu. Ini jebakan khas di sana, untuk melindungi barang berharga yang disembunyikan. Mungkin bikinan bajak laut daerah pesisir Malaya, atau bisa juga Jawa!"
"Jawa - seperti julukan Java Jim!" kata Bob.
Semua berpaling, memandang pelaut berewok itu.
"He - nanti dulu!" kata Java Jim. "Itu cuma julukan saja yang kuperoleh semasa mudaku, karena aku pernah tinggal selama beberapa waktu di Jawa. Aku tidak tahu apa-apa tentang bajak laut!"
"Aku bahkan sama sekali tidak tahu, di mana letak tempat yang bernama Jawa," keluh Pete.
"Jawa itu sebuah pulau di Indonesia," kata Jupiter menjelaskan. "Negara itu merupakan kawasan kepulauan - di samping Jawa masih ada Sumatra, Borneo - orang Indonesia menamakannya Kalimantan - lalu Sulawesi, Irian Barat, dan ribuan pulau lainnya, besar dan kecil. Indonesia sekarang merupakan negara merdeka. Tapi zaman dulu dijajah Belanda, dan namanya Hindia Belanda. Dulu di sana banyak sekali kerajaan kecil, dan di antaranya ada yang dikuasai bajak laut!"
"Maksudmu, seperti Blackbeard (bajak laut berkebangsaan Inggris, yang pernah merajalela diperairan Karibia semasa awal abad ke-18. Nama aslinya Edward Teach)?" tanya Pete. "Dengan perahu layar, meriam, bendera bergambar tengkorak, dan dua potong tulang bersilang?"
"Tidak persis seperti itu, Pete," jawab Jupiter dengan sikap agak sok tahu. ‘Yang kausebutkan itu ciri-ciri perompak kawasan Barat. Bajak laut Asia tidak memiliki kapal layar besar. Dan jarang yang memakai persenjataan meriam. Mereka juga tidak mengibarkan bendera bajak laut. Mereka penduduk setempat, penghuni daerah pesisir kepulauan sana. Mereka mengintai dari sungai-sungai kecil, dan dusun-dusun tempat tinggal mereka. Kapal-kapal dagang yang lewat, mereka serbu beramai-ramai.
"Kapal-kapal Barat berlayar ke sana untuk membeli lada serta rempah-rernpah lain, begitu pula teh dan kain sutra dan Cina. Kapal-kapal layar itu datang rnengangkut produk-procluk pabrik untuk dijual di sana, dan juga emas serta perak berkantung-kantung untuk membayar hasil bumi Asia yang dibeli. Bajak laut di sana menyerang kapal-kapal layar itu, dengan tujuan merampas harta, dan juga senjata. Kadang-kadang kapal-kapal kita melakukan pembalasan, menyerang sarang bajak laut. Para perompak itu mengenal berbagai siasat pertahanan, termasuk jebakan maut yang disembunyikan di dalam peti -. seperti pada peti antik ini."
"Maksudmu tadi, pelaut-pelaut kita berusaha merampas kembali harta yang dirampok bajak laut, Jupe?" kata Bob. "Menurutmu, peti berisi jebakan ini berasal dan zaman dulu?"
"Ya, begitulah," kata Jupiter. Setelah merenung sebentar, ia menambahkan, "tapi kabarnya, sekarang pun di sana masih ada bajak laut, yang bersembunyi di dalam kelompok-kelompok kecil di pulau-pulau terpencil."
"Lihatlah, Jupe!" seru Pete. Selama Jupiter asyik berceramah, ia asyik memeriksa peti kuno itu. Kini Ia mengacungkan tangannya, yang memegang sebuab benda kecil mengkilat. "Cincin! Aku menemukannya di dalam sekat itu."
"Ada barang lain?" tanya Bob bersemangat.
Java Jim mendorong Pete ke samping, lalu membungkuk untuk memandang ke dalam peti.
"Coba kulihat! - Sialan, tidak ada apa-apa lagi!"
Jupiter mengambil cincin dan tangan Pete. Cincin itu terbuat dari emas, atau mungkin juga kuningan. Bentuknya berukir-ukir, dengan pola khas Asia. Di tengahnya ada sebuah batu berwarna merah.
"Asli tidak, Jupe?" tanya Pete ingin tahu.
"Aku tidak tahu, Pete. Mungkin saja asli! Di kawasan sana banyak perhiasan yang terbuat dan emas dan permata asli. Tapi banyak juga yang palsu. Barang imitasi yang ditukarkan orang-orang Eropa sebagai imbalan hasil bumi penduduk setempat, yang tidak bisa membedakan mana perhiasan asli dan yang palsu."
Java Jim mengulurkan tangan, hendak mengambil cincin itu.
"Asli atau imitasi, pokoknya cincin ini milikku," kata pelaut berjanggut lebat itu. "Peti ini milikku yang dicuri orang jadi apa pun yang ada di dalamnya, menjadi milikku pula! Sebutkan harga yang Anda minta! Pokoknya, peti ini harus kembali menjadi milikku."
"Sebentar." kata Bibi Mathilda. Kelihatannya ia sedang mempertimbangkan harga yang pantas. Tapi Jupiter cepat-cepat mendului.
"Kita tidak tahu apakah peti antik ini benar-benar miliknya, Bibi Mathilda. Namanya tidak tertulis di sini, dan pegangan kita cuma ceritanya yang tadi."
"Dengan perkataan lain, kau menuduhku berbohong, ya!" tukas Java Jim.
"Tunjukkan kuitansi pembeliannya," kata Jupiter berkeras, "atau saksi yang melihat Anda membelinya, atau tahu peti ini ada pada Anda ketika di kapal."
"Semua temanku sekapal melihat peti ini! Jangan -!"
"Kalau begitu, begini sajalah" kata Jupiter dengan tegas. "Peti ini untuk sementara waktu kami tahan di perusahaan! Kami berjanji selama seminggu tidak akan menawarkannya untuk dijual, menunggu Anda datang membawa bukti bahwa Anda-lah pemiliknya yang sah. Saya yakin, Anda bisa bersabar selama beberapa hari lagi."
"Tawaran itu cukup adil," kata Mr. Acres.
Tapi Java Jim tetap melotot.
"Sialan! Aku sudah bosan - pokoknya sekarang ini juga kuambil apa yang merupakan milikku! Jangan coba-coba menghalangi!" Ia melangkah maju, menghampiri Jupiter. Suaranya yang serak mengandung ancaman. "Pertama-tama, cincin itu! Ayo, kemarikan!"
Sementara pelaut berjanggut lebat itu mendesak maju, Jupiter melangkah mundur ke arah pintu sebelah luar.
"He, jangan sembarangan -!" seru Bibi Mathilda.
"Persetan kau! Tutup mulut!" bentak Java Jim.
Saat itu muncul seseorang bertubuh besar di ambang pintu luar. Hans, pembantu Paman Titus yang bertubuh kekar dan berambut pirang, masuk ke ruang museum.
"Jangan bicara semaumu saja pada Bibi Mathilda," kata Hans. "Kau harus minta maaf padanya. "
"Orang ini hendak mengambil cincin yang dipegang Jupiter, Hans - dan merampas peti antik ini!" seru Bob.
"Sergap dia, Hans!" kata Jupiter.
"Baik," kata Hans, lalu menerjang maju.
Sambil mencaci, Java Jim menarik Mr. Acres, lalu mendorongnya ke arah Hans, sementara ia sendiri lari ke arah belakang.
"Kejar!" seru Pete.
Hans hendak mengejar. Tapi Mr. Acres yang didorong ke arahnya menyebabkan pemuda Jerman itu tersandung, lalu menabrak ketiga remaja yang hendak ikut mengejar. Sementara mereka masih repot meloloskan diri, Java Jim sudah berhasil lari lewat pintu belakang. Beberapa detik kemudian terdengar bunyi mobil dihidupkan, di belakang museum. Anak-anak memburu ke luar. Tapi mereka hanya sempat melihat debu mengepul, ditinggalkan mobil yang melesat laju lewat jalan raya, menyusur kaki sebuah bukit terjal.
" Syukurlah," kata Bibi Mathilda. "Kini kita bisa menyelesaikan pemuatan barang-barang ke mobil."
"Aku ingin tahu, kenapa ia menginginkan peti kuno itu," kata Bob.
"Paling-paling karena merasa tertarik," kata Bibi Mathilda. "Ayo - teruskan bekerja, Anak-anak! Kelihatannya barang-barang ini tidak bisa kita bawa dengan sekali angkut saja. Kita harus datang sekali lagi."
Sejam kemudian truk sudah terisi penuh. Hans dan Bibi Mathilda naik ke depan. Sedang anak-anak naik ke bak belakang, dibantu Mr. Acres.
"Mr. Acres," kata Jupiter lambat-lambat, dengan kening berkerut, "Anda tadi mengatakan pedagang barang bekas yang di San Francisco itu - maksudku Mr. Baskins - mengirim peti antik tadi kemari, karena memiliki daya penarik bagi museum Anda?’
"Betul, Jupiter," kata Mr. Acres. "Nama yang tertera di sebelah dalam tutupnya -Argyll Queen - adalah nama kapal yang tenggelam di perairan lepas pantai Rocky Beach, kurang lebih seabad yang lalu. Sekali-sekali ada barang dari kapal itu yang muncul. Barang-barang itu kubeli, untuk dipamerkan di museumku ini."
"Aku ingat lagi sekarang," kata Jupiter. "Kapal layar besar yang tenggelam setelah menghantam karang, tahun 1870."
Truk yang sarat dengan muatan itu berangkat dengan anak-anak duduk di belakang. Jupiter nampaknya sibuk dengan pikirannya sendiri. Bob dan Pete mengobrol, sambil memandang ke belakang, melihat-lihat pemandangan yang dilewati. Tapi kemudian nampak bahwa kening Pete berkerut.
Sementara truk itu membelok masuk ke pekarangan perusahaan, ia mendekatkan diri pada Jupiter.
"Jupe! Kelihatannya kita dibuntuti? Dari tadi kulihat ada mobil Volkswagen hijau di belakang kita - dan juga memasuki jalan yang menuju kemari!"
Ketiga remaja itu berloncatan turun dan bak belakang truk, lalu bergegas ke gerbang depan. Mereka melihat sebuah mobil Volkswagen hijau, diparkir di seberang jalan. Tapi sebelum sempat memperhatikan orang yang duduk di dalamnya, mobil kecil itu tahu-tahu pergi lagi dengan cepat, diiringi bunyi ban berdecit-decit.
"Wah!" kata Pete. "Mungkinkah itu Java Jim?"
"Mungkin saja," kata Jupiter. "Tapi setelah lolos dari museum tadi, ia lari ke arah yang berlawanan, Pete."
"Barangkali ada orang lain, yang juga mengingini peti antik itu," kata Bob.
"Atau tertarik pada bangkai kapal Argyll Queen," sambutJupiter. Matanya bersinar-sinar. Ia kelihatannya mencium adanya misteri dalam urusan itu. "Mungkin ini bisa menjadi kasus yang perlu diselidiki Trio Detektif! Kita akan -"
"Di sini kalian rupanyal" Tahu-tahu Bibi Mathilda sudah berada di belakang ketiga remaja itu. "Barang-barang tidak bisa turun sendiri dari truk. Ayo bekerja, Anak-anak!"
Jupe, Bob, dan Pete kembali ke truk,lalu mulai menurunkan muatan. Misteri yang menyelubungi peti antik harus menunggu dulu!

Bab 3 BANGKAI ARGYLL QUEEN

SAAT tengah hari sudah lewat, ketika muatan truk akhirnya selesai diturunkan. Bibi Mathilda pulang ke rumah yang terletak di seberang jalan, untuk menyiapkan makan siang. Sedang Jupiter beserta kedua temannya bergegas mendatangi peti antik yang oleh Java Jim dikatakan miliknya.
"Kita memeriksanya dengan lebih teliti di kantor kita," kata Jupiter. "Kalian berdua saja yang membawa peti ini ke sana - aku ada urusan sedikit."
Setelah itu Jupiter bergegas mendului, meninggalkan Bob dan Pete di samping peti besar dan berat itu. Sambil mendesah dengan perasaan sebal, kedua remaja itu mengangkat peti itu, lalu membawanya dengan langkah tersaruk-saruk ke bengkel Jupiter yang terletak di satah satu sudut bagian depan perusahaan. Di sisi bangku kerja yang ada di situlah tempat masuk ke Lorong Dua, yaitu sebuah pipa besar yang menyuruk di bawah tumpukan barang bekas - menuju ke markas tersembunyi Trio Detektif.
Yang disebut markas itu sebuah karavan usang yang tidak bisa dipakai lagi, tapi ruang sebelah dalamnya sudah diperbaiki anak-anak. Karavan itu tidak kelihatan dan luar, karena tersembunyi di balik timbunan barang bekas yang ditumpuk rapi. Ruang sebelah dalamnya diubah menjadi semacam kantor, lengkap dengan kamar gelap untuk mencuci film, sebuah laboratorium kecil, begitu pula meja, mesin tulis, tape recorder, dan pesawat telepon. Di situ juga ada teropong - seperti yang ada di kapal selam. Teropong itu gunanya untuk melihat ke luar, melewati tumpukan barang bekas yang menghalangi pandangan. Lalu ada pula beraneka ragam perlengkapan khusus untuk keperluan penyelidikan, yang kebanyakan diciptakan sendiri oleh Jupiter.
Tapi salah satu hal yang paling hebat dari markas itu, ternyata juga merupakan rintangan besar. Kenyataan itu baru disadari oleh Bob dan Pete, ketika mereka sudah sampai di depan Lorong Dua.
"Peti ini terlalu besar, tidak bisa dibawa masuk lewat lorong!" keluh Pete.
Peti besar itu diletakkan ke tanah. Lalu kedua remaja itu berpandang-pandangan.
"Semua jalan masuk kita buat sedemikian rupa, sehingga hanya cukup dilalui oleh kita saja," kata Bob dengan sikap lesu. "Aku berani bertaruh, lewat jalan yang mana pun peti ini takkan bisa kita masukkan!"
Saat itu Jupiter keluar sambil merangkak dan Lorong Dua, dengan sikap bersemangat. Bob dan Pete cepat-cepat mengemukakan masalah yang dihadapi.
"Hmmm." Jupiter memandang lubang Lorong Dua yang sempit. "Ini mestinya sudah kupikirkan. Mungkin kita bisa membawanya masuk lewat Tiga Enteng."
Itu jalan paling sederhana untuk masuk ke karavan. Sebuah pintu besar dan kayu ek yang lengkap dengan kosennya nampak tersandar pada sejumlah papan dan balok kayu yang diatur tegak. Untuk membuka pintu berat itu dipakai sebuah anak kunci berkarat, yang disembunyikan di dalam tong berisi berbagai benda besi lainnya yang semua sudah berkarat. Di belakang pintu terdapat lorong pendek, menuju ke pintu samping karavan.
"Lebih baik kita ukur dulu pintu karavan," kata Bob.
"Dan kita harus menunggu sampai tidak ada orang di pekarangan, sebelum kita masuk lewat Tiga Enteng," kata Jupiter menimpali. "Tapi sementara itu aku sudah berhasil mengetahui bahwa cerita Java Jim tadi ternyata semuanya bohong!"
"Wah - dan mana kau bisa mengetahuinya, Jupe?" tanya Pete dengan heran.
"Aku baru saja menelepon Mr. Baskins, pedagang barang bekas yang di San Francisco itu," kata Jupiter. "Menurut keterangannya, peti ini tidak dibelinya dan seorang pelaut, melainkan dan toko barang bekas juga, di Santa Barbara. Dan toko itu mendapatnya dari seorang wanita, enam bulan yang lewat!"
"Wow!" kata Pete. "Jangan-jangan Java Jim sebenarnya juga sama sekali bukan pelaut!"
"Dugaanmu itu mungkin benar, Pete," kata Jupiter dengan sikap serius. "Bisa saja Java Jim memakai pakaian pelaut sebagai samaran, agar kita terkecoh. Tapi samarannya itu tidak bisa dibilang hebat. Pakaiannya terlalu tebal untuk daerah California Selatan, bahkan untuk saat musim dingin sekarang ini"
"Tapi ia kan tidak mungkin dan semula sudah tahu akan berurusan dengan kita, Jupe," kata Bob membantah. "Kecuali itu hawa pagi dan malam sekitar Natal, di sini pun cukup dingin!"
"Yah, itu juga benar," kata Jupiter. "Tapi pokoknya, Java Jim kemarin memang benar datang ke toko Mr. Baskins - tapi kisah yang dituturkannya di situ lain sama sekali! Katanya, saudara penempuannya menjual peti antik ini ketika ia sedang tidak ada - dan karenanya Ia memintanya kembali!"
Pete nampak agak heran.
"Untuk apa ia mengubah-ubah cerita?"
"Mungkin karena menduga, dengan ceritanya yang baru kita akan lebih lekas terbujuk untuk mau menyerahkan peti ini padanya. Dan juga karena ia tidak ingin orang lain tahu alasan sebenarnya, kenapa ia menginginkannya," kata Jupiter menduga. "Tapi cerita yang dituturkannya pada Mr. Baskins membuktikan satu hal-yaitu bahwa Java Jim tahu, ada seorang wanita menjual peti antik ini, enam bulan yang lewat! Tapi mestinya ia baru akhir-akhir ini mengetahuinya. Karena jika sudah lebih dulu tahu, pasti ia tidak baru kemarin muncul di tempat Mr. Baskins."
"Wah," kata Bob, "kenapa ia begitu ngotot, ingin mendapat peti ini, ya? Maksudku, di dalamnya kan tidak ada apa-apa!"
"Kecuali cincin yang kutemukan itu!" kata Pete. "Siapa tahu - mungkin saja cincin itu berharga."
"Tapi kan cuma satu cincin saja - dan Java Jim belum tahu mengenainya, sampai kita menemukan sekat rahasia di dasar peti," kata Bob mengetengahkan kenyataan itu.
"Tentang cincin itu, mungkin saja ia memang sebelumnya tidak tahu - tapi ia mengetahui, ada sesuatu di dalam peti," kata Pete.
"Atau bisa juga pentingnya peti ini, karena berasal dan Argyll Queen. Bahkan mungkin diambil dari kapal layar itu, sesudah karam!"
Mata Jupiter berkilat-kilat. Itu merupakan pertanda bahwa benaknya sedang sibuk dengan suatu misteri!
"Menurutmu, mungkin Java Jim tertarik pada kapal yang karam lebih dan seabad yang lalu, Jupe?" tanya Bob dengan nada agak sangsi.
"Tapi dengan alasan apa?" tanya Pete menyambung.
"Entahlah - aku juga tidak tahu sebabnya," kata Jupiter mengaku, lalu menyambung, "tapi nanti dulu! Di samping cincin serta pisau, hanya tulisan nama kapal itu saja yang ada di peti. Kurasa kita perlu menyelidiki riwayat kapal Iayar yang karam itu."
"Mungkin kita bisa mendapat keterangan dari Lembaga Sejarah," kata Bob.
Pete nampak kecewa.
"Aku hari ini harus ikut ibuku berbelanja untuk Natal, lalu membantu Ayah bekerja di rumah," katanya.
"Dan aku harus ikut dengan truk ke museum lagi, untuk mengambil barang-barang yang masih ketinggalan," kata Jupiter. "Jadi kau sendirian saja yang menangani tugas ini, Bob!"
"Boleh saja," kata Bob dengan santai. Soalnya, tugas-tugas riset yang bersifat khusus memang merupakan bagiannya untuk ditangani.
Tidak lama kemudian terdengar suara Bibi Mathilda memanggil Jupiter. Ketiga remaja itu berpisah, untuk makan siang di rumah masingmasing.

*

Selesai makan siang, Bob disuruh ibunya membeli lampu-lampu tambahan untuk perhiasan Natal. Lewat pukul tiga siang, barulah ia bersepeda ke gedung tempat Lembaga Sejarah Rocky Beach. Seorang wanita setengah umur yang duduk di belakang meja menyambutnya dengan senyuman.
"Kau ingin tahu tentang Argyll Queen, Anak muda? Ya, kurasa kami cukup banyak memiliki bahan informasi mengenainya. Bencana itu menimbulkan kegemparan, beberapa tahun kemudian. Desas-desus, bahwa ada harta di kapal yang tenggelam menghantam karang itu."
"Harta?" kata Bob kaget.
"Emas, permata, dan macam-macam lagi sejenis itu." Wanita yang sudah beruban itu tersenyum. "Tapi itu rasanya cuma kabar angin belaka. Sebentar - kuambilkan bahan-bahan informasi yang kauinginkan, Anak muda."
Bob menunggu dengan perasaan gelisah di ruang tengah. Tidak lama kemudian wanita setengah umur tadi kembali, membawa sebuah kotak besar yang tutupnya berengsel. Rupanya di situlah disimpan informasi mengenai kapal layar yang riwayatnya harus diselidiki oleh Bob.
"Sayangnya, informasinya belum tersusun rapi," kata wanita itu.
Bob menerima kotak yang disodorkan, lalu bergegas ke salah satu bilik baca yang berukuran kecil. Ternyata tidak ada orang lain di situ. Bob duduk menghadap sebuah meja panjang, lalu membuka kotak.
Matanya terkejap. Rasa kecewa melanda dirinya. Kotak itu penuh berisi kertas-kertas, buku-buku kecil, serta guntingan artikel majalah dan surat kabar. Kelihatannya dijejalkan asal masuk saja, acak-acakan! Sambil mengeluh diambiinya salah satu artikel. Saat itu didengarnya suara seseorang yang rupanya tahu-tahu sudah berdiri di dekatnya.
"Kau memerlukan waktu berhari-hari, jika semuanya itu hendak kaubaca."
Bob kaget, lalu mendongak. Dilihatnya seorang laki-laki bertubuh kecil, memakai setelan hitam yang potongannya sudah ketinggalan zaman, lengkap dengan rompi, serta rantai arloji dan emas. Orang itu berdiri di depannya, memandang dirinya
sambil tersenyum, Suaranya berat, tapi bernada ramah.
"Aku Profesor Shay, dan Lembaga Sejarah," kata laki-laki itu. "Mrs. Rutherford baru saja memberi tahu bahwa kau menaruh perhatian pada kapal Argyll Queen yang karam menabrak karang. Mungkin aku bisa membantu, jika yang kauperlukan hanya beberapa keterangan saja! Dengan begitu kau tidak perlu repot-repot membaca segala kertas yang acak-acakan ini."
"Anda tahu tentang Argyll Queen, Sir?" tanya Bob,
"Itu bukan bidangku," kata Profesor Shay berterus-terang, "lagi pula aku belum lama di sini. Tapi ada orang kami yang menulis ulasan tentang kejadiannya. Lumayan banyaknya informasi yang kuperoleh dari ulasan itu. Apa saja yang ingin kauketahui, Anak muda?’
"Saya tahu, Argyll Queen itu kapal Iayar besar yang karam di perairan lepas pantai Rocky Beach, tahun 1870," kata Bob dengan segera, "begitu pula tentang adanya desas-desus tentang harta yang katanya terdapat di kapal itu!"
Profesor itu tertawa.
"Setiap kapal karam selalu didesas-desuskan mengangkut harta! Tapi tentang tahun kejadiannya, kau benar." Profesor Shay duduk berhadapan dengan Bob. "Argyll Queen itu kapal bertiang layar tiga. Pelabuhan asalnya Glasgow, di Skotlandia, dan berlayar ke Hindia Timur, mengangkut rempah-rempah dan timah dan sana. Waktu itu setelah menyinggahi San Francisco, kapal malang itu hendak pulang ke Skotlandia dengan mengitari Tanjung Tanduk di selatan. Tapi kemudian dilanda badai sehingga terdorong dan arah semestinya, lalu terhempas ke karang. Itu terjadi malam-malam, bulan Desember 1870.
Badai saat itu sangat dahsyat. Tidak banyak yang bisa menyelamatkan diri. Awaknya kebanyakan dengan segera berusaha mencapai pantai. Tapi semuanya tenggelam ditelan badai. Ajaibnya, kapal itu tidak langsung tenggelam. Jadi yang selamat justru mereka-mereka yang tetap tinggal di kapal sampai saat fajar - termasuk nakodanya, yang tentu saja yang paling belakang meninggalkan kapal."
"Tapi tentang harta yang dikatakan ada di kapal itu?"
"Itu sangat kusangsikan, Anak muda," kata Profesor Shay. "Kapal itu tenggelam di perairan yang tergolong dangkal - dan penyelam-penyelam sudah memeriksa waktu itu, dan juga berulang kali kemudian. Sekarang ini pun sekali-sekali masih ada orang menyelam ke kapal itu, dengan tujuan mencari harta. Tapi yang ditemukan paling-paling sejumlah mata uang biasa, dari zaman itu." Profeson Shay menggeleng. "Tidak - kurasa desas-desus itu mulai tersebar setelah ada peristiwa buruk lain yang terjadi tidak lama setelah itu, dan entah kenapa lantas dihubungkan dengan bencana yang menimpa Argyll Queen."
"Peristiwa buruk yang mana, Sir?" tanya Bob dengan penuh minat.
"Salah seorang awak kapal yang selamat, seorang pelaut asal Skotlandia bernama Angus Gunn, kemudian menetap di wilayah pesisir sini - tidak jauh dan Rocky Beach. Tapi ia bernasib malang! Tewas dibunuh empat orang, tahun 1872. keempat pelaku pembunuhan itu kemudian mati dalam penyergapan yang dilakukan oleh orang-orang yang mengejar. Mereka tidak sempat mengatakan alasan pembunuhan terhadap bekas pelaut yang bernasib sial itu. Tapi berhasil diketahui bahwa satu dari keempat pembunuh itu nakoda Argyll Queen. Keruan saja jika dengan segera timbul dugaan bahwa nakoda itu mencari sesuatu yang diambil oleh Gunn dari kapal - dan itu mungkin harta! Orang lantas memeriksa bangkai kapal, mencani-cari di pantai, dan begitu pula tanah sekitar tempat tinggal Angus Gunn. Pencarian berjalan terus sampai bertahun-tahun - tapi sampai sekarang belum ada apa-apa yang berhasil ditemukan.
"Seperti sekian banyak pelaut, semasa hidupnya Angus Gunn memiliki buku harian. Catatannya itu baru-baru ini diserahkan oleh keturunan pelaut Skotlandia itu pada Lembaga Sejarah, sebagai bahan pelengkap ulasan yang waktu itu sedang disusun. Tahun 1872 kepala polisi daerah sini sudah pernah membacanya, dan keturunan Gunn juga sudah berulang kali menyimaknya. Mereka mencari-cari, siapa tahu di situ ada disebut-sebut tentang harta. Tapi mereka tidak menemukan apa-apa. Jika harta karun itu benar ada, dan harta itu diambil oleh Gunn, yang jelas tentang itu sama sekali tidak disebut-sebut di dalam buku hariannya."
Kening Bob berkerut.
"Apakah harta itu sesuatu yang berasal dan Hindia Timur, dan mana kapal layar itu baru kembali, Sir?"
"Betul - menurut kabar angin. Harta bajak laut. Kenapa kau bertanya begitu? Kau tahu sesuatu mengenainya?"
"Eh - tidak, Sir," kata Bob tergagap. "Saya cuma menduga-duga saja."
"Oh, begitu." Profesor Shay tersenyum. "Lalu apa yang menyebabkan kau tertarik pada riwayat Argyll Queen? Ini kalau saya boleh mengetahuinya."
"Kami... kami cuma tertarik saja, Sir. Untuk - anu - untuk tugas sekolah, yang harus dibuat selama liburan Natal," kata Bob mencari-cari alasan yang bisa diterima.
"Ya, ya - aku mengerti," kata Profesor Shay. "Itu kesibukan yang berguna."
"Bolehkah, saya melihat buku harian Angus Gunn, serta brosur baru yang berisi ulasan tentang peristiwa itu?"
Mata Profesor Shay nampak seperti berkilat jenaka di balik lensa kaca matanya yang tidak berbingkai.
"Untuk tugas sekolahmu, ya? Tentu saja boleh - dan jika kau menemukan sesuatu yang selama tidak diketahui, namamu akan kami sertakan dalam brosur kami."
Setelah itu ia pergi, sambil tersenyum lebar. Beberapa menit kemudian Mrs. Rutherford datang membawakan suatu brosur tipis dengan judul Peristiwa Tenggelamnya Kapal Argyll Queen", serta sebuah buku catatan tua yang dibungkus kain kedap air. Bob langsung mulai membaca.
Hari sudah remang-remang petang, ketika Bob bersepeda menuju sisi belakang pekarangan Jones Salvage Yard. Pekarangan itu terkurung pagar kayu yang semarak, karena dihiasi lukisan yang dibuat oleh seniman-seniman Rocky Beach. Pagar sebelah belakang dihiasi lukisan hebat menampakkan peristiwa kebakaran besar yang memusnahkan kota San Francisco, tahun 1906.
Bob bersepeda menyusur pagar belakang itu, lalu berhenti sekitar lima belas meter dan sudut. Pagar di tempat itu dihiasi gambar seekor anjing kecil, yang dengan sedih memandang api yang berkobar melalap rumahnya. Anjing kecil itu dinamakan Kelana oleh Jupiter serta kedua rekannya. Bob mencongkel mata kayu yang merupakan mata Kelana. Lewat lubang yang terjadi ia merogoh ke dalam, menarik sebuah kait pengunci. Tiga lembar papan pagar terayun ke atas. Bob mendorong sepedanya masuk, lewat terobosan itu. Itulah Kelana Gerbang Merah, salah satu jalan rahasia Trio Detektif untuk memasuki pekarangan perusahaan tanpa ketahuan.
Dari situ Bob bisa langsung masuk ke markas, dengan jalan merangkak lewat lorong panjang dan tersembunyi di tengah tumpukan barang-barang bekas. Tapi itu tidak dilakukan olehnya, karena sebelumnya ia hendak melihat ke bengkel dulu. Ia mendorong sepedanya menuju ke depan. Saat itu dilihatnya Pete masuk lewat gerbang depan.
"Aku disuruh ayahku bekerja terus, sepanjang sore," keluh Pete. "Liburan apa ini?! Mendingan juga sekolah!"
Kedua remaja itu berjalan seiring, menuju bengkel Jupiter. Mereka mengitari tumpukan barang bekas yang merupakan pembatas tempat kerja itu - dan melihat Jupiter di situ. Jupiter sedang asyik meneliti peti antik dan Asia itu, diterangi lampu yang menyala di alas bangku kerja. Ia mengangkat tangannya, ketika Bob hendak melaporkan hasil risetnya di Lembaga Sejarah.
"Sebentar," kata Jupiter cepat-cepat "Aku tadi memeriksa peti ini sekali lagi. Lihatlah - apa yang kutemukan di dalamnya!"
Ia mengacungkan sebuah buku dengan sampul kain kedap air. Bentuknya persis buku harian yang dibaca oleh Bob di Lembaga Sejarah, tapi tidak setebal buku itu. Bob mengulurkan tangan, hendak mengambilnya.
Tahu-tahu terdengar suara serak, dari tempat masuk ke bengkel.
"Kemarikan buku itu!"
Anak-anak terkejut, lalu menoleh. Java Jim menatap mereka sambil melotot.

Bab 4 BUKU HARIAN YANG SATU LAGI
JUPITER cepat-cepat berdiri, lalu merapatkan diri ke tumpukan barang bekas. Sedang Bob dan Pete tegak seperti terpaku di tempat semula.
Java Jim bergerak dengan sikap mengancam ke arah Jupiter, yang merapatkan buku harian yang ditemukan ke dadanya.
"Pete?" seru Jupe. "Jurus Satu!"
Java Jim berpaling dengan cepat. Ditatapnya Pete dan Bob. Matanya berkilat-kilat di tengah wajah kasar ditempa cuaca.
"Awas - jangan macam-macam, ya!"
Tatapan galak yang dilontarkan pelaut berewok itu seakan-akan hendak menembus Pete dan Bob. Kedua remaja itu dipelototinya sesaat, seakan menantang mereka agar berbuat sesuatu. Bob dan Pete meneguk ludah, tanpa sedikit pun beranjak dan tempat masing-masing. Java Jim tersenyum mengejek, lalu kembali menatap Jupiter.
"Sekarang kemarikan buku itu," kata Java Jim dengan suaranya yang serak.
"Kau penipu, dan juga pencuri!" seru Jupiter. Ia melangkah mundur, dengan arah memutar.
Java Jim tertawa jelek
"Aku ini pencuri, katamu? Mungkin bukan cuma itu saja. Camkan itu baik-baik! kemarikan buku itu!"
Jupiter masih terus mundur dengan beringsut-ingsut memancing pelaut galak itu untuk mengikutinya. Akhirnya lelaki itu berada di dekat tumpukan barang bekas yang tinggi. Ia membelakangi tumpukan itu. Sedang Pete dan Bob menyelinap ke belakang Java Jim.
"Sekarang!" seru Jupiter.
Bob dan Pete membungkuk dengan cepat, menarik dua lembar papan panjang yang terselip di bagian bawah tumpukan barang bekas yang dibelakangi Java Jim. Sambil mengumpat, pelaut itu membalikkan tubuh -
Tapi terlambat!
Bob dan Pete cepat-cepat menyingkir, sementara tumpukan tinggi itu roboh, menimpa Java Jim! Papan, per tempat tidur, begitu pula kursi rusak serta gulungan permadani lusuh berjatuhan, Pelaut berewok itu ribut berusaha melindungi diri, dan sekaligus menghindar dari barang-barang yang berjatuhan.
Bob dan Pete memandang adegan itu sambil nyengir. Tapi Jupiter berpikir lebih jauh.
"Lari!" serunya.
Dengan langkah berjingkrak-jingkrak menghindari segala macam barang yang berserakan, ketiga remaja itu lari menuju kantor perusahaan barang bekas. Hans ada di situ, sedang menurunkan muatan terakhir dan truk. Di belakang anak-anak terdengar suara Java Jim yang mengamuk.
"Hans!" seru Pete. "Java Jim ada di sini! Ia tadi menyerang kami!"
"Begitu, ya?" kata pemuda Jerman bertubuh kekar itu. "Mana orangnya!"
Anak-anak kembali ke tempat bengkel, diikuti oleh Hans. Sementara itu sudah tidak terdengar lagi bunyi barang-barang jatuh dan ditendang-tendang. Di tengah keremangan senja saat itu nampak sosok seseorang bertubuh kecil lari menuju pagar sebelah belakang.
"Itu dia!" seru Pete.
"Ia membawa sesuatu!" kata Bob. "Buku harian tadi! Rupanya terjatuh dan peganganmu, Jupe!"
Pete mengerang, tanda kecewa.
Sambil berlari, Hans mengatakan, "Sesampai di pagar, kita akan meringkusnya."
"Kurasa tidak mungkin," kata Jupiter dengan napas putus-putus. "Lihatlah- ia sudah sampai di kelana Gerbang Merah! Rupanya ia tadi melihat salah seorang dan kalian masuk lewat jalan rahasia itu!"
"Ia sudah menerobos pagar," keluh Bob.
Para pengejar mempercepat Iangkah mereka, dan berebut-rebut menerobos ke luar lewat Kelana Gerbang Merah, Tapi ketika keempatnya berada di luar, Java Jim sudah tidak kelihatan lagi.
"VW hijau itu!" seru Pete sambil menuding.
Mobil kecil itu nampak menjauh, menyusur jalan yang penerangannya remang-remang, lalu menikung di sudut. Kecepatannya bertambah.
"Ia berhasil lolos!" keluh Bob.
"Apa boleh buat," kata Hans dengan sikap menyesal. "Tapi yang penting, kalian selamat! Sekarang aku harus kembali ke pekerjaanku. Ini udah hampir saat makan malam."
Jupiter, Bob, dan Pete kembali ke bengkel. sesampai di sana, dengan perasaan lesu mereka memandang benda-benda berserakan, bekas
jebakan mereka tadi.
"Sekarang kita harus menyusun tumpukan itu lagi," kata Pete dengan getir, "sedang kita tidak berhasil menggagalkan Java Jim. Ia meloloskan diri, dengan buku harian itu."
"Ia memang lolos," kata Jupiter. "tapi tidak dengan buku itu."
Sambil tersenyum, Jupiter merogoh ke dalam bajunya. Ia mengeluarkan seberkas tipis kertas yang dilipat. Inilah isi buku harian tadi - tanpa .sampulnya!
"Ketika aku menemukan buku itu, halaman-halamannya sudah hampir terlepas," kata Jupiter sambil nyengir. "ketika aku tadi menyerukan, Jurus Satu’, dan Java Jim berpaling untuk menatap kalian, halaman-halaman mi kutarik dari sampulnya, lalu kuselipkan ke dalam baju. Lalu ketika kita lari. sampulnya kujatuhkan secara menyolok, sehingga Java Jim pasti melihatnya. Sampul beserta bungkusnya yang dari kain kedap air sudah cukup tebal untuk menimbulkan dugaan bahwa itulah seluruh buku harian. Tentu saja Java Jim Iangsung menyambarnya, lalu melarikan diri!"
Pete berseri-seri mendengarnya.
"Untung kau cepat mendapat akal, Jupe!"
"Ya, memang!" kata Bob menimpali.
"Gerakan tangan bisa melebihi kecepatan mata memandang," kata Jupiter dengan sikap membanggakan dir "Apalagi di tempat gelap! - Tapi sekarang yang serius. Kurasa Java Jim tadi secara tidak disengaja mengatakan sesuatu pada kita."
"Pada kita, Jupe?" kata Bob. "Apa yang dikatakannya pada kita?"
"Bahwa yang diingininya bukan cuma peti antik dan Asia saja," kata Jupiter dengan mantap. "Tidakkah kalian tadi memperhatikan, bahwa ia sama sekali tidak bertanya apa-apa tentang cincin, atau berusaha melarikan peti?"
"Wah - ya, memang," kata Pete. "Ia cuma menginginkan buku yang kautemukan!"
"la seolah-olah tahu bahwa buku itu ada di dalam peti," kata Bob membenarkan.
"Atau setidak-tidaknya menduga," kata Jupiter. "Kurasa buku catatan itulah yang dan semula diinginkannya."
"Wah! Buku harian macam apa itu, sehingga dianggap begitu penting?" tanya Pete ingin tahu.
Jupiter mengacungkan kertas-kertas yang dicabutnya dan sampul.
"Ini catatan harian, Pete. Aku -"
"Catatan harian?" seru Bob. "Wah - dan aku tadi membaca catatan harian seseorang yang berhasil menyelamatkan diri dan bencana Argyll Queen."
Remaja bertubuh paling kecil di antara mereka bertiga itu melaporkan seluruh kejadian yang dialaminya di Lembaga Sejarah.
"Dalam brosur itu tidak ada hal penting yang belum diceritakan Profesor Shay padaku. Dan buku harian itu memuat catatan Angus Gunn selama kurang lebih dua tahun. Di daamnya tertulis tentang kecelakaan kapal, bagaimana ia berhasil mencapai pantai saat fajar ketika badai akhirnya reda, serta segala pengalamannya berkeliaran di California, sampai akhirnya ia menemukan tempat yang disukainya, tempat ia kemudian membangun rumah."
"Tidak ada catatan tentang harta?" tanya Pete.
Bob menggeleng.
"Dan juga tidak ada apa-apa tentang nakoda, atau bahaya, atau pun juga selain kesibukannya membangun rumah. Isi buku hariannya tidak bisa dibilang mengasyikkan."
Tapi Jupiter tidak sependapat dengan Bob.
Buku harian tipis tadi kutemukan terselip dalam dinding di samping peti. Peti itu berdinding rangkap, yaitu yang tipis di sebelah dalam, dan yang kokoh sebagai sisi luarnya. Mungkin agar ada tempat untuk sekat rahasia - atau mungkin juga agar air tidak bisa masuk. Ketika tadi memeriksa, peti itu kuguncang-guncang. Saat itu kudengar bunyi ketukan samar.
"Aku lantas meneliti sisi dalamnya. Saat itu kulihat bahwa pada salah satu sisinya ada kayu yang tidak serupa dengan kayu peti yang selebihnya. Warnanya agak berbeda, dan seratnya juga lain. Rupanya dulu pernah dibetulkan. Pokoknya, papan yang agak lain itu kutarik ke luar, lalu rongga sempit di antara kedua dinding kukorek-korek dengan gantungan baju. Dengan cara begitulah kutemukan buku harian yang sampulnya dibungkus kain kedap air itu."
"Wah," kata Pete, "menurutmu, apakah itu memang disembunyikan di situ, Jupe?"
"Tidak - kurasa dinding sebelah dalam itu selama beberapa waktu belum dibetulkan, dan buku harian itu terselip ke situ secara tidak disengaja. Kemudian bagian yang rusak dibetulkan. Dan orang yang melakukannya tidak melihat buku harian yang terselip di situ."
"Tapi Java Jim menduga bahwa buku itu ada di dalam peti, dan ia menginginkannya," kata Pete. "Tapi untuk apa?"
"Coba kaubaca halaman depannya, Bob," kata Jupiter, sambil menyodorkan kertas-kertas catatan itu.
Bob mendekatkan kertas-kertas itu ke lampu yang terpasang di atas bangku kerja, lalu membacakan tulisan yang tertera di situ.
"Angus Gunn, Phantom Lake, Califomia, 29 Oktober 1872! - Eh, ini kan orang yang menulis buku harian yang ada di Lembaga Sejarah! Orang yang berhasil menyelamatkan diri dari kapal Argyll Queen yang karam!"
"Kapan catatan terakhir dalam buku harian yang satu lagi itu, Bob?" tanya Jupiter.
Bob mengeluarkan catatannya.
"Sebentar, ya," katanya. "Ya, ini dia - harian terakhir dalam buku catatan itu tanggal 28 Oktober 1672! Buku ini rupanya sambungannya. Dan selama ini belum ada yang pernah melihatnya!"
"Mungkin di dalamnya ada catatan tentang harta!" kata Pete bergairah.
Tapi Jupiter menggeleng.
"Aku tidak menemukan apa-apa tentang itu," katanya. "lsinya serupa seperti yang dibaca Bob
- mengenai apa yang dilakukan oleh Gunn, dan ke mana saja ia pergi. Cuma itu saja."
"Kalau begitu kenapa Java Jim menginginkannya?" kata Pete. Ia merasa heran. "Mungkinkah ia menelusuri kabar angin yang itu-itu juga?"
"Mungkin bukan buku harian ini yang sebenarnya dicari olehnya," kata Bob.
"Bob, katamu tadi keturunan Angus Gunn belum lama berselang ini menyerahkan buku harian yang pertama itu pada Lembaga Sejarah?" tanya Jupiter, setelah merenung sejenak.
"Ya, betul," kata Bob. "He! Itu berarti -"
"Mereka mestinya masih bertempat tinggal di dekat-dekat sini," kata Jupiter. "Yuk, ikut aku!"
Jupiter merangkak masuk ke Lorong Dua, diikuti oleh Bob dan Pete. Lorong rahasia itu berakhir di bawah tingkap yang terdapat di lantai karavan, Ketiga remaja itu bergegas naik ke dalam kantor mereka. Jupiter mengambil buku telepon, lalu mencari-cari sebentar.
"Ini dia - Mrs. Angus Gunn, Phantom Lake Road nomor 4! Ambil peta kita, Pete."
Jupiter mencari-cari pada peta, sementara Bob sibuk membuatkan sampul baru untuk kertas-kertas catatan harian yang terlepas. kemudian Jupiter berkata,
"Ini dia tempatnya! Letaknya di daerah pegunungan, sekitar tiga mil ke sebelah timur."
Jupiter tersenyum lebar.
"Besok kita akan melancong dengan sepeda, mendatangi wanita itu?"

Bab 5 Diserang
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali ketiga remaja itu berangkat dengan sepeda masing-masing, meninggalkan perusahaan. Cuaca pagi itu cerah, tapi dingin. Namun ketika mereka berhenti di ujung sebuah jalan samping di pegunungan, sinar matahari sudah terasa panas.
"Ini dia Phantom Lake Road," kata Pete sambil mengusap kening yang berkeringat. "Menanjak, terus ke tengah daerah pegunungan."
"Mana terjal lagi," keluh Jupiter. "Kita terpaksa mendorong sepeda. Yuk?"
Anak-anak itu mendorong sepeda memasuki jalan samping berlapis aspal itu, yang berkelok-kelok diapit pepohonan tinggi. Kali kecil yang menyusur sisi jalan, saat musim dingin itu penuh dengan air. Kali itulah yang mengairi pepohonan di daerah pegunungan gersang itu.
"Kenapa jalan ini bernama begitu,ya?" kata Bob. "Maksudku, Phantom Lake. Danau Siluman! Belum pernah kudengar ada danau di tengah pegunungan ini."
"Aneh!" kening Jupiter berkerut.
"Kan ada beberapa waduk," kata Pete.
"Tapi tidak ada yang diberi nama Phantom Lake," kata Bob, "dan aku -"
Ketiga-tiganya mendengar bunyi mobil itu. Datangnya dan atas, dengan laju menuruni Phantom Lake Road. Bunyi rodanya yang mendecit-decit saat membelok di tikungan sudah terdengar, jauh sebelum kendaraan itu sendiri kelihatan. Kemudian mereka melihatnya. Menuju dengan cepat ke arah mereka!
"VW hijau!" seru Pete.
"Java Jim?" ujar Bob dengan perasaan kecut.
"Cepat - sembunyi!" kata Jupiter
Ketiga remaja itu mencampakkan sepeda-sepeda mereka lalu melompat ke dalam semak, sementara mobil kecil itu melesat laju ke arah mereka.
Kendaraan itu lewat - tapi kemudian direm dengan cepat. Seorang laki-laki meloncat, ke luar, lalu lari ke arah mereka.
"He - kalian! Jangan lari!"
Orang itu bukan Java Jim. Orang itu bertubuh kecil dan kurus. Ia lebih muda dan Java Jim. Berambut hitam gondrong, dan berkumis tebal. Pakaiannya serba hitam. Ia berlari ke arah anak-anak, dengan mata berkilat-kilat.
"Kalian mau apa -?"
Anak-anak bergerak mundur.
"Lari!" seru Pete.
Ketiga remaja itu lari ke atas, menyusur pinggir jalan. Laki-laki muda tadi berseru lagi, lalu mengejar. Mereka masuk ke dalam belukar.
"Siapa dia, Jupe?" tanya Bob dengan napas tersengal-sengal.
"Nanti saja bertanya sekarang kita harus bisa lolos dulu," kata Pete.
"Mungkin lebih baik kita berhenti dan berbicara -"
Jupiter tidak sempat menyelesaikan kalimatnya, karena saat itu tendengar derap langkah kuda. Bunyinya seolah-olah memenuhi hutan. Anak-anak tertegun. Seorang penunggang kuda memacu tunggangannya di sela pepohonan, di sisi kanan jalan. Orang itu menggenggam sesuatu yang panjang dan berkilat.
"A - apa -" kata Pete tergagap.
"Lihat!" seru Jupiter.
Penunggang kuda itu melewati mereka, mengarahkan kudanya ke mobil VW hijau. Laki-laki muda berambut gondrong tadi sementara itu sudah lari kembali ke mobilnya. Sementara anak-anak memandang dengan bingung, pemuda itu bergegas masuk ke kendaraannya, yang langsung dihidupkan mesinnya. Mobil VW hijau itu dengan cepat melesat maju menuju jalan raya yang membentang di bawah, meninggalkan kepulan debu. Penunggang kuda masih berusaha mengejar sejauh beberapa meter, lalu membalikkan kudanya, dan memacunya kembali ke arah anak-anak.
Ketika sudah mendekati meneka, penunggang itu menarik tali kekang. kuda itu berhenti, dengan kaki depan terangkat tinggi. Penunggangnya memandang ke arah anak-anak dengan mata mendelik. Orang itu bertubuh pendek gempal, dengan wajah keras berona merah, serta mata biru berapi-api. Ia memakai jaket dan bahan wol kasar, serta celana panjang potongan ketat dengan pola berpetak-petak. Benda yang digenggamnya ternyata sebilah kelewang panjang!
"Nah! Tertangkap kalian sekarang! Awas - kalau berani bergerak!"
"Tapi -" kata Jupiter, mencoba memprotes.
"Diam!" bentak orang itu. "Aku tidak tahu apa yang kalian lakukan di sini - begitu juga orang tadi - Tapi aku akan mengetahuinya!"
"Kami bukan bersama -" kata Pete dengan cepat.
"Ceritakan bualan kalian pada polisi! Sekarang jalan!"
"Tapi kami -" kata Jupiter, hendak memberi penjelasan.
"Ayo jalan, kataku!" bentak penunggang kuda yang marah-marah itu.
Ia menggerak-gerakkan kelewang dengan sikap mengancam, sambil menggerakkan kudanya mendekati anak-anak. Mereka mundur ketakutan, lalu tanpa berbicara lagi mulai mendaki jalan yang menanjak.
Sepuluh menit kemudian jalan yang dilalui melewati punggung bukit, lalu menurun ke sebuah lembah tinggi berhutan yang dikelilingi gunung-gunung batu yang gersang. Di ujung terdapat sebuah telaga berbentuk semipit. Panjangnya sekitar dua ratus meter. Di tengah-tengahnya terdapat sebuah pulau kecil berbukit, yang ditumbuhi pohon-pohon tusam. Di situ juga tampak semacam rambu, berwujud tiang tinggi dengan lentera terpasang di ujung atasnya. Sejumlah batu nampak berderet memotong selat sempit yang memisahkan pulau dengan daratan.
Pete melongo.
"Itu yang dinamakan danau?"
"Jangan bicara," sergah penunggang kuda yang menggiring anak-anak "Ayo, terus turun!"
Anak-anak bergegas nenuruni jalan gunung, di timpa keterikan sinar matahari. Beberapa saat kemudian Pete berbisik,
"Danau apa itu! Lebih cocok jika disebut kolam!"
Jalan yang dilewati membelok, menuju dasar Iembah. Kemudian muncul sebuah rumah di depan mata. Letaknya di suatu ketinggian di atas telaga. Sebuah rumah besar bertingkat tiga, terbuat dari batu dengan lapisan semen kasar. Bagian tengahnya benwujud menara persegi empat dengan semacam pagar pertahanan di puncaknya. Menara itu menyebabkan rumah itu nampak asing. Di sisi kiri-kanan menala terdapat bagian sayap, dengan jendela-jende!a di atap. Tumbuhan menjalar tidak mengurangi ketegaran wujud bangunan itu.

"Wah!" kata Pete dengan suara mengguman. Rumah itu potongannya lebih mirip benteng! Dan atas menara, musuh yang masih jauh pun akan kelihatan!"
"Rumah itu memang aneh," balas Jupe sambil berbisik "Tidak cocok dengan lingkungannya."
Laki-laki pendek gempal itu turun dan kudanya.
"Ayo masuk!"
Mereka masuk ke ruang depan yang luas. Dindingnya yang berlapis kayu digantungi dengan permadani dinding, senjata-senjata kuno, serta kepala-kepala kijang dan rusa. Permadani lantai buatan Asia yang sudah pudar warnanya terhampar di lantai yang terbuat dari kayu. Segala-galanya yang nampak di situ kelihatan sudah tua dan lusuh. Laki-laki gempal berwajah merah tadi menggiring anak-anak dengan kelewangnya, menyuruh mereka masuk ke ruang duduk besar, yang penuh dengan perabot tua yang besar-besar. Api menyala dalam pendiangan besar yang terbuat dari batu. Tapi walau begitu ruangan terasa dingin.
Seorang wanita bertubuh kecil duduk di sebuah kursi, menghadap tempat pendiangan. Seorang anak laki-laki berambut merah dan besarnya sepantar dengan Bob, berdiri di sisi wanita itu. Ia memakai celana panjang ketat berpola petak-petak, seperti yang dipakai penunggang kuda tadi.
"Kau berhasil menangkapnya, Rory!" seru anak laki-laki itu.
"Tidak," kata si penunggang kuda. "Penjahat itu berhasil meloloskan diri dengan mobilnya tapi aku berhasil meringkus kawannya."
"Mereka ini masih anak-anak, Rory!" kata wanita yang duduk di kursi. "Masa mereka -"
Kejahatan bisa muncul dalam berbagai ukuran, Flora Gunn," kata laki-laki yang rupanya bernama Rory. "Mereka ini cukup besar untuk melakukan kejahatan. Ia memberi isyarat dengan anggukan kepala pada anak berambut merah itu. "Sebaiknya kaupanggil saja polisi, Cluny - supaya kita bisa mengusut peristiwa pembongkaran ini sampai ke akar-akarnya."
Jupiter langsung tertarik.
"Laki-laki dengan Volkswagen tadi melakukan pembongkaran di sini, Sir? Apakah yang diambilnya?"
Laki-laki berwajah merah itu tertawa.
"Pura-pura tidak tahu lagi!" tukasnya.
"Kami benar-benar tidak tahu!" kata Pete memprotes. "Kami belum pernah melihat orang itu! Tapi kalau mobilnya, itu memang pernah - karena membuntuti kami!"
"Kami tadi dalam perjalanan kemari untuk berbicara dengan Anda, Mrs. Gunn, ketika berpapasan dengan orang itu," kata Jupiter dengan sikap tenang.
Tahu-tahu ia berhenti, lalu mengejar kami. Nama saya Jupiter Jones, dan Jones Salvage Yard di Rocky Beach. Dan mereka ini kawan saya, Bob Andrews dan Pete Crenshaw. Sepeda-sepeda kami tertinggal di jalan. Itu merupakan bukti bahwa kami tidak datang bersama orang yang mengendarai Volkswagen
"Flora!" kata si penunggang kuda memotong. "Kau sebaiknya -"
"Diam Rory," kata Mrs. Gunn, lalu mengangguk ke arah Jupe serta kedua temannya. "Aku Flora Gunn, dan ini anakku, Cluny. Sedang dia itu sepupu kami, Mr. Rory McNab. Kalau aku boleh bertanya, dengan tujuan apakah kalian hendak berbicara dengan aku?"
"Tentang peti itu, Ma’am!" kata Bob dengan buru-buru.
"Perusahaan paman saya yang berjual-beli barang-barang bekas membeli sebuah peti antik buatan Asia," kata Jupiter menjelaskan. "Pada peti itu tertulis nama Argyll Queen, dan menurut dugaan kami peti tu mungkin dulu milik moyang Anda, Angus Gunn. Sejak peti itu ada pada kami, terjadi beberapa peristiwa misterius. Jika Anda bisa mengatakan apa yang diambil orang yang naik Volkswagen tadi itu dan sini, mungkin itu akan bisa menjelaskan duduk perkara."
"Yah - Ia sebenarnya tidak mengambil apa-apa," kata Mrs. Gunn, setelah agak ragu sejenak. "Setiap kali, selalu begitu! Ada orang masuk dengan diam-diam, mengacak-acak barang-barang peninggalan Angus, tapi tidak pernah mengambil apa-apa."
"Tidak sesuatu pun?" kata Pete dengan kecewa.
"Setiap kali, Mrs. Gunn?" tanya Jupiter. "Sudah berapa kali saja ada orang masuk kemari belakangan ini?"
"Lima kali, selama enam bulan terakhir"
"Dan selalu barang-barang Angus Tua yang digeledah!" kata Cluny, anak laki-laki yang berambut merah menyela. "kurasa yang dicari -"
"Harta itu!" sambung Bob.
"Bu," seru Cluny bersemangat, "mereka juga beranggapan, orang itu mencari harta itu!"
Mrs. Gunn tersenyum.
"Dongeng kuno tentang adanya harta sudah lama terbukti tidak benar, Anak-anak. Cluny ini fantasinya terlalu hebat."
"Mungkin juga tidak, Mrs. Gunn," kata Jupiter, lalu bercerita tentang Java Jim, serta minatnya pada peti antik Asia itu. Kemudian ditunjukkannya cincin yang ditemukan di dalam peti itu. Mrs. Gunn mengamat-amati cincin itu.
"lni kalian temukan?" katanya.
"Coba kulihat sebentar," kata Rory McNab, lalu mengambil cincin itu. Ia mendengus. "Ini kan cuma kuningan, serta beling berwarna merah! Angus Tua punya sekotak penuh barang-barang kodian seperti ini. Sejak seabad ada saja orang mencari-cari setelah membaca buku harian Angus Tua, tapi tidak pernah ditemukan harta!"
"Rory benar, Anak-anak," kata Mrs. Gunn sambil mendesah. "Satu-satunya sumber yang mungkin merupakan petunjuk tentang adanya harta karun hanya buku harian Angus, tapi sampai sekarang belum ada yang menemukan petunjuk apa-apa di dalamnya. Kurasa itu hanya kabar angin saja."
"Kecuali jika semuanya selama ini menyimak buku harian yang keliru,’ kata Jupiter. Dikeluarkannya buku catatan kedua yang tipis dan dalam
jaketnya, lalu diacungkan.

Bab 6 SUARA DARI MASA SILAM

"ADA buku harian yang lain?" seru Cluny terperanjat.
"Akal-akalan apa lagi ini?" kata Rory dengan suara menggerutu.
Mrs. Gunn mengambil buku catatan tipis itu. Dibalik-baliknya beberapa halaman. Setelah itu diperhatikannya halaman paling depan.
"Ini bukan tipuan, Rory. Ini memang tulisan tangan Angus Tua, begitu pula tanda tangannya." Ia memandang Jupiter. "Di mana kalian menemukannya?"
Jupiter bercerita, bagaimana ia menemukan buku harian itu di sela kedua lapisan dinding peti.
"Orang yang memperbaiki dinding dalam peti itu rupanya tidak melihat buku itu. Ia tentunya juga tidak tahu apa-apa tentang sekat tersembunyi yang ada di dasar. Kalau tutup sekat itu pernah dibuka, pisaunya pasti sudah terlontar ke luar. Tapi
kenyataannya tidak begitu."
Mrs. Gunn mengangguk.
"Ya, aku ingat lagi sekarang," katanya. "Peti antik dari Asia itu sudah kujual beberapa tahun yang lalu, setelah suamiku meninggal dunia. Barang-barang peninggalan Angus Tua banyak yang terpaksa kujual untuk menutup biaya hidup. Kami bukan orang kaya, dan perawatan rumah ini tidak murah. Kalau kami tidak bekerja keras, dan kalau tidak ada Rory yang membantu, rumah mi pasti sudah lama kami jual."

"Rumah ini akan tetap merupakan milikmu, Flora," kata Rory dengan logat Skotlandia yang kental. "Kau juga tidak memerlukan dongeng-dongeng tentang harta karun, untuk mempertahankannya. "
"Buku harian yang baru kami temukan ini bukan dongeng, Mr. McNab," kata Jupiter.

"Sebut saja nama depanku - Rory, begitu - dan aku mau mengakui keaslian buku harian itu, jika Flora mengatakan demikian," kata Rory McNab dengan sikap enggan. "Tapi itu tidak merupakan bukti bahwa harta karun itu bukan omong kosong orang-orang tolol saja."
"Tapi kan ada surat itu, Rory!" sela Cluny.
"Surat? Surat apa?" kata Jupiter.
Pertanyaan itu tidak diacuhkan oleh Rory. Matanya menyipit.
"Sebaiknya kita baca saja dulu buku harian itu. Coba kemarikan!"
Cluny mengambil buku itu dan ibunya, lalu menyerahkannya pada Rory. Mereka berdua duduk di bangku panjang yang ada di depan pendiangan, lalu mulai membaca isi buku harian.
"Ya," kata Mrs. Gunn sambil mengangguk-angguk, "jika ada satu buku harian lagi yang ditinggalkan Angus Tua, masuk akal jika barang itu berada di dalam peti tua itu. Suamiku pernah mengatakan bahwa kakeknya - putra Angus Tua - menemukan buku harian yang pertama di dalam peti itu. Kakek Gunn yakin bahwa harta karun itu benar-benar ada, dan bahwa petunjuk mengenainya tertera di dalam buku harian Angus Tua. Tapi putranya - ayah suamiku - mengatakan bahwa catatan dalam buku harian itu sama sekali tidak mengandung petunjuk, dan kabar tentang harta karun itu cuma omongan orang saja.
"Apa sebabnya kakek suami Anda begitu yakin bahwa harta karun itu ada, Mrs. Gunn?" tanya Bob.
"Yah - sebabnya karena surat itu! Ayah Kakek -" Mrs. Gunn tersenyum. "Mungkin lebih baik jika aku mulai dan awal, Anak-anak. Seberapa banyak yang kalian ketahui tentang Angus Tua?"
Jupiter menuturkan apa saja yang berhasil mereka ketahui tentang kapal Argyll Queen yang sial, serta pembunuhan Angus Gunn tahun 1872.
"Kalian mengetahuinya dari naskah yang disusun Lembaga Sejarah? Kalau begitu hampir seluruh ceritanya sudah kalian ketahui! Semua yang kuketahui - berdasarkan cerita suamiku - kusampaikan pada Lembaga itu," kata Mrs. Gunn. Dalam pengembaraannya setelah selamat dari bencana yang menimpa kapal itu, akhirnya Angus tua sampai di lembah ini. Ia langsung terkenang pada kampung halamannya di pedataran tinggi Skotlandia - terutama karena telaga serta pulau yang ada di tengah-tengah. Di Skotlandia, rumah keluarga Gunn terletak di tepi teluk yang menjorok jauh ke dalam, yaitu Phantom Loch. Di teluk yang mirip danau itu ada sebuah pulau yang dihubungkan dengan daratan oleh sejumlah batu besar. Deretan batu-batu besar itu disebut Phantom Steps - Tumpuan Siluman. Wujudnya mirip sekali dengan pulau kecil yang ada di telaga kami di sini."
"Ah - Jadi Angus Tua membangun rumah ini persis seperti rumah leluhurnya di Skotlandia!" kata Jupiter. "Itu sebabnya, kenapa kelihatan aneh! Karena tidak sesuai dengan lingkungan California sini!"
"Itu betul, Jupiter," kata Mrs. Cunn. "Rumah leluhur itu - Gunn Lodge - awal mulanya dibangun tahun 1352. Semula masih bernama Gunn Castle - kastil Gunn - karena wujudnya tidak lebih dari menara benteng saja. Zaman dulu di sana diperlukan perbentengan, untuk tempat berlindung terhadap serangan musuh.
"Rumah yang mulanya hanya berupa menara saja itu dan tahun ke tahun semakin banyak tambahannya," kata Mrs. Gunn melanjutkan, "lalu kemudian diubah bentuknya, sehingga menjadi rumah yang seperti ini. Ada bagian-bagiannya yang masih mengingatkan pada kastil aslinya."
"Tapi bagaimana dengan surat yang Anda katakan tadi, Ma ‘am?" desak Pete.
"Setelah menemukan lembah dengan danau kecil yang sangat mengingatkannya pada kampung halaman, Angus Tua membangun rumah di tempat itu - yaitu di sini. Pekerjaan itu memakan waktu hampir dua tahun. kemudian ia memanggil istri dan anaknya yang ditinggal di Skotlandia. Tapi ketika mereka tiba di sini, Angus Tua sudah terbunuh, begitu pula halnya dengan para pembunuhnya. Laura - istri Angus Tua - menemukan sepucuk surat yang dialamatkan padanya. Surat itu diselipkan di dalam sebuah panci pemanas tempat tidur."
(panci bertutup dan bertangkai panjang, berisi arang menyala untuk menghangatkan tempat tidur sewaktu musim dingin)
"Sesuatu yang kemungkinannya hanya akan dipergunakan oleh istrinya saja," kata Jupiter menarik kesimpulan.
"Anak laki-Iakinya juga menarik kesimpulan begitu, ketika kemudian mulai tersiar desas-desus tentang harta karun," kata Mrs. Gunn. "Ia yakin bahwa surat itu dimaksudkan sebagai petunjuk tentang tempat harta itu, dan kemungkinannya ada sangkut-pautnya dengan buku harian Angus Tua. Tapi kakek Gunn tidak pernah berhasil menemukan petunjuk apa pun di dalam buku harian itu - atau di tempat lain."
"Bolehkah kami melihat surat itu, Mrs. Gunn?" tanya Pete.
"Tentu saja boleh!" jawab Mrs. Cunn. "Aku menaruhnya di dalam album, kusimpan di kamar tidur."
"Anda tidak menaruhnya bersama peninggalan Angus Tua yang lain-lainnya?" tanya Jupiter.
"Tidak - tidak pernah," kata Mrs. Gunn.
Wanita itu pergi sebentar. Beberapa saat kemudian sudah muncul lagi, dengan sebuah buku yang merupakan album tempel. Anak-anak berkerumun, karena ingin ikut membaca surat yang kertasnya sudah kuning dimakan waktu itu.
Laura sayang,
Sebentar lagi kau akan sudah tiba di sini, tapi akhir-akhir ini aku merasa diriku diamat-amati. Aku harus menuliskan kata-kata penting terakhir ini dengan kesadaran bahwa mungkin ada orang lain ikut membacanya.
Ingatlah bahwa aku cinta padamu, dan pemah menjanjikan kehidupan kemilau bagimu. Ingat apa yang sangat kusukai di rumah, serta rahasia teluk kita. Telusuri haluanku yang terakhir, baca apa yang terbentuk oleh hari-hariku untukmu. Temukan rahasia di dalam cermin.

Anak-anak saling berpandang-pandangan, lalu membaca surat tua itu sekali lagi.
"Menurut suamiku, kakek Gunn merasa yakin bahwa kata-kata ‘kehidupan kemilau’ itu kiasan dari harta yang ditinggalkan untuk Laura," kata Mrs. Gunn. "Sedang kalimat terakhir menyebabkan Kakek memeriksa segala-galanya yang bisa dilihatnya di dalam setiap cermin di rumah ini. Tapi ia tidak menemukan apa-apa. Karenanya ia lantas menarik kesimpulan, kata-kata - ‘baca apa yang terbentuk oleh hari-hariku untukmu’ - pasti berarti bahwa petunjuk tentang harta itu ada di dalam buku harian Angus Tua. Tapi Kakek tetap saja tidak berhasil menemukan apa-apa."
"Itu karena buku harian yang satu lagi tidak ada padanya," kata Jupiter dengan mantap. "Dalam urat dikatakan, ‘Telusuri haluanku yang terakhir’. Kata ‘haluan’, dalam bahasa pelayaran berarti arah tujuan kapal. Jadi Laura disuruh membaca apa yang paling akhir dilakukan Angus Tua agar bisa menemukan petunjuk yang diperlukan - dan itu mestinya tertera di dalam buku harlan yang kedua. Dalam buku itu tercatat kesibukan selama dua bulan terakhir sebelum surat ini ditulis. Apakah yang dilakukan oleh Angus Tua selama dua bulan terakhir?"
Sambil mendengus, Rory membanting buku harian yarg kedua.
"la tidak berbuat apa-apa, yang ada hubungannya dengan harta karun! Dalam buku harian ini cuma dikatakan ke mana saja ia pergi, serta apa yang dilakukannya dalam membuat sesuatu hadiah kejutan bagi Laura."
"Aku tidak melihat adanya sesuatu petunjuk," kata Cluny dengan nada kecewa.
"Terus terang saja, aku juga tidak," kata Jupiter mengaku. "Tapi... Mrs. Gunn, apakah yang sangat disukai Angus Tua di kampung halamannya? Dan apakah yang dimaksudkannya dengan ‘rahasia teluk kita’? Teluk kita - itu pasti berarti Phantom’ Loch!"
"Aku sedikit pun tidak tahu-menahu, apa yang sangat disukai olehnya di tanah air, Jupiter," kata Mrs. Cunn. "Sedang rahasia teluk - itu suatu legenda yang sangat kuno, di Skotlandia. Menurut legenda itu, hantu salah seorang cikal bakal puak Gunn biasa muncul saat pagi-pagi yang berkabut di musim dingin. Hantu itu berdiri di atas tebing batu yang terjal sambil memandang ke teluk sempit yang memanjang di bawah, mengintai kalau-kalau ada musuh datang. Kata orang, moyang puak Gunn itu tewas dibunuh bangsa Viking yang datang menyerbu dalam abad kesembilan, dan kemudian hantunya berjaga-jaga terhadap kemungkinan ada penyerbuan lagi. Menurut legendanya, hantu itulah yang menyebabkan teluk itu diberi nama Phantom Loch."
"Dongeng tentang harta karun, sekarang ditambah lagi dengan cerita hantu!" tukas Rory dengan ketus.
"Tapi bagi Java Jim, harta karun itu bukan dongeng!" kata Pete dengan sengit.
"Bagaimana dengan laki-laki yang naik VW hijau?" tanya Bob.
"Dan segala peristiwa pembongkaran di sini?" kata Cluny menimpali.
Rory terdiam. Wajahnya masam.
"Mrs. Gunn?" kata Jupiter setelah beberapa saat. "Berapa orangkah yang tahu tentang isi surat itu, serta buku harian yang pertama?"
"Selama bertahun-tahun yang lewat, mestinya banyak orang yang pernah membacanya."
"Kalau begitu, itu rasanya bisa dipakai untuk menjelaskan pembongkaran-pembongkaran yang terjadi di sini," kata Jupiter. "Java Jim rupanya juga tahu, dan beranggapan bahwa kata-kata di dalam surat itu pasti menunjuk pada sebuah buku harian. Antara tanggal catatan terakhir di dalam buku pertama dan saat terbunuhnya Angus Tua, ada waktu selang selama dua bulan. Kemungkinannya Java Jim menyadari bahwa pasti ada buku harian lain - dan karena itu ia melakukan pembongkaran di sini. Ia mencari buku harian yang satu lagi!"
"Kalau begitu ia juga orang tolol," gumam Rory.
"Kurasa tidak," kata Jupiter. "Coba kita simak saja apa yang dituliskan oleh Angus di dalam suratnya. ‘Aku harus menuliskan kata-kata penting terakhir ini, dengan kesadaran bahwa mungkin ada orang lain ikut membacanya’. Oleh karena itu dituliskannya teka-teki, yang menurut perkiraannya akan bisa ditebak maknanya oleh Laura. Aku yakin, Angus memang benar menyembunyikan harta dan harta itu bisa ditemukan dengan jalan memecahkan teka-teki yang dilengkapi dengan satu petunjuk yang tertera di dalam buku harian yang kedua!"
Bob, Pete, dan Cluny menganggukkan kepala dengan bergairah.
"Dugaanmu itu mungkin saja benar, Jupiter," kata Mrs. Gunn, "tapi bagaimana orang lain bisa berharap akan bisa memecahkan teka-teki itu, jika Laura saja tidak berhasil? Surat ini kan ditujukan padanya."
"Kami pasti akan berhasil, Mrs. Gunn!" seru Bob.
"Kami sudah sering memecahkan teka-teki dan misteri!" kata Pete.

Jupiter menegakkan tubuh.
"Kebetulan bisnis kami memang menyelidiki misteri serta teka-teki yang berwujud permainan kata-kata, Mrs. Gunn."
Ia mengeluarkan selembar kartu nama dan kantungnya. Disodorkannya kartu nama itu pada Mrs. Gunn. Cluny berdiri di belakang ibunya. Dengan mata terpentang lebar, ia ikut membaca tulisan yang tertera pada kartu itu.

TRIO DETEKTIF
"Kami Menyelidiki Apa Saja"
???
Penyelidik Satu - Jupiter Jones
Penyelidik Dua - Pete Crenshaw
Catatan dan Riset - Bob Andrews
Rory mengambil kartu nama itu dengan cepat. Ia membaca tulisan yang tertera di situ dengan mata mendelik, lalu melirik Jupiter serta kedua rekannya dengan sikap curiga. Tapi Jupiter pura-pura tidak melihat.
"Kami ingin menawarkan jasa kami," katanya dengan bersungguh-sungguh.
"Ya, betul!" kata Pete.
"Biarlah mereka mencoba, Mom!" desak Cluny. "Akan kubantu mereka!"
"Yah - apa salahnya," kata Mrs. Gunn sambil tersenyum. "Dan jika nanti ternyata bahwa harta itu benar-benar ada itu akan sangat berguna bagi kami, Anak-anak!"
"Hore!" Bob, Pete, dan Cluny bersorak gembira.
Mrs. Gunn tertawa saja.
"Sekarang bagaimana kalau kita makan saja dulu? Untuk mencari harta, diperlukan tenaga."
"Ini pasti akal-akalan saja, Flora!" kata Rory McNab, sambil mencampakkan kartu nama Trio Detektif.
"Kurasa bukan, Rory," jawab Mrs. Gunn.
"Kalau begitu aku cuci tangan," bentak Rory sambil marah-marah, orang itu meninggalkan ruangan.
Jupiter memperhatikan kepergiannya dengan kening berkerut.

Bab 7 KOTA HANTU!

BEGITU selesai makan siang, Rory McNab langsung pergi sambil menggerutu. Katanya, ia hendak mengumpulkan ranting-ranting pohon pinus dan tepi jalan, untuk dijadikan hiasan Natal. Anak-anak mengikuti Mrs. Gunn, kembali ke ruang duduk, lalu mulai meneliti buku harian yang kedua dengan seksama.
"Pertama-tama yang menarik ialah bahwa ini bukan buku harian seperti yang lazim," kata Jupiter. "Angus tidak mencatat pikiran atau rencananya. Ia sebenarnya juga tidak melukiskan apa-apa. Catatannya, kebanyakan singkat-singkat saja. Misalnya ini, ‘Hari ini bekerja di pekarangan’. Lalu ini, ‘Melihat burung rajawali’. Ini lebih mirip catatan pelayaran di kapal. Hanya fakta-fakta saja, tanpa penjelasan."
"Buku harian yang satu lagi juga begitu," kata Bob menyela.
"Jadi dari kebanyakan catatan yang ada di sini, kita tidak memperoleh keterangan apa pun juga,", kata Jupiter melanjutkan. "Tapi di dalam surat Angus dikatakan agar diikuti haluannya, serta disimak apa yang terbentuk oleh hari-harinya. Ia tidak menyuruh Laura menyimak segala hal yang dilakukannya, tapi cuma ke mana ia pergi, dan apa yang dibentuk olehnya."
Cluny memperhatikan buku harian yang ada di depan mereka.
"Catatan pada halaman pertama, menyangkut kepergian," katanya, lalu membacakan. Hari ini mulai bekerja untuk membuat hadiah kejutan bagi Laura. ! Mula-mula ke Powder Gulch, mencari pekerja serta kayu untuk saluran air."
"Rupanya ia benar-benar membuat sesuatu!" kata Pete bersemangat.
"Ya - seperti ditulis di dalam suratnya," kata Jupiter membenarkan. "Lalu apa lagi, Cluny?"
Remaja berambut merah itu membalik-balik halaman.
"Tidak ada apa-apa lagi, selama dua minggu. Cuma catatan-catatan singkat, seperti ini - Melihat rajawali - dan sebagainya. Kemudian ia pergi ke suatu pulau."
Jupiter menyapa Mrs. Cunn.
"Hadiah kejutan untuk Laura." katanya. "Apakah itu, Mrs. Gunn?"

"Entah - aku juga tidak tahu," kata Mrs. Gunn. Mungkin mebel?"
"Yah, nanti saja itu kita pikirkan," kata Jupiter memutuskan. "Pekerja, dan kayu untuk saluran air. Hmm - penambang emas dulu biasa memisahkan emas dan tanah galian dengan air yang dialirkan lewat saluran. Di sini ada tambang, Cluny?"
"Sepanjang pengetahuanku, tidak ada," kata Cluny. "Maksudmu tambang emas?"
"Mungkin Angus membuat tambang secara diam-diam," kata Pete menduga.
"Itu memang mungkin, Dua," kata Jupiter. "Tapi menurut firasatku, jawabannya bukan di situ. Angus mengatakan agar haluannya ditelusuri. Seakan-akan petunjuknya terletak pada ke mana ia pergi. Kita harus ke Powder Gulch, Teman-teman!"
"Di dekat sinikah tempat itu?" tanya Pete.
"Ya - cuma sekitar satu mil, lewat jalan raya," kata Cluny.
"Aku heran, kau tidak mengenal tempat itu, Pete," kata Jupiter. "Padahal cukup terkenal di dalam sejarah lingkungan sini. Aku pernah membaca segala informasi mengenai tempat itu. Itu kan -"
"Ya, betul!" kata Bob sambil bergegas bangun. "Itu - kota hantu!"
"K - kota hantu?" Pete meneguk ludah. "Haruskah kita ke sana?"
"Ya, harus!" kata Jupiter dengan mantap, sambil berdiri, "Dan sekarang ini juga!"

*

Papan penunjuk jalan yang sudah lapuk, dengan tulisan "Powder Gulch", menunjuk ke arah jalan sempit yang tidak diaspal. Keempat remaja itu membelokkan sepeda mereka ke arah itu. Sepuluh menit kemudian sudah nampak kota hantu itu terbentang di bawah.
Mereka berhenti sebentar, lalu memperhatikan kota yang sudah tidak berpenghuni itu. Gubuk-gubuk tua yang sudah rusak nampak terpencar sepanjang sebuah sungai kecil yang tidak berair. Bangunan-bangunan bobrok dengan dinding depan yang lebih tinggi dari bangunan sebenarnya berjejer-jejer memagari jalan yang hanya satu-satunya. Pada sebuah bangunan besar terpasang
papan dengan tulisan "Saloon". Dulu itu tempat orang minum-minum sambil berjudi dan menonton hiburan yang disuguhkan. Lalu ada bangunan lain, dengan tulisan "General Store" yang jelas di depan. Itu toko yang menjual segala kebutuhan penduduk setempat dan daerah sekitarnya. Sebuah bangunan rendah dengan dinding dari tanah liat, dengan tulisan "Jail". Itu bangunan penjara. Lalu ada pula bengkel tukang besi, serta bangunan tempat penitipan kuda. Di ujung jalan yang hanya satu, menganga sebuah lubang di lereng gunung. Itu lubang masuk ke tambang emas, yang menyebabkan kota terbentuk.
"Kota ini ditinggalkan penghuninya sekitar tahun 1890, ketika tambang sudah tidak menghasilkan emas lagi," kata Jupiter menjelaskan. "Waktu itu sungai kering itu dibendung di sebelah hulu, dijadikan waduk."
Pete mengeluh.
"Apa sih yang bisa diharapkan akan kita temukan di sini, setelah lewat waktu seratus tahun, Jupe?"tanyanya.
"Aku tidak tahu, Pete," kata Jupiter berterus terang. "Tapi aku yakin, Angus Gunn menginginkan Laura datang untuk melihat kemari. Mungkin waktu itu ada surat kabar di sini. Mungkin kita bisa menemukan lembaran yang diterbitkan masa itu."
"Bahkan mungkin ada arsip tua," kata Bob.
"Yuk, kita lihat saja," kata Jupe.
Dengan sepeda masing-masing, keempat remaja itu menuruni jalan yang menuju ke kota yang sudah tak berpenghuni lagi itu. Tapi sesampai di ujungnya, mereka berhenti, karena terhalang pintu gerbang yang digembok. Seluruh kota hantu itu dikelilingi pagar.
"Sekelilingnya dipagari!" kata Cluny. "Dan tulisan pada bangunan-bangunan itu kelihatan masih baru! Mungkinkah ada yang tinggal lagi di sini?"
"Mungkin," kata Jupiter.
Mereka menunggu selama semenit, sambil memasang telinga. Tapi kota mati itu tetap membisu. Mereka tidak mendengar apa-apa.
"Kita terpaksa masuk dengan jalan memanjat pagar, Teman-teman," kata Jupiter kemudian.
Setelah menaruh sepeda mereka di suatu tempat, mereka memanjat pagar. Dengan segera mereka sudah berada di seberangnya. Mereka memandang ke arah jalan yang berdebu.
"Pete - kau dan Bob memeriksa bangunan-bangunan di sisi kiri jalan," kata Jupiter. Sikapnya agak gugup. "Sedang aku dan Cluny memeriksa
penjara dan tempat penitipan kuda, lalu sesudah itu bekas tambang. Kalian cari sesuatu yang mungkin ada hubungannya dengan Angus Gunn,
serta kayu untuk saluran air."
Bob dan Pete mengangguk, lalu mulai memeriksa. Mula-mula mereka masuk ke bangunan yang dulunya toko. Mereka masuk sambil berjingkat-jingkat. Sesampai di dalam mereka tertegun. Toko itu nampak persis seperti keadaannya seabad yang lalu! Rak-rak penuh dengan berbagai barang. tong-tong berisi apel kering serta tepung, berbagai peralatan, memenuhi ruang yang remang-remang dan berlangit-langit rendah itu. Senjata-senjata api model kuno tapi mengkilat seperti baru terpajang di dinding. Meja layan yang panjang nampak bersih.
"Mungkin tempat ini sudah dihuni orang lagi!" kata Bob dengan suara lirih.
" T - tapi... bukan orang zaman sekarang," kata Pete dengan gugup. "Segala-galanya di sini nampak seperti seabad yang lalu. Toko untuk.. untuk hantu!"
Bob mengangguk, sambil meneguk ludah. "Mestinya seperti beginilah keadaan toko ini zaman dulu. Seolah-olah tidak pernah ditinggalkan! Bahkan,.. Pete! Itu - di atas meja layan! Itu kan buku kas!"
Dengan berhati-hati, kedua remaja itu menghampiri meja layan. Buku kas yang kelihatan sudah usang itu terbuka. Di halamannya tertulis nama-nama, disusul barang-barang yang dipesan. Bob membalik-balik halaman buku itu, mencari catatan untuk tanggal 29 Oktober 1872. Tangannya gemetar. Pete ikut berdiri di belakangnya. Ia ikut menyimak.
Angus Gunn, Phantom Lake - 60 meter papan saluran air dengan kayu penyangga; 2 tong tepung; 1 tong daging; 4 peti kacang buncis."
Pete terkejap. "Wow - belanjaan sebanyak ini, pasti cukup untuk memberi makan sepasukan!"
"Ia harus memberi makan para pekerja yang diperolehnya di sini," kata Bob menduga. "Rupanya tidak sedikit jumlahnya. Ada lagi yang kaulihat, Pete?"
"Di sini?" kata Pete. Ia menggeleng. "Tidak ada!"
Mereka bergegas meninggalkan toko bersuasana aneh itu, lalu masuk ke "Saloon",
"Zaman itu, saloon sekaligus menjadi tempat pertemuan," kata Bob. "Tempat saling berjumpa, serta meninggalkan pesan. Kemungkinannya Angus juga mampir di sini, untuk minum-minum sebentar."
Ruangan itu luas, dan agak gelap. Di sebelah belakang ada pintu, untuk menuju ke kamarkamar tidur. Botol-botol yang berisi penuh berjejer-jejer di belakang meja layan yang panjang dan dipoles mengkilat. Sebuah piano terdapat di sisi kiri. Juga kelihatan bersih dan mengkilat. Di sebelah belakang ada sebuah meja bundar. Sejumlah botol ada di situ, serta gelas-gelas yang isinya tinggal setengah. Dan juga kartu-kartu yang berserakan. Kesemuanya menimbulkan kesan seolah-olah saat itu sedang berlangsung permainan kartu dengan taruhan.
"S - seperti di toko tadi," kata Pete. Dan suaranya terdengar bahwa perasaannya tidak enak. Seolah-olah di sini masih ada para pekerja tambang yang saat ini sedang pergi sebentar ke luar - dan..."
Pete tidak meneruskan kalimatnya - karena saat itu dengan tiba-tiba saja terdengar suara ramai orang yang bercakap-cakap! Piano berbunyi, memperdengarkan sebuah lagu kuno yang lincah. Tapi tidak nampak orang memainkannya! Terdengar bunyi dentingan gelas dan botol-botol. Bunyi orang minum dan berseru mengisi ruangan. Suatu bunyi keras terdengar di meja tempat permainan kartu - dan sebuah sosok remang kelihatan seperti bergerak di tempat itu. Bayangan itu berdiri.
"Jangan bergerak!"
Suara menggaung itu bernada mengancam.
Kedua tangan sosok gelap tadi menggenggam pistol!
"Hantu!" teriak Pete. "Lari, Bob!"
Kedua remaja itu lari pontang-panting, meninggalkan saloon. Di belakang mereka terdengar suara ramai orang-orang yang tidak nampak. Sedang piano masih terus memainkan lagu yang lincah. Pete dan Bob lari di jalan yang panas dan berdebu, menuju ke tambang.
Terowongan tambang yang panjang ternyata ada penerangannya! Bob dan Pete lari menyusur lorong landai itu. Mereka melihat Jupiter dan Cluny di depan.
"Jupe! Ada hantu menyerang -" Pete tidak meneruskan perkataannya. Dilihatnya muka Jupe dan Cluny pucat pasi. Tubuh mereka gemetar.
Keduanya menatap ke depan, ke dalam lorong tambang yang remang-remang. Saat itu barulah Bob dan Pete menyadari bahwa tempat itu tidak
sunyi. Mereka mendengar suara air menetes, mesin berdentang-dentang - lalu suara orang tertawa! Suara itu menyeramkan, seperti orang gila. Tendengar bunyi letusan, serta sesuatu yang seolah-olah mendesing lewat. Bunyi itu menggema di dalam lorong.
"A - apa ini, Jupe?" tanya Bob tergagap.
Jupiter meneguk Iudah dengan susah payah.
"Aku - aku juga tidak tahu. Kami masuk kemari, lalu - lalu ia menembak ke arah kami! Ia -"
Saat itu Bob dan Pete melihat siapa yang dimaksudkan oleh Jupiter. Tidak sampai sepuluh meter lebih jauh dalam lorong remang-remang, orang itu berdiri sambil mengacungkan senapan kuno ke arah mereka! Seorang pekerja tambang yang sudah beruban dan berjenggot, dengan kemeja wol merah, celana panjang dan kain kasar serta sepatu bot tinggi!
"Perampas hak harus ditumpas!" kata orang ternyata yang tahu-tahu muncul itu. Suaranya menggema. Sambil tertawa dengan nada tidak enak, ia mengangkat senapannya, lalu menarik pelatuk.

Bab 8 DISELAMATKAN HANTU

TEMBAKAN itu diarahkan lurus ke arah anak-anak! Disusul tembakan berikut, dan jarak dekat!
Pete berdiri dengan mata terpejam. Mukanya lesi.
"Ke - kenakah aku?" keluhnya.
Detektif remaja bertubuh jangkung itu membuka matanya, lalu memandang teman-temannya. Mereka semua berparas pucat.
"Tembakannya meleset!’ seru Bob.
"Ia - ia cuma menakut-nakuti kita." kata Cluny.
"Tapi kenapa ia...?" kata Pete.
Saat itu orang berjenggot tadi tertawa lagi. Sekali lagi ia mengangkat senapannya, sambil berseru dengan sengit,
"Perampas hak harus ditumpas!"
Lalu sekali lagi menarik pelatuk!
Dua tembakan berturut-turut kembali menggema, dilepaskan dan jarak dekat!
"Meleset lagi!" seru Cluny. Anak berambut merah itu menatap pekerja tambang itu dengan sengit. Ia maju selangkah.
"Mau apa Anda -?"
"Tunggu, Cluny!" kata Jupiter dengan tiba-tiba. Ditatapnya pekerja tambang tua yang kelihatannya gila itu. "Perhatikan, Teman-teman!"
Anak-anak mengawasi pekerja tambang itu dengan sikap waspada. Bunyi air dan mesin masih menggema di dalam lorong. Kira-kira semenit kemudian - tapi menurut perasaan anak-anak jauh lebih lama -terdengar bunyi detakan dan desiran lembut. Pekerja tambang itu tertawa jelek lagi. Senapannya mulai terangkat lagi!
"Perampas hak harus ditumpas!" seru orang itu, sambil menarik pelatuk senapannya. Senjatanya meletus dua kali berturut-turut - dan kedua-duanya meleset!
"Itu kan tipuan!" seru Jupiter, lalu tertawa. "Itu semacam robot, teman-teman! Robot dengan alat perekam suara di dalamnya. Sedang bunyi-bunyi yang terdengar - itu semacam efek suara."
Tiba-tiba Bob mengerang.
"Aduh -tololnya, aku ini," keluhnya. "Sekarang aku ingat lagi! Aku pernah membaca berita mengenainya di dalam surat kabar, Teman-teman! Powder Gulch dipugar kembali, dijadikan atraksi wisata! Komidi putar, pertunjukan adegan-adegan kehidupan zaman dulu, dan hantu-hantu. ltulah sebabnya kenapa kota ini dipagari sekelilingnya!"
"Ya, tentu saja," kata Jupiter dengan lesu. "Aku juga membaca berita itu, beberapa waktu yang lewat."
Pete menghampiri "pekerja tambang" itu, lalu menyentuh mukanya.
"Dan plastik," katanya. "Uh - tapi tadi kelihatannya seperti benar-benar hidup. Kurasa hantu di saloon tadi juga cuma robot saja. Hebat sekali teknik pembuatannya sekarang."
"Ya, memang," kata Jupiter, "tapi masih ada urusan lain bagi kita saat ini. Ada di antara kalian yang tadi melihat sesuatu, yang mungkin merupakan petunjuk tentang rencana Angus Gunn?"
Bob melaporkan tentang buku kas yang ditemukan di toko, serta catatan tentang perbekalan yang dibeli Angus untuk orang banyak.
"Atau jika bukan untuk orang banyak, untuk bekal baginya sendiri selama bekerja membuat sesuatu yang memakan waktu lama," kata Jupiter. "Sekarang kita sudah tahu bahwa apa pun yang dibangun oleh Angus waktu itu, rupanya merupakan pekerjaan yang banyak memakan waktu atau tenaga. Tapi apa dan di mana, itu belum kita ketahui"
Jupiter membuka buku harian yang dibawa, lalu menekuninya dengan kening berkerut. "Catatan mengenai tanggal 29 Oktober terlalu sedikit-tidak ada yang bisa dijadikan pegangan."
"Ketika di saloon tadi, kami tidak mencari-cari pesan yang mungkin ada," kata Pete.
"Baiklah! Sekarang kita kembali saja ke sana," kata Jupiter. "Setelah itu kita melihat ke dalam penjara - barangkali saja di situ ada catatan yang dibuat oleh sherif (kepala polisi) waktu itu. Kita periksa juga, mungkin di sini ada kantor redaksi surat kabar."
Keempat remaja itu bergerak keluar dan terowongan tambang. Kini Bob dan Pete melihat berbagai benda yang tadi tidak sempat diperhatikan sewaktu bergegas-gegas masuk Gerobak tambang yang sudah dijadikan seperti baru lagi, sejumlah peralatan tua, serta sebuah robot lagi. Seorang pekerja tambang berjanggut hitam, menggenggam beliung.
Pete tertawa nyengir.
"Bukan main, robot-robot ini benar-benar kelihatan seperti manusia. Yang menggenggam beliung itu, tampangnya mirip -"
Pekerja berjanggut hitam itu melepaskan beliung yang digenggam. Ia melompat ke arah Jupiter, merampas buku harian, lalu lari ke luar!
"Itu Java Jim!" seru Bob kaget.
Anak-anak berdiri seperti terpaku sejenak. Mereka kaget, ketika yang disangka robot itu tahu-tahu hidup. Jupiter yang paling dulu sadar kembali.
"Ia merampas buku harian itu! Kejar dia!"
Keempat remaja itu lari mengejar di dalam lorong tambang yang berpenerangan remang-remang, menuju ke luar.
"Itu dia!" teriak Cluny.
Pelaut bertubuh pendek itu nampak sudah jauh di jalan yang panas disinari matahani siang. la berlari sekencang-kencangnya.
"Maling! Berhenti!" teriak Pete.
"Ia minggat!" seru Cluny. "Berhenti, Maling!"
Java Jim menoleh sebentar sambil tertawa. ketika ia melintas di depan saloon, sesosok tubuh berpakaian hitam muncul di ambang pintu bangunan itu. Sesosok tubuh. menggenggam dua pucuk pistol hitam dan panjang!
Pete kaget.
"Itu hantu yang tadi!" katanya.
Java Jim juga melihat sosok seperti hantu yang berdiri dengan sikap mengancam di ambang pintu saloon itu. Ia berteriak kaget, lalu lari menjauh. Tapi sial ia tidak melihat tempat minum kuda yang melintang di situ. Ia menubruknya, sehingga terjatuh. Buku harian Angus Gunn terpental. Java Jim buru-buru bangkit. Tapi karena terlalu tergesa-gesa, ia jatuh kembali.
"Orang itu pencuri!" seru Pete. "Tangkap dia!"
"Hantu" yang serba hitam memandang ke arah anak-anak, lalu menuruni jenjang kaki lima, menuju ke arah Java Jim . Kedua pistolnya berkilat kena sinar matahari. Java Jim berpaling dengan cepat, lalu lari ke sebelah belakang bangunan yang berderet-deret. Ia menuju ke pagar, memanjat dengan cepat, lalu menghilang ke tengah belukar gersang yang memagari sungai yang kering.
Anak-anak bergegas menghampiri "hantu" tadi. Diterangi sinar matahari, "hantu" itu ternyata manusia biasa yang mengenakan pakaian cowboy serba hitam. Jupiter memungut buku harian tipis yang terlepas dari tangan Java Jim ketika orang tadi tersandung.
"Kalian sebetulnya tidak boleh masuk dengan begitu saja kemari," kata "hantu" itu. "Coba kalian
jelaskan, apa sebetulnya yang terjadi di sini - dan kemarikan buku itu, karena itu merupakan perbendaharaan kota ini."
"Buku ini bukan dari sini, Sir," kata Jupiter. ‘Kami tadi memang masuk kemani dengan jalan memanjat pagar. Maaf, jika itu sebenarnya tidak diperbolehkan. Tapi kami tadi tidak menyangka di sini ada orang, sedang kami harus masuk. Kami sedang mengadakan penyelidikan."
Ia menjelaskan bahwa mereka sedang berusaha mengetahui alasan kedatangan Angus Gunn ke Powder Gulch.
" Anda benar-benar berhasil membuat kami tadi ketakutan!"
"Hantu" itu tertawa lebar.
"Kalian tadi memang kujadikan kelinci percobaan, untuk menguji efek-efek khusus yang dipasang di sini. Aku pengawas tempat ini." Ia mengusap- usap dagunya. "Angus Gunn, katamu tadi? Mungkin aku bisa membantu kalian. Semua catatan lama ada di kantorku. Jika orang yang bernama Angus Gunn itu pernah punya urusan di sini, aku pasti akan bisa menemukan catatan mengenainya."
Mereka melintasi ruang saloon, menuju sebuah bilik sempit. "Hantu" yang ternyata penjaga itu membuka laci sebuah lemari arsip.
"Semua nama yang tercatat di dalam arsip-arsip tua dicatat di dalam indeks. Itu termasuk pekerjaan pemugaran. Coba kita lihat, catatan apa saja yang ada mengenai Angus Gunn."
Diambilnya selembar kartu arsip.
Setelah membaca sebentar, ia menggeleng.
"Cuma ada dua catatan mengenainya," katanya. "Urusan pembelian yang sudah kalian lihat di toko, dan ikian dua baris di dalam surat kabar sini, tahun 1872. Ia mencari tenaga pekerja tambang, untuk pekerjaan yang tidak lama. Cuma itu saja."
Saat itu terdengar suara seseorang berseru-seru di luar.
"Anak-anak! Cluny! He, Anak-anak!"
"Itu Rory!" kata Cluny.
Semua bergegas ke luar. Mereka melihat Rory McNab berdiri di tengab jalan, sedang berbicara dengan orang yang pernah bercakap-cakap dengan Bob di Lembaga Sejarah. Profesor Shay! Ilmuwan berwajah bundar dan bertubuh kecil itu cepat-cepat menghampiri anak-anak.
"Kalian ini membuat cemas orang saja, Anak-anak! Aku tadi secara kebetulan berjumpa dengan Mr. McNab di luar gerbang pagar. Ia mengatakan, kalian mestinya ada di sini. Kemudian kami menemukan sepeda-sepeda kalian. Kami sudah cemas saja, jangan-jangan kalian mengalami sesuatu -"
"Masuk tanpa izin!" kata Rory dengan ketus. "Sudah kusangka akan terjadi kerepotan dengan kalian. Itulah sebabnya aku menyusul kemari - agar kalian tidak sampai mengalami cedera!"
"Mereka tidak apa-apa, Mr. McNab," kata pengawas. "Tapi Profesor Shay mungkin tertarik mendengar komentar anak-anak ini, tentang efek-efek khusus yang dipasang di sini. Profesor ini membantu kami selaku konsultan sejarah, Anak-anak. Lembaga Sejarah membantu kami dalam usaha memugar Powder Gulch."
"Ya, betul - tapi tentang itu, nanti saja!" kata Profesor Shay. Matanya berkilat-kilat, di balik lensa kaca mata yang tidak berbingkai. Ia melambai ke arab pengawas, lalu menggiring anak-anak pergi dan situ.
"Aku tadi mendengar tentang adanya buku harian Angus Gunn yang lain, Anak-anak," katanya sambil berjalan. "Betulkah itu? Kalian menemukan buku harian yang lain? Menurut kalian, harta karun itu mungkin benar-benar ada? Bukan main! Peristiwa bersejarah! Cepat - ceritakanlah."
Jupiter bercerita tentang buku harian yang satu lagi, serta minat Java Jim terhadap buku itu.
"Apa?" seru Profesor Shay. Mukanya yang bundar berubah warna, menjadi merah padam.
"Java Jim? Ia berusaha mencuri harta peninggalan Angus Gunn? Untuk dimiliki sendiri, dijual sedikit demi sedikit - atau mungkin melebur emasnya? Keterlaluan? Untuk sejarah, harta itu tak ternilai harganya! Bayangkan - harta karun bajak laut Hindia Timur - dalam keadaan utuh! Museum Lembaga kita akan tersohor karenanya. Tapi kalian tidak menemukan petunjuk apa pun mengenainya di sini?"
"Yah -" kata Jupiter lambat-lambat, "kami berhasil mengetahui, yang dibangun oleh Angus Gunn sebagai hadiah untuk istrinya, merupakan pekerjaan besar."
"Ya, aku mengerti - tapi tempatnya bukan di sini, melainkan di Phantom Lake!" kata Profesor Shay. "Aku ini ahli tentang lingkungan sini. Mungkin aku bisa melihat apa yang bagi kalian tidak nampak. Masukkan sepeda-sepeda kalian ke dalam mobilku - kita ke Phantom Lake sekarang. Harta itu tidak boleh sampai jatuh ke tangan Java Jim!"
"Anda ternyata juga manusia dungu!" kata Rory pada Profesor Shay.
"Apa? Anda tahu apa, McNab?" balas Profesor Shay. "Menurutku, dugaan anak-anak ini mungkin ada benarnya! Ambil sepeda kalian, Anak-anak!"
Gerbang pagar sudah dibuka. Anak-anak memasukkan sepeda-sepeda mereka ke belakang mobil Profesor Shay. Rory pergi ke mobilnya sendiri. Jupiter memandang ke arahnya. keningnya berkerut.

Edit by: zheraf
http://www.zheraf.net

Bab 9 CAHAYA MISTERIUS
MENJELANG sore, Profesor Shay sudah membawa anak-anak menapaki seluruh sudut lembah sempit itu, begitu pula sampai separuh lereng bukit-bukit yang membatasi. Mereka sudah meneliti danau dan segala sudut, termasuk pulau kecil yang ada di tengah-tengahnya. Rumah pun sudah dikelilingi sampai tiga kali. Tapi mereka tidak menemukan apa-apa!
Mereka berkumpul di teras rumah besar itu, diterangi sinar matahari sore. Mrs. Gunn memandang anak-anak serta Profesor Shay. Ia bisa merasakan kekecewaan mereka. Sedang Rory mengisap pipa, sambil tersenyum masam.
"Tidak ada apa-apa!" keluh Profesor Shay. Tidak ada pekerjaan besar lain yang dilakukan Angus Gunn kecuali membangun rumah ini - sedang rumah ini sudah sering diperiksa! Dan kayu-kayu saluran air itu sedikit pun tidak nampak bekas-bekasnya!"
Rory tertawa.
"Kalian semua goblok!" tukasnya. "Jika Angus Tua membuat sesuatu dengan kayu-kayu itu, sekarang tentu saja tidak ada lagi! Dan jika harta itu benar-benar ada - tapi kenyataannya tidak - kalian kini takkan bisa menemukannya lagi."
"Kami pasti akan berhasil!" seru Bob.
"Ya, ya, tentu saja," kata Mrs. Gunn, sambil memandang ke arah Rory dengan sikap jengkel. "Mungkin harta itu bukan harta dalam arti yang sesungguhnya - tapi aku yakin kalian pasti akan menemukan sesuatu."
"Wah, Ibu kedengarannya seperti juga tidak percaya bahwa harta itu benar-benar ada," kata Cluny.
Sementara itu Jupiter asyik meneliti surat Angus Gunn.
"Jika kita tahu sedikit lebih banyak saja, aku yakin pasti ada kunci di dalam surat ini!" katanya. "Tapi semuanya sudah begitu lama berlalu. Apakah yang sangat disukai Angus Tua di kampung halamannya?"
Mrs. Gunn menggeleng.
"Sementara kalian tadi sedang di Powder Gulch, aku sempat membaca kembali sebagian besar dan surat-surat Laura padanya. Ia banyak menulis tentang kecintaan Angus pada tanah warisan keluarga Gunn di Skotlandia, tentang pemandangan indah teluk sempit yang terbentang di bawah - tapi cuma tentang itu saja. Tidak ada sesuatu yang istimewa, Jupiter."
"Kelihatannya memang nyaris tidak ada harapan bagi kita," kata Profesor Shay.
"Ya, memang - urusan ini kuakui memang sulit sekali," kata Jupiter. Ia mendesah.
"Kau kan tidak putus asa, Jupiter?" sew Cluny, melihat sikap itu.
"Hahh!" dengus Pete. "Kau belum kenal siapa Jupiter! Sekarang ini ia baru mulai!"
"Aku takkan menyalahkan, jika kalian tidak melanjutkan penyelidikan," kata Mrs. Gunn.
"Belum waktunya kita menyerah," kata Jupiter. "Angus Tua tidak mengatakan di mana kita akan menemukan petunjuk. Dan kita baru melakukan langkah pertama. Sekarang waktunya untuk mengambil langkah berikut."
la membuka buku harian yang ditemukan olehnya.
"Catatan berikut yang nampaknya ada artinya, dibuat tanggal 1 November 1872. Di sini tertulis:
Hari ini berlayar ke Pulau Sipres. Angin kencang dan barat daya, ditambah ombak besar. Nyaris tenggelam. karena sarat dengan muatan. Tuan tanah di pulau menerima saranku, dan siangnya aku pulang dengan puas. Pekerjaan membuat hadiah untuk Laura berjalan lancar. Catatan selanjutnya selama kurang lebih seminggu, cuma tentang kesibukannya di sekitar rumah."
"He, Jupe - ia menulis bahwa perahunya sarat dengan muatan," kata Pete mengetengahkan.
"Ya, betul," kata Jupiter sambil mengangguk. Mungkin jawabannya ada di pulau itu."
"Tapi di mana Ietaknya?" tanya Cluny. "Aku belum pernah dengar ada Pulau Sipres di sekitar ini"
"Aku juga sama saja," kata Jupiter. "Kau bagaimana, Pete?"
Pete gemar berolahraga layar, dan karenanya mengenal baik perairan di sekitar situ. Ia mengambil buku harian itu.
"Kurasa itu tadi bukan nama pulau itu," katanya. "Mungkin saja waktu itu bahkan belum punya nama. Pulau-pulau besar yang termasuk Kepulauan Selat, semuanya punya nama - jadi kemungkinannya ini sebuah pulau kecil, yang letaknya di dekat pesisir. Mestinya memang dekat, karena Angus Tua bisa bolak-balik dalam waktu setengah hari. Kedengarannya seperti waktu itu dimiliki suatu keluarga tertentu, dan ditumbuhi pohon-pohon sipres. kapan-kapan akan kucari keterangan mengenainya."
"Malam ini juga," kata Jupiter. "Karena besok kita ke sana!"
"Aku ikut," kata Profesor Shay. "Aku punya perahu layar. Kita bisa pergi dengannya -jika letak pulau itu tidak terlalu jauh dan Rocky Beach."
Rory McNab berdiri.
"Hantu, pulau tanpa nama, orang yang sudah mati seratus tahun yang lalu!" gerutunya. "Kalian semua sudah sinting!"
Sambil mengomel, pria Skotlandia itu meninggalkan teras. Mrs. Gunn menggeleng-geleng.
"Jangan risaukan sikap Rory," katanya sambil tersenyum. "Orangnya memang tidak sabaran
- tapi ia sebenarnya baik hati. Kehidupan kami sulit sejak ayah Cluny meninggal dunia. Berkat bantuan Rory, keadaan kami tahun lalu menjadi lebih lumayan. Kurasa ia sekarang merasa capek, setelah perjalanannya itu."
"Perjalanan?" tanya Jupiter dengan segera. "Rory habis bepergian?"
"Ya, ke Santa Barbara," jawab Mrs. Gunn. "Ia ke sana tiga hari yang lalu, untuk menjual alpukat hasil panen kebun kami. Baru kemarin malam ia kembali."
Air muka Jupiter berubah sedikit.
"Siapakah Rory itu sebenarnya, Ma'am?" tanyanya. "Ia baru setahun di sini?"
"Ia kerabat almarhum suamiku, dan Skotlandia. la kemari sebenarnya untuk menjenguk saja, tapi kemudian tinggal di sini untuk membantu kami. Ia sangat menjaga harga diri. Selain itu juga keras kepala. Ia tidak mau dibayar, karena merasa masih keluarga."
Jupiter berdiri, lalu mengangguk sebagai isyarat pada Bob dan Pete.
"Kami harus pulang sekarang, karena sudah malam," katanya minta diri pada Mrs. Cunn.
"Kuantar kalian," kata Profeson Shay.
Sepeda-sepeda ketiga remaja itu sudah ada di station wagon Profesor Shay. Tidak lama kemudian kendaraan itu sudah meluncur lewat jalan samping yang diaspal, lalu membelok masuk ke jalan raya, menuju Rocky Beach.
"Profesor Shay," kata Jupiter dengan tiba-tiba, "ada satu hal yang membingungkan saya. Menurut perkiraan Anda, bagaimana Java Jim bisa tahu begitu banyak tentang keluarga Gunn serta surat itu?"
"Aku tidak tahu pasti," jawab Profesor Shay. "Tapi tentu saja desas-desus tentang adanya harta karun itu bukan rahasia lagi bagi orang-orang sini. Tapi Java Jim itu nampaknya bukan orang sini. Mungkin ia keturunan salah seorang yang juga berhasil menyelamatkan diri dan bencana yang menimpa Argyll Queen! Bahkan mungkin keturunan nakodanya!"
"Wah!" kata Bob. "Itu rasanya bisa merupakan penjelasannya, Jupe."
"Ya, mungkin," kata Jupiter lambat-lambat.
Profesor Shay menurunkan anak-anak di perusahaan, setengah jam sebelum saat makan malam. Mereka masuk ke kantor lewat Lorong Dua.
"Aku tadi sempat berpikir-pikir, Jupe," kata Pete. "Apakah tidak mungkin Angus Tua menggali tambang di Phantom Lake? Tambang yang dirahasiakan olehnya?"
"Kemungkinan itu memang bisa saja, Dua!" kata Jupiter. "Tapi jika demikian kita memerlukan petunjuk kongkret untuk bisa menemukannya. Dan apa hubungannya legenda hantu siluman di Skotlandia dengan suatu tambang? Atau cermin?"
"Menurut Mrs. Gunn, hantu itu menurut cerita berjaga di danau yang di Skotlandia itu, untuk mengintai kalau ada perampok bangsa Viking datang," kata Bob. "Mungkin itu yang dimaksudkan oleh Angus Tua! Hantu itu menatap ke arah danau - jadi harta itu ada di dalam telaga itu!"
"Itu juga mungkin saja, Bob," kata Jupiter. "Tapi kita tetap masih memerlukan salah satu petunjuk tentang Iokasinya."
Ia diam sesaat, lalu menyambung,
"Kalian tadi mendengar apa yang diceritakan Mrs. Gunn tentang Rory?"
"Ya, tentu saja," kata Pete. "la rajin sekali membantu!"
"Dan cepat marah," kata Bob menimpali. "Kalau itu, kita sendiri juga sudah tahu!"
"Dan," kata Jupiter, "ia pergi dan Phantom Lake, dan baru kemarin malam kembali! Itu berarti bahwa ia bisa saja berada di Rocky Beach kemarin saat Java Jim menyerang kita, begitu pula di museum, serta di San Francisco sehari sebelum itu!"
"Maksudmu, ada kemungkinan ia bekerja sama dengan Java Jim, untuk mencuri harta karun itu," kata Bob. "Ia sudah pasti tahu segala-galanya tentang surat serta Phantom Lake, dan barangkali juga tentang barang-barang yang dijual Mrs. Gunn!"
"Ya, betul," kata Jupiter serius. "Pete - malam ini juga kau harus berhasil mengetahui pulau maria yang dimaksudkan dengan Pulau Sipres itu. Besok pagi kita berkumpul, di perahu Profesor Shay!"

*

Selesai makan malam, Jupiter membantu paman dan bibinya menghias pohon Natal. Pukul sepuluh, telepon berdering.
Ternyata Pete yang menelepon.
"Pulau Sipres yang kita cari rupanya Pulau Cabrillo, Jupe," katanya. "Tahun 1872, pemiliknya keluarga Cabrillo. Pulau itu penuh dengan pohon sipres. Letaknya cuma satu mil di depan garis pantai, dan sekitar dua mil dari pelabuhan Rocky Beach."
"Bagus, Dua!" kata Jupiter.
Kemudian ia naik ke alas, ke kamarnya. Sebelum menyalakan lampu, ia menghampiri jendela sebelah depan, untuk melihat lampu-lampu hiasan Natal di Rocky Beach. Rumah-rumah yang terletak di seberang perusahaan, banyak yang dihiasi penerangan semarak.
Ketika hendak berbalik untuk menyalakan lampu kamar, tiba-tiba perhatiannya tertarik oleh sinar samar yang menyala sebentar. Jupiter menatap ke arah itu. Ia melihat pancaran sinar yang hanya sebentar, disusul pancaran berikut. Jupiter merasa heran, karena tahu bahwa tidak ada rumah di arah sinar yang nampak. Sementara pancaran yang hanya sebentar-sebentar masih terus terjadi, tiba-tiba disadarinya dari mana sinar itu datang.
Dari perusahaan barang bekas - dari markas Trio Detektif!
Sinar sebentar yang nampak hanya sebentar-sebentar itu berasal dari dalam karavan - lewat tingkap di atapnya!
Jupiter bergegas turun, lalu menyeberang jalan ke perusahaan. Gerbang depan tempat itu terkunci. Jupiter berpaling, lalu lari ke pojok tempat bengkelnya. Di situ ada pintu masuk rahasia ke pekarangan perusahaan - berupa dua lembar papan yang lepas pada bagian pagar yang dicat hijau.
ltulah yang disebut Gerbang Hijau Satu. Jupiter menyusup lewat jalan rahasia itu, masuk ke bengkelnya. Sementara itu ia sudah tidak melihat sinar samar tadi. Ia tidak melihat siapa pun juga di Lorong Dua. Ia menyelinap di sela tumpukan barang bekas, untuk memeriksa Tiga Enteng.
Pintu kayu usang dan jalan masuk rahasia itu nampak dibuka dengan paksa. Dan di belakangnya, pintu karavan menganga sedikit!
Jupiter melihat buku harian Angus Gunn terletak di atas meja di dalam karavan. Buku itu terbuka pada halaman yang memuat catatan paling akhir. Seketika itu juga disadarinya, dari mana sinar samar yang sebentar-sebentar tadi berasal. Ada orang masuk ke markas, dan memotret halaman-halaman buku harian itu!
Jupiter menutup kembali pintu Tiga Enteng, lalu pulang dengan langkah gontai. Sekarang ada orang lain yang juga mengetahui haluan terakhir
yang ditempuh Angus Gunn!

Bab 10 HANTU SILUMAN

KEESOKAN paginya Pelabuhan Rocky Beach diselubungi kabut saat Jupiter bersepeda dengan kedua rekannya ke dermaga perahu layar. Cluny sudah menunggu dengan sepedanya, di dekat perahu Profesor Shay. Remaja berambut merah itu menggigil kedinginan. Tapi ia masih bisa nyengir, ketika melihat Trio Detektif muncul.
"Aku sibuk berpikir sepanjang malam, Teman-teman, " katanya, "dan aku sampai pada kesimpulan bahwa muatan yang diangkut dengan perahu Angus Tua itu harta karun yang dicari! Aku yakin, kita akan berhasil menemukannya hari ini."
"Perasaanku juga begitu, Cluny," kata Jupiter. "Mestinya -"
Saat itu Profesor Shay datang dengan mobil station wagon-nya. Profesor bertubuh kecil dan berwajah kemerah-merahan itu bergegas keluar dan mobil, lalu lari menghampiri anak-anak.
"Maaf, aku agak terlambat - tapi tadi ada kericuhan di Lembaga Sejarah. Ada orang berusaha mencuri arsip Argyll Queen. Seorang laki-laki berjanggut hitam."
"Java Jim!" seru Pete dan Bob serempak.
Profesor Shay mengangguk
"Ya, kurasa memang dia," katanya.
"Tapi untuk apa?" tanya Cluny dengan heran. "Riwayat kapal itu kan sudah diketahui setiap orang."
"Tapi mungkin ada sesuatu yang terlepas dari perhatian," kata Jupiter. kemudian diceritakannya tentang orang yang malam sebelumnya secara diam-diam memotret catatan harian Angus Gunn.
"Kalau begitu Java Jim kini sudah mengetahui isi buku harian yang kedua itu!" seru Profesor Shay. "Dan mungkin ia mendului kita, dan kini sudah berada di pulau itu!"
Ia menatap ke arah laut, berusaha menembus kabut yang menghalangi pandangan. "Tapi bisakah kita berlayar di tengah kabut setebal ini?"
Pete mengangguk.
"Kurasa bisa," katanya. "Kita masih bisa melihat sampai jarak satu mil ke depan! Lepas dari jarak itu, barulah kabut menebal. Keadaan begini terjadi boleh dibilang saban pagi. Dan perahu layar Anda besar, serta kokoh."
"Kalau begitu lekas-lekas saja kita berangkat, Anak-anak!" kata Profesor Shay.
Mereka bergegas naik ke perahu Iayar yang lebar dan panjangnya sekitar delapan meter itu. Profesor Shay menghidupkan mesin bantu. Tidak lama kemudian, setelah keluar dari perairan pelabuhan, Pete mengambil alih kemudi dan mengarahkan haluan ke utara. Profesor Shay menemani anak-anak yang lain, di dalam kabin. Mereka menggigil. Baju hangat yang tebal ternyata tidak cukup melindungi mereka dan kedinginan udara pagi bulan Desember.
"Pulau yang kita datangi ini mulanya tidak bernama. Baru tahun 1890 diberi nama Pulau Cabrillo, menurut nama pemiliknya," kata Pete menjelaskan. "Pulau itu sangat kecil, dan sekarang tidak di diami lagi. Di situ ada teluk kecil yang aman, menghadap ke arah darat."
Saat itu boleh dibilang tidak ada angin bertiup. Karenanya perahu terus berjalan dengan tenaga mesin bantu. Hanya Pete saja yang ada di luar, memegang kemudi. Selebihnya tetap berada di dalam kabin, sampai terdengar Pete mengatakan,
"Itu dia!"
Pulau kecil berbentuk bukit itu nampak samar di balik kabut, sekitar satu mil di depan. Ketika jarak sudah lebih dekat, barulah kelihatan bahwa pulau itu ditumbuhi pohon-pohon sipres. Mereka yang ada di perahu juga melihat sebuah cerobong asap yang tinggi. menjulang di balik salah satu dan kedua bukit yang ada di situ. Pulau itu gersang dan berbatu-batu. Kelihatannya menyeramkan, terselubung kabut yang di belakangnya, ke arah laut lepas, nampak memutih bagaikan dinding padat.
Pete mengarahkan haluan perahu, memasuki teluk kecil yang terlindung di bagian pulau yang menghadap ke daratan, lalu menyandarkannya ke dermaga tua dan kayu yang sudah lapuk. Semua bergegas turun dan perahu, lalu berdiri di pantai sambil memandang tempat gersang dan berbatubatu itu. Di sana-sini tumbuh pohon sipres. Pohon-pohon itu semua sudah tua, tapi kerdil dan tidak banyak daunnya. Embusan angin menyebabkan batang pohon-pohon itu meliuk. Aneh-aneh bentuknya.
"Aduh," keluh Bob dengan tiba-tiba. "Jika Angus Tua benar-benar menguburkan harta itu di sini bagaimana kita bisa menemukannya - setelah seratus tahun? Tempatnya bisa di mana saja!"
"Tidak, Bob - soal itu sempat kupikirkan baik-baik tadi malam," kata Jupiter. "Aku yakin, Angus Tua pasti tidak menguburkan harta itu. Ia kan tahu, nakoda Argyll Queen mengejarnya ke mana-mana - dan tanah yang baru digali pasti akan dengan segera ketahuan. Kecuali itu, Ia juga berniat agar Laura bisa menemukan harta itu. Sedang sesuatu yang dikuburkan di dalam tanah, setelah beberapa bulan saja takkan nampak lagi jejak-jejaknya. - Tidak," sambungnya, "kurasa harta itu disembunyikan Angus Gunn di salah satu tempat, tapi ditandai dengan jelas, supaya bisa dikenali oleh Laura. Suatu tanda yang tahan lama
- karena ia tidak bisa memastikan berapa lama waktu yang diperlukan Laura untuk menemukannya!"
Kemudian Cluny mendapat akal.
"Barangkali Angus membangun sesuatu di sini, untuk Laura," katanya. "Mungkin ia membeli sebidang tanah di pulau ini, sebagai hadiah untuk Laura?"
"Ya, kenungkinan itu juga sudah kupikirkan," kata Jupiter. "Kita harus mencari sesuatu yang dibuat dari kayu, atau sesuatu yang ada pertaliannya dengan puak Gunn."
"Dalam surat itu dikatakan untuk menelusuri haluannya, dan baca apa yang terbentuk oleh hari-harinya," kata Bob. "Itu pasti arah yang harus diambil. kemudian tertulis juga tentang hantu siluman, serta cermin. Mungkin itu tanda-tanda yang harus diperhatikan!"
"Tepat!" kata Jupiter. "Tapi di dalam buku harian juga tertulis, bahwa Angus mengajukan saran pada tuan tanah di pulau ini. Mungkin ia meminta izin menyembunyikan sesuatu di sini! Jadi pertama-tama, kita periksa dulu rumah yang cerobongnya nampak di atas itu. Mungkin di sana ada catatan yang berguna bagi kita."
Mereka mendaki punggung di antara kedua bukit kecil itu. Akhirnya sampai di suatu lekukan yang terlindung, di dekat puncak. Cerobong asap yang mereka lihat, ternyata tegak di lekukan itu. Tapi selain itu tidak ada apa-apa lagi! Hanya cerobong asap dengan perapian yang kekar dan batu - di tengah-tengah dataran gersang berbatu-batu.
"Rumahnya sudah tidak ada lagi," keluh Pete. "Lenyaplah impian kita, akan bisa menemukan cermin atau catatan di sini, Jupe."
"Eh - itu, Iihatlah!" seru Bob sambil menunjuk. Mereka melihat tanah segar di sekeliling lempengan batu besar dan datar, di tengah-tengah dasar perapian. Rupanya belum lama berselang lempeng batu itu pernah dicongkel, lalu dikembalikan ke tempat semula.
"Ada orang lain mendului kita," seru Profesor Shay. "Dan kalau melihat keadaan tanah yang masih segar, pasti belum lama berselang!"
Semua celingukan dengan perasaan tak enak, memandang bukit-bukit gundul serta pohon-pohon sipres kerdil. Tapi hanya kabut saja yang nampak bergerak-gerak di sekeliling mereka.
"Coba kita periksa sebentar, apa yang ada di bawah lempeng batu itu," kata Bob.
Dibantu Pete, digesernya batu berat itu. Di bawahnya ternyata ada sebuah lubang menganga. Lubang itu kosong.
"Tidak ada apa-apa," kata Pete. "Kurasa dan semula memang tidak ada apa-apa di situ. Atau kalau pernah ada, pasti sudah lama diambil. Tanah di dasar lubang nampak kering dan longgar, tanpa kelihatan pernah ada sesuatu di atasnya."
"Tapi ada orang menyangka di situ ada sesuatu,’ kata Jupiter. "Perhatikan saja - tanah yang semula menutupi dasar perapian itu dikorek-korek, sampai ditemukan lempeng batu ini."
"Di teluk tadi tidak ada perahu lain," kata Pete. "Tapi di balik ujung yang agak menjorok di belakangnya, ada pantai pasir."
"Kita memencar, untuk mencari orang itu," kata Profesor Shay. "Tapi hati-hati. Aku bergerak di tengah. Jika salah satu dan kalian nanti melihat orang, berteriaklah - lalu lari ke arahku."
"Sambil mencari, perhatikan pula kalau-kalau ada sesuatu yang mungkin merupakan tanda," kata Jupiter menambahkan. "Mungkin gua, atau tumpukan batu, atau sesuatu yang digoreskan pada batu."
Anak-anak yang lain mengangguk, tanda mengerti. Semua agak gugup. Dengan arah menghadap ke utara, mereka kemudian memencar. Mereka bergerak membentuk ganis lurus, menuju ke kedua sisi pulau kecil itu. Tidak lama kemudian mereka sudah tidak bisa saling melihat lagi, karena memasuki kabut yang semakin menebal.
Cluny bergerak pada posisi paling kiri. Ia mendaki bagian yang paling terjal dari bukit sebelah barat. Laut dan bagian yang kabutnya lebih tebal terletak di kirinya. Ia merasa gugup. Perhatiannya terpusat pada usaha mencari orang tak dikenal itu, sambil memasang telinga untuk menangkap bunyi yang mencurigakan. Karenanya ia tidak memperhatikan ke mana ia melangkah. Ia terpeleset, lalu jatuh benguling-guling ke bawah, diiringi batu-batu lepas yang ikut berjatuhan. Ia mendengus, lalu bergegas bangkit. Saat itulah ia melihatnya!
Di balik kabut yang mengambang, nampak samar sosok seperti hantu di tempat yang agak tinggi. Sosok itu hitam dan meliuk, berpunggung melengkung, serta muka lancip dengan hidung bengkok. Dan mata besar yang hanya satu! Mata itu membelalak, memandang ke arahnya!
"Tolong!" teriak Cluny ketakutan. "Ada hantu!"
Ia melihat hantu itu bergerak seolah-olah mendatanginya, dengan lengan-lengan panjang dan bengkok-bengkok, yang seperti hendak mencengkeram dirinya!