Trio Detektif - Misteri Tengkorak Bersuara(2)


Bab 9 CHIEF REYNOLDS MEMBERI PERINGATAN
"RAPAT ,dibuka," kata Jupiter. Bob Andrews dan Pete Crenshaw sudah
duduk di kursi masing-masing.
Jupiter mengetukkan pensil yang
dipegangnya ke daun meja yang dihadapi, dalam ruang kantor Markas
Besar yang sempit.
"Sekarang Trio Detektif akan membahas proyek-proyek baru," katanya.
"Siapa yang punya usul?"
Karena baik Bob maupun Pete diam saja, ia menambahkan, "Hari ini kita
bebas tugas. Apa yang akan kita lakukan untuk mengisi waktu yang luang
ini?"
Saat itu sudah dua hari berlalu sejak kunjungan Chief Reynolds ke
tempat mereka. Dua hari yang tenang, selama saat mana ketiga remaja
itu sibuk bekerja, membetulkan berbagai barang bekas yang ada di
perusahaan paman dan bibi Jupiter. Selama itu tidak ada orang yang
datang meminta bantuan pada mereka, untuk mengusut salah satu
misteri. Bagi Bob dan Pete, itu malah ditanggapi dengan perasaan lega.
Enak juga rasanya, sekali-sekali tenang. Mereka terutama merasa
senang karena masalah tengkorak yang bisa berbicara serta peti yang
misterius sudah bukan merupakan urusan mereka lagi. 
"Aku punya usul! Bagaimana jika hari ini kita menyelam di laut," kata
Pete. "Cuaca saat ini enak untuk itu. Lagi pula, kita sudah agak lama
tidak menyelam lagi. Nanti karatan!"
"Aku mendukung usul itu," sambung Bob. "Hawa hari ini panas. Di air
pasti nyaman rasanya."
Saat itu pesawat telepon berdering. Ketiga remaja itu menoleh ke arah
pesawat itu dengan sikap kaget. Pesawat itu, yang sewa bulanannya
dibayar dengan hasil kerja mereka di perusahaan Paman Titus,
terdaftar atas nama Jupiter Jones. Hanya beberapa orang saja
mengetahui bahwa itu pesawat telepon Trio Detektif. Dan kalau
berdering - hal mana jarang terjadi - pasti ada urusan penting! Jupiter
meraihnya, ketika terdengar deringannya sekali lagi.
"Halo," katanya, "di sini Jupiter Jones, di kantor Trio Detektif."
"Halo, Jupiter." Itu suara Chief Reynolds! Ketiga remaja itu
mendengarnya dengan jelas, lewat alat pengeras suara yang dipasang
Jupiter pada telepon. "Aku tadi menelepon ke rumahmu, lalu bibimu
menyarankan agar aku mencoba nomor ini."
"Ada apa, Chief?" tanya Jupiter bersemangat.
"Waktu itu aku kan mengatakan akan menugaskan pengusutan," kata
kepala polisi itu. "Itu, tentang surat yang kaupotret, serta tentang
Spike Neely dan The Great Gulliver. Nah, sekarang aku sudah
memperoleh beberapa jawaban. Aku tidak begitu pasti tentang
maknanya, tapi aku kepingin bicara lagi denganmu. Bisakah kau datang ke
kantorku?"
"Tentu saja, Sir!' jawab Jupiter bersemangat. "Sekarang, Chief
Reynolds?"
"Kapan saja kau bisa," jawab kepala polisi itu. "Pagi ini aku tidak sibuk"
"Dua puluh menit lagi kami akan sudah ada di sana," kata Jupiter
mengakhiri pembicaraan itu.
"Nah," katanya kemudian kepada kedua rekannya, "dengan begitu urusan
apa yang akan kita lakukan pagi ini sudah terjawab. Chief Reynolds
mempunyai informasi baru." 
Pete mengeluh. "Segala-galanya yang kita ketahui sudah kita sampaikan
padanya. Tepatnya, kau yang menyampaikannya. Kalau bagiku, segala
urusan yang menyangkut peti serta tengkorak itu sudah selesai. Tamat.
Lepas dari tangan kita. Bukan urusan kita lagi."
"Yah - tentu saja, jika kalian tidak ingin ikut, kurasa aku sendiri pun bisa
menanganinya," kata Jupiter.
Bob tertawa meringis, sementara air muka Pete menampakkan perasaan
yang bermacam-macam. Ia tidak suka dikesampingkan dari urusan apa
saja, walau ia sendiri mengatakan tidak mau tahu.
"Ya deh, kami ikut," katanya. "Trio Detektif harus selalu bersikap setia
kawan. Barangkali saja urusan ini tidak terlalu banyak makan waktu,
sehingga setelah itu kita masih sempat menyelam di laut."
"Kalau begitu rapat sekarang ditutup," kata Jupiter. "Yuk, kita
berangkat!"
Setelah memberi tahu Paman Titus bahwa mereka akan pergi agak lama,
ketiga remaja itu kemudian naik sepeda ke kota. Perusahaan jual-beli
barang bekas milik paman dan bibi Jupiter terletak di pinggir kota kecil
itu, yang jaraknya tidak jauh dari pusat kota tempat Markas Besar
Kepolisian Rocky Beach. Setelah menaruh sepeda, ketiga remaja itu
masuk Mereka disambut polisi yang bertugas di balik meja besar.
"Langsung saja masuk," kata petugas itu, "Chief sudah menunggu di
dalam."
Jupiter beserta kedua rekannya melalui suatu gang yang pendek
Sesampainya di depan pintu yang di daun pintunya ada tulisan Kepala
Polisi, mereka mengetuknya lalu masuk ke dalam. Chief Reynolds duduk
di belakang meja kerjanya, mengepul-ngepulkan asap cerutu sambil
merenung. Anak-anak yang masuk dipersilakannya duduk dengan
lambaian tangan.
"Nah," katanya kemudian, "aku sudah berhasil memperoleh jawaban yang
menarik sehubungan dengan pertanyaanku tentang orang yang bernama
Spike Neely itu. Seperti sudah kalian ketahui, ia pernah satu sel dengan
Gulliver di penjara. Ternyata dia itu perampok bank"
"Perampok bank?!" seru Jupiter. 
"Ya, betul!" kata Chief Reynolds sambil mengangguk. "Ia dipenjarakan
itu karena merampok bank di San Francisco, enam tahun berselang.
Waktu itu ia berhasil melarikan diri dengan sekitar lima puluh ribu
dolar, yang terdiri dari uang besar semuanya. Akhirnya ia tertangkap
juga, kira-kira sebulan sesudah kejadian itu. Di Chicago. Soalnya, salah
seorang kasir bank yang dirampok sempat memperhatikan ketika Spike
menyuruhnya menyerahkan uang, bahwa orang itu agak cedal. Sukar
menyebutkan huruf L. Nah - petunjuk itulah yang menyebabkan ia
tertangkap, yaitu ketika ia ditanyai seorang polisi di Chicago. Tapi - dan
kelihatannya inilah yang penting - uang hasil perampokannya tidak
ditemukan kembali. Disembunyikan dengan baik sekali oleh Spike Neely!
Bukan itu saja - ia bahkan tetap tidak mau mengaku bahwa ia yang
merampok. Rupanya ia berniat menunggu sampai sudah keluar dari
penjara, lalu lari dengan uang itu. Sekarang baiklah kita maju langkah
demi langkah. Enam tahun yang lewat Spike tertangkap di Chicago,
sekitar satu bulan setelah peristiwa perampokan. Uang hasil
perampokan itu mungkin disembunyikan olehnya di Chicago. Tapi bisa
juga di daerah Los Angeles sini. Soalnya, polisi berhasil mengorek
keterangan bahwa sebelum lari ke Chicago, selama seminggu Spike
menyembunyikan diri di rumah saudara perempuannya, di Los Angeles.
Nama saudara perempuan
itu Mrs. Miller. Mrs. Mary Miller. Waktu itu
ia sudah diperiksa, tapi keterangannya tidak bisa banyak membantu
pengusutan polisi. Mrs. Miller itu orang baik-baik. Sebelum polisi
mendatanginya, ia bahkan sama sekali tidak menduga bahwa Spike
sebenarnya perampok bank. Polisi kemudian menggeledah rumah Mrs.
Miller dengan cermat, karena menduga bahwa ada kemungkinan Spike
menyembunyikan uang itu di situ sebelum lari ke Chicago. Tapi mereka
tidak menemukan apa-apa di situ. Sedang uang itu pasti ada padanya,
karena ia datang ke situ pada hari yang sama, setelah melakukan
perampokan di San Francisco. Jadi menurut dugaan polisi, uang itu
disembunyikan Spike di Chicago." 
"Dalam surat yang ditulisnya pada Gulliver setahun yang lalu, ia
menyebut nama seorang sepupunya di Chicago, yaitu Danny Street," sela
Jupiter. "Barangkali uang itu dititipkannya di sana!"
"Itu sudah diduga pula oleh pihak yang berwenang di penjara waktu itu,
Jupiter. Seperti tentu bisa kauduga, mereka membaca dulu surat yang
dialamatkan pada Gulliver itu, sebelum mengirimkannya. Mereka
langsung mengirim kawat ke Chicago, dengan pesan agar dilakukan
pengusutan terhadap seseorang yang bernama Danny Street di sana.
Tapi pihak kepolisian di Chicago tidak berhasil menemukan seseorang
bernama Street, yang mempunyai hubungan dengan Spike Neely. Jadi
pihak penjara akhirnya memutuskan bahwa surat itu tidak ada artinya,
sehingga kemudian diposkan. Mereka sebelumnya juga sudah menelitinya
untuk mencari-cari kalau ada pesan rahasia. Tapi mereka tidak
menemukan apa-apa."
"Saya pun tidak berhasil," kata Jupiter mengaku. Ia mencubiti bibir,
untuk melancarkan putaran otaknya. "Walau begitu saya menarik
kesimpulan bahwa ada kawanan penjahat yang setelah mendengar
tentang surat itu, lantas merasa bahwa di dalamnya pasti ada
keterangan tentang tempat uang itu disembunyikan. Mereka pun mulai
membayang-bayangi The Great Gulliver. Itu menyebabkan Gulliver
ketakutan, lalu menghilang."
"Menghilang, atau dibunuh," kata Chief Reynolds dengan wajah serius.
"Kurasa sudah pasti bahwa Gulliver sendiri tidak menemukan uang itu.
Tapi ada orang yang memaksanya mengatakan di mana tempatnya, lalu
marah ketika Gulliver tidak mau mengatakan - karena memang tidak
tahu. Atau mungkin juga ia hanya ketakutan, lalu lari menyembunyikan
diri dengan meninggalkan peti kostumnya. "
"Rupanya ia menduga bahwa Spike Neely pasti hendak menyampaikan
suatu pesan padanya," kata Jupiter dengan kening berkerut, tanda
bahwa ia sedang sibuk berpikir. "Kalau bukan begitu, untuk apa surat itu
disembunyikan olehnya? Sekarang kita anggap saja ia menghilang.
Kemudian para penjahat yang masih mencari-carinya di sekitar sini,
membaca berita dalam koran tentang kejadian saya membeli peti 
Gulliver di pelelangan. Para penjahat itu menarik kesimpulan, barangkali
saja di dalam peti itu ada salah satu petunjuk tentang uang hasil
rampokan itu. Mulanya mereka berusaha mencurinya malam-malam. Tapi
gagal, karena peti itu disembunyikan Paman Titus. Sesudah itu mereka
mencoba membuntuti saya ke mana-mana. Mereka sedang mengamatamati
tempat kami sambil mencari-cari akal untuk merampas peti itu,
ketika mereka melihat kami menjualnya pada Maximilian the Mystic.
Mereka lantas membuntuti Mr. Maximilian, lalu merampas peti itu
setelah membuat ahli sulap itu mengalami kecelakaan."
"Rupanya mereka ingin sekali memperoleh peti itu!" kata Pete. "Untung
saja kita cepat-cepat melepaskannya!"
"Kalian seharusnya membawanya padaku," kata Chief Reynolds dengan
nada agak mengecam.
"Kami juga sudah menyarankannya, Sir, pada Mr. Maximilian," kata
Jupiter. "Tapi ia tidak mau. Ia ingin memiliki peti itu. Dan tentu saja
saat itu kami sama sekali tidak menduga bahwa ada orang yang sampai
hati mengakibatkan dia cedera, dengan tujuan merampas barang itu dari
tangannya. Lagi pula, kami tidak berhasil menemukan petunjuk apa pun
di dalamnya."
"Yah - apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur," kata Chief Reynolds.
"Tapi pembicaraan kita ini menuju pada satu pokok yang penting sekali
artinya. Kurasa kita sekarang sudah sependapat, bahwa para penjahat
itu menganggap di dalam peti itu ada petunjuk tentang uang yang lenyap.
Betul begitu?"
Ketiga remaja itu mengangguk.
"Nah - sekarang peti itu sudah ada di tangan mereka," kata Chief
Reynolds menyambung. "Mereka sudah memeriksanya dengan teliti, tapi
tidak menemukan petunjuk apa-apa di dalamnya. Sekarang apa pikiran
mereka, menurut kalian?"
Jupiter yang paling dulu mencapai kesimpulan. Ia terkesiap, tanpa
mengatakan apa-apa. Kemudian, ketika melihat bahwa Pete tidak
menangkap maksud kepala polisi itu, Bob mengatakan, "Mereka menduga
kita berhasil menemukan petunjuk itu dan mengambilnya dari dalam 
peti, sebelum peti itu kita jual pada Mr. Maximilian! Mereka
beranggapan bahwa kita - bahwa kita memiliki petunjuk tentang di mana
uang yang banyak itu!"
"Nanti dulu!" seru Pete dengan gugup. "Tapi itu kan tidak benar! Kita
tidak tahu apa-apa!"
"Aku tahu," kata Chief Reynolds. "Dan kalian juga tahu bahwa
kenyataannya begitu. Tapi para penjahat itu menyangka bahwa petunjuk
itu ada pada kalian! Yah - ada saja kemungkinan mereka muncul lagi dan
berusaha memaksa kalian untuk menyerahkannya pada mereka."
Anak-anak termenung. Perasaan mereka kecut membayangkan
kemungkinan itu.
"Maksud Anda, ada kemungkinan keselamatan kami masih tetap
terancam, Chief?" tanya Jupiter setelah beberapa waktu.
"Kurasa begitulah kenyataannya." Kepala polisi Rocky Beach itu
berbicara dengan nada suram. "Karenanya kalian kuminta agar tetap
waspada. Jika melihat orang yang nampaknya mencurigakan di sekitar
tempat kalian, cepat-cepat hubungi aku. Atau kalau ada yang
menghubungi kalian, tentang peti itu. Langsung laporkan padaku. Maukah
kalian melakukannya?"
"Ya, tentu saja!" kata Bob berjanji.
"Ada satu kesulitan dalam hubungan ini," kata Jupiter dengan kening
berkerut. "Banyak orang datang ke penimbunan barang bekas kami,
karena ingin mencari-cari sesuatu yang mereka perlukan di situ. Sulit
rasanya untuk menentukan mana yang mencurigakan, dan mana yang
tidak. Tapi jika kami melihat seseorang yang memang mencurigakan
gerak-geriknya, Anda akan segera kami beri tahu."
"Jangan sampai tidak!" kata Chief Reynolds.
Ketiga remaja anggota Trio Detektif meninggalkan Markas Besar
Kepolisian Rocky Beach, lalu bersepeda kembali ke tempat Jupiter.
Dalam perjalanan mereka membisu. Masing-masing sibuk dengan
pikirannya sendiri-sendiri.


Bab 10 JUPITER MELAKUKAN PENGUSUTAN 
"MAKIN lama makin tidak kusukai segala urusan ini!" tukas Pete. "Aku
tidak mau ada kawanan penjahat mengira kita mempunyai petunjuk,
padahal itu tidak benar. Entah apa saja tindakan mereka nanti. Orangorang
begitu kan tidak bisa diajak berpikir waras."
"Padahal semula kita mengira sudah bebas dari segala kesulitan dengan
tindakan kita melepaskan peti itu," kata Bob menambahkan. "Kau punya
akal, Jupe?"
Ketiga remaja itu menyendiri di bagian bengkel tempat penimbunan
barang-barang bekas itu. Tak seorang pun dari mereka yang berwajah
cerah. Bahkan Jupiter pun, yang biasanya berwajah cerah, sekali itu
kelihatan serius sekali.
"Kurasa orang-orang itu - siapa pun mereka - takkan mau berhenti
mencari sebelum uang itu berhasil ditemukan," katanya. "Cara terbaik
menanggulangi masalah kita ialah dengan menemukan uang itu,
menyerahkannya pada polisi, lalu kita usahakan agar diberitakan secara
besar-besaran dalam surat kabar. Dengan begitu para penjahat pasti
tidak merongrong kita lagi."
"Hebat! Benar-benar hebat!" tukas Pete. "Kita cuma tinggal menemukan
uang yang sudah sejak bertahun-tahun lenyap tanpa bekas. Uang yang
tidak bisa ditemukan oleh polisi serta para detektif Departemen
Keuangan. Itu seal gampang. Gampang sekali! Yuk, kita melakukannya
sebelum saat makan malam, supaya lekas-lekas beres."
"Pete benar," kata Bob. "Maksudku, berapa besar sih kemungkinan kita
menemukan uang yang lenyap, kalau kita sama sekali tidak mempunyai
petunjuk mengenainya?"
"Memang takkan gampang," kata Jupiter mengakui, "tapi kurasa kita
harus mencoba. Kita takkan mungkin bisa tenang selama uang itu belum
ditemukan. Kita ini penyelidik. Ini benar-benar merupakan tantangan
bagi kita."
Terdengar suara Pete mengeluh.
"Bagaimana cara kita memulainya, Jupe?" tanya Bob.
"Pertama-tama kita anggap saja uang itu disembunyikan di sekitar sini,
di daerah lingkungan kota Los Angeles," kata Jupiter lambat-lambat. 
"Jika ternyata tempatnya di Chicago, sudah jelas kita takkan mungkin
bisa menemukannya."
Dari air muka Pete nampak jelas pendapatnya, bahwa mereka sama
sekali tidak mungkin bisa menemukan uang itu.
"Selanjutnya," sambung Jupiter, "kita harus mengumpulkan informasi
selengkap mungkin tentang gerak-gerik Spike Neely selama ia
menyembunyikan diri di rumah saudara perempuannya. Itu berarti kita
harus mencari Mrs. Miller itu, lalu memintanya agar menceritakan
segala-galanya yang ia ketahui."
"Tapi menurut Chief Reynolds, polisi waktu itu sudah menanyainya," kata
Bob menyanggah. "Jika mereka tidak berhasil memperoleh keterangan
yang berarti, mana mungkin kita bisa?"
"Entahlah, pokoknya kita harus mencobanya," kata Jupiter. "Aku tahu
kemungkinannya sangat kecil, tapi kalau tidak ada jalan lagi, kita harus
mencoba kemungkinan itu. Siapa tahu, barangkali saja kita nanti
mengajukan pertanyaan yang lupa diajukan polisi."
"Ah - kenapa sih kau waktu itu membaca berita tentang pelelangan
dalam koran," kata Pete menggerutu. Kemudian ia menyambung, "Yah,
baiklah! Kapan kita mulai?"
Jupiter hendak menjawab, tapi terpotong suara bibinya yang dengan
lantang memanggil-manggil mereka. "Anak-anak! Makan! Ayo cepat,
mumpung masih panas!"
Saat itu juga Pete bangkit dari duduknya.
"Baru itulah kata-kata yang menyenangkan bagiku hari ini!" katanya.
"Yuk, kita makan! Setelah itu boleh kita pertimbangkan gagasanmu tadi,
Jupe!"
Beberapa menit kemudian ketiga remaja itu sudah duduk di ruang dapur
Bibi Mathilda. Mrs. Jones mondar-mandir, sibuk menumpukkan
hidangan
susis dengan bunds di piring mereka. Kemudian Perman Titus
masuk dan ikut makan.
"Nah, Jupiter," katanya, "mau apa lagi kau sekarang? Rupanya mendapat
teman baru ya-kaum kelana!" 
"Kaum kelana? Maksud Paman, orang gypsy?" tanya Jupiter dengan nada
kaget. Bob dan Pete tidak jadi menyuapkan makanannya.
"Tadi pagi ada dua dari mereka yang datang kemari," kata Paman Titus
menjelaskan. "Sewaktu kalian sedang ke kota. Mereka tidak mengatakan
bahwa mereka gypsy. Mereka juga tidak berpakaian dengan gaya gypsy.
Tapi aku tahu mereka itu gypsy. Ketika aku masih ikut sirkus, aku
banyak bergaul dengan mereka."
Semasa mudanya, Mr. Jones memang pernah bekerja di suatu sirkus
kecil, sebagai penjual karcis dan pemain instrumen musik uap yang waktu
itu dipunyai setiap sirkus.
"Mereka mencari aku?" tanya Jupiter.
"Kurasa ya," kata pamannya sambil terkekeh pelan. "Mereka mengatakan
ada pesan dari seorang teman untuk si Gendut. Aku tahu, kau tidak
gendut, Jupiter - cuma gempal dan berotot. Entah kenapa orang selalu
menyebutmu gendut."
"Lalu bagaimana bunyi pesan itu?" tanya Jupiter, tanpa mengacuhkan
kegelian pamannya.
"Bunyinya seperti teka-teki,', jawab Mr. Jones. "Sebentar - mereka
tadi mengatakan begini, 'Katak dalam kolam berisi ikan lapar harus
meloncat sekuat tenaga agar bisa keluar.' Ada artinya kata-kata itu
bagimu?"
Jupiter agak terkesiap, sementara Bob dan Pete merasa leher mereka
seperti tercekik.
"Aku tidak begitu yakin," kata Jupiter. "Mungkin itu peribahasa kuno
kaum kelana. Paman yakin mereka itu gypsy?"
"Yakin sekali," jawab pamannya. "Aku sudah hafal penampilan mereka.
Kecuali itu ketika mereka pergi lagi, kudengar mereka bercakap-cakap
dalam bahasa Romawi - bahasa asli mereka. Tidak semuanya kumengerti,
tapi aku menangkap kata-kata yang kedengarannya seperti, 'bahaya',
lalu 'awasi dengan cermat. Kuharap saja kau tidak terlibat dalam salah
satu urusan yang berbahaya, Jupiter."
"Kaum kelana!" dengus Bibi Mathilda sambil menggabungkan diri, ikut
duduk di meja makan. "Setelah tengkorak jelek itu kausingkirkan, 
Jupiter, jangan pula kau sekarang terlibat dalam urusan dengan
mereka!"
"Tidak, Bibi," jawab Jupiter. "Setidak-tidaknya, saya tidak merasa
terlibat."
"Ah, mereka tadi nampaknya ramah," kata Paman Titus sambil
mengambit beberapa potong susis lagi. Anak-anak meneruskan makan
tanpa mengatakan apa-apa lagi. Setelah itu mereka kembali ke Markas
Besar.
"Pesan dari kaum kelana," kata Pete dengan nada suram. "'Katak dalam
kolam berisi ikan lapar harus meloncat sekuat tenaga agar bisa keluar’.
Apakah artinya seperti yang kuduga?"
Jupiter mengangguk. "Kukhawatirkan bahwa aku harus mengiakan
pertanyaanmu itu," katanya. "Itu merupakan peringatan tersembunyi
pada kita, bahwa kita harus berusaha keras untuk menyelesaikan kasus
ini. Aku ingin tahu apa hubungan kaum kelana dengan urusan ini. Mulamula
aku berbicara dengan Zelda. Setelah itu ia menghilang, bersama
kaumnya. Lalu tadi dua orang gypsy muncul di sini untuk menyampaikan
pesan bagiku, dari seorang teman. Kurasa yang dimaksudkan dengan
'teman' itu pasti Zelda. Tapi aku akan merasa lebih enak jika ia tidak
bersikap begitu misterius."
"Aku juga," kata Pete sambil mengeluh.
"Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanya Bob. "
Kita berbicara dengan saudara perempuan Spike Neely," kata Jupiter.
"Kita tahu, wanita itu tinggal di Los Angeles. Mungkin ada alamatnya di
dalam buku telepon."
Jupiter membuka buku telepon yang disodorkan Pete padanya. Ternyata
di situ tercatat alamat beberapa orang yang bernama Mary Miller.
Jupiter memutar nomor Mary Miller yang tertera paling atas. Dengan
suara diberat-beratkan sehingga mirip suara orang dewasa, ia
mengatakan ingin berbicara dengan Spike Neely. Tiga wanita yang paling
dulu dihubungi mengatakan bahwa mereka tidak mengenal nama itu. Tapi
yang keempat mengatakan bahwa Spike Neely tidak bisa dihubungi lagi 
karena sudah meninggal dunia. Jupiter mengucapkan terima kasih,lalu
memutuskan hubungan.
"Kita sudah berhasil menemukan Mrs. Miller yang kita cari," katanya
pada Pete dan Bob. "Ia tinggal di Hollywood, di daerah kota lama.
Sebaiknya sekarang juga kita mendatanginya. Aku ingin tahu, apakah
kita bisa memperoleh keterangan yang berguna dari dia."
"Menurutku, kemungkinannya sangat kecil," kata Pete menggumam.
"Keterangan apa sih yang bisa disampaikannya pada kita, yang belum
diceritakannya pada polisi waktu itu?"
"Aku juga tidak tahu," kata Jupiter, "tapi katak dalam kolam berisi ikan
lapar harus meloncat sekuat tenaga agar bisa keluar."
"Ya, kau benar," kata Bob. "Tapi bagaimana cara kita ke sana? Naik
sepeda, terlalu jauh!"
"Kita bisa saja menelepon perusahaan Rent-'n-Ride Auto Agency untuk
meminjam Rolls-Royce," kata Jupiter.
Jupiter pernah memenangkan hak menggunakan sebuah mobil Rolls-
Royce antik untuk waktu tertentu, sebagai hadiah suatu sayembara yang
dimenangkan olehnya. Kemudian, berkat kemurahan hati seorang remaja
yang ditolong Trio Detektif, hak untuk sekali-sekali menggunakan mobil
mewah itu diperpanjang. Tapi ketika Jupiter menelepon perusahaan
yang memiliki kendaraan itu, ternyata mobil itu sedang dipakai seorang
pelanggan ke luar kota.
"Yah, kalau begitu kita tanyakan saja pada Paman Titus, apakah kita bisa
meminta tolong pada Konrad untuk mengantar kita ke sana dengan truk
kecil," katanya pada Bob dan Pete. "Kurasa akan diizinkan, karena di sini
sedang tidak sibuk."
Tapi ternyata truk kecil itu sedang dipakai. Konrad baru beberapa jam
lagi bisa dimintai tolong. Jadi anak-anak lantas memutuskan untuk
mengisi waktu dengan mengecat sejumlah perabot bekas. Mereka
bekerja di suatu tempat, dari mana mereka bisa mengamat-amati setiap
orang yang memasuki pekarangan, untuk berjaga-jaga kalau ada yang
gerak-geriknya mencurigakan. Tapi orang-orang yang datang, tidak satu
pun yang nampaknya menaruh perhatian pada mereka bertiga. Akhirnya
Konrad kembali dengan truk kecil yang penuh dengan muatan. Setelah
segala barang bekas itu diturunkan, anak-anak bergegas naik ke kabin
truk. Bob terpaksa duduk di pangkuan Pete. Segera kendaraan
pengangkut itu berangkat lagi, kini menuju Hollywood.
Tempat tinggal Mrs. Miller ternyata berupa sebuah rumah yang bagus,
dengan sebatang pohon palem serta dua batang pisang di pekarangan.
Seorang wanita setengah umur berpenampilan ramah membukakan pintu.
"Ada perlu apa?" kata wanita itu. "Kalian mencari langganan baru untuk
majalah, ya? Maaf, aku tidak berminat"
"Bukan untuk itu kami datang," kata Jupiter. "Ini, kartu nama kami."
Disodorkannya kartu nama Trio Detektif pada wanita itu. Mrs. Miller
membacanya dengan sikap tidak mengerti.
"Kalian ini penyelidik?" tanyanya. "Rasanya tidak masuk akal."
"Yah - katakanlah, penyelidik remaja," kata Jupiter menjelaskan. "Ini
ada kartu lain, yang diberikan pihak kepolisian sebagai tanda pengenal
kami."
Diperlihatkannya kartu yang diberikan Chief Reynolds, ketika mereka
sedang menangani suatu misteri beberapa waktu sebelumnya. Pada kartu
itu tertera, "
Pemegang kartu ini Wakil Asisten Junior yang bekerja
sama dengan Kepolisian Rocky Beach. Harap padanya diberikan bantuan
yang diperlukan. Samuel Reynolds Kepala Polisi"
"Cukup meyakinkan," kata Mrs. Miller. "Tapi untuk apa kalian mendatangi
aku?"
"Kami mengharapkan bantuan Anda," kata Jupiter berterus terang.
"Ada kesulitan kecil yang saat ini sedang kami hadapi, dan sehubungan
dengannya kami memerlukan beberapa informasi. Urusannya menyangkut
saudara Anda, Spike Neely. Ceritanya panjang, tapi saya bisa
menjelaskannya jika kami boleh masuk."
Mrs. Miller nampak agak sangsi. Tapi kemudian dipentangkannya pintu.
"Baiklah," kata wanita itu, "kalian kelihatannya anak baik-baik. Aku
sebenarnya tidak mau lagi mendengar apa-apa tentang Spike - tapi kita
lihat saja, apakah aku bisa menolong kalian." 
Beberapa saat kemudian mereka sudah duduk di ruang tamu rumah itu.
Dengan bersungguh-sungguh Jupiter berusaha menjelaskan rentetan
peristiwa yang terjadi, sejak saat ia membeli peti antik di pelelangan.
Tapi soal Socrates sama sekali tidak disinggungnya. Menurut
perasaannya, orang lain akan sulit sekali mengerti kalau ia bercerita
tentang tengkorak yang bisa berbicara itu.
"Jadi rupanya ada orang yang beranggapan bahwa ada petunjuk di dalam
peti milik Gulliver, tentang di mana uang yang hilang itu disembunyikan,"
kata Jupiter mengakhiri penuturannya."
"Dan karena peti itu selama beberapa waktu ada pada kami, mungkin
orang-orang itu menduga bahwa kami menemukan petunjuk itu dan kini
tahu di mana uang itu berada. Mereka mungkin - yah, mereka mungkin
akan mencoba memaksa kami untuk mengatakannya pada mereka.
Padahal kami tidak bisa. Nah - itulah kesulitan yang kami hadapi."
"Aku mengerti," kata Mrs. Miller. "Tapi aku tidak bisa membayangkan,
bagaimana aku bisa membantu kalian. Aku sama sekali tidak tahu apaapa
tentang uang itu, seperti yang sudah kukatakan pada polisi waktu
mereka memeriksaku. Aku bahkan sedikit pun tak menduga saudaraku
penjahat, sampai polisi datang kemari mencarinya."
"Jika Anda mau menceritakan apa saja yang Anda katakan pada polisi
waktu itu," kata Jupiter menyarankan, "mungkin kami nanti akan
menemukan salah satu petunjuk."
"Yah, kucoba saja kalau begitu. Kejadiannya sudah lama sekali, sudah
enam tahun yang lalu - tapi aku masih ingat betul! Aku jarang bertemu
dengan Frank - itu nama Spike yang sebenarnya - sejak ia meninggalkan
rumah. Waktu itu ia baru berumur delapan belas tahun. Hanya sekalisekali
saja ia menjenguk kami - maksudku, aku dan suamiku - dan
menginap beberapa hari di rumah kami. Tapi ia tidak pernah bercerita
tentang pekerjaannya. Sekarang aku sadar, mungkin saat-saat ia
berkunjung itu ia sebenarnya bersembunyi setelah melakukan
perampokan. Tapi waktu itu aku menyangka bahwa ia memang suka
mengembara, tidak bisa lama-lama tinggal di satu tempat terus. Ketika
kutanyakan tentang pekerjaannya, ia mengatakan bahwa ia agen 
penjualan salah satu perusahaan. Tapi setiap kali ia mampir selama
beberapa hari di tempat kami, ia suka membantu-bantu suamiku.
Suamiku
waktu itu mempunyai usaha sendiri, di bidang perbaikan
rumah. Suamiku tukang yang bisa diandalkan kerjanya. Apa saja bisa
dikerjakannya dengan baik. Mengecat rumah, memasang pelapis dinding,
mengganti lantai, atau membetulkan kamar mandi. Apa saja! la biasanya
bekerja seorang diri. Penghasilannya cukup besar. Seperti kukatakan
tadi, saat-saat Spike menginap di rumah kami, ia biasa membantu-bantu
suamiku bekerja. Tapi kali terakhir ia datang, ia nampaknya enggan
meninggalkan rumah. Sikapnya sangat gelisah. Cacatnya semakin
kentara. Itulah yang mengakibatkan ia akhirnya tertangkap - karena
sulit menyebutkan huruf L. Nah, pokoknya kini aku tahu bahwa waktu itu
ia menyembunyikan diri, setelah melakukan perampokan bank di San
Francisco. Hampir seminggu lamanya Spike mengurung diri di dalam
rumah. Waktu itu aku juga masih bekerja. Selama itu ia menyibukkan
diri, bekerja di dalam rumah. Mengecat dan mengganti kertas pelapis
dinding ruangan tingkat bawah. Maklumlah - suamiku waktu itu sibuk,
sampai rumah sendiri tidak sempat dirawat, karena terlalu sibuk
bekerja membetulkan rumah orang lain. Kemudian suamiku jatuh sakit
Saat itu ia sedang melakukan tugas besar, mengganti penataan ruang
sebuah restoran. Pekerjaan itu tidak bisa diteruskannya, lalu ia meminta
Spike agar menyelesaikan untuknya. Spike tidak bisa menolak
permintaan tolong itu. Tapi aku ingat betul, setiap kali ke luar rumah ia
selalu memakai pakaian seragam yang longgar serta kaca mata hitam.
Spike memerlukan waktu beberapa hari untuk menyelesaikan pekerjaan
itu. Sementara itu penyakit suamiku semakin parah. Ia menghembuskan
napas penghabisan, saat kami hendak membawanya ke rumah sakit."
Mrs. Miller terisak sebentar, sambil mengusap matanya dengan sapu
tangan.
"Aku menyangka setelah itu Spike tentu mau tinggal bersamaku untuk
membantu-bantu. Tapi sangkaanku meleset. Ia langsung pergi, bahkan
sebelum suamiku dimakamkan. Katanya ia harus cepat-cepat pergi.
Waktu itu aku heran. Tapi kemudian barulah aku mengerti sebabnya." 
"0, ya?" kata Jupiter menyela. "Anda tahu sebabnya?"
"Ya! Soalnya karena iklan kematian suamiku yang dipasang di surat
kabar," kata wanita setengah baya itu. "Kalian tentu juga mengetahui,
dalam iklan begitu selalu tertera nama anggota-anggota keluarga orang
yang meninggal. Nah - dalam pengumuman kematian suamiku tertera
namaku sebagai istrinya, serta iparnya Frank Neely, dengan alamat sama
seperti aku. Kurasa Frank takut ada orang tertentu yang membaca iklan
itu. Karenanya ia lekas-lekas pergi dari rumah. Kabar berikut mengenai
dirinya kudengar ketika polisi datang untuk menanyai aku, setelah Frank
tertangkap di Chicago. Tapi aku tidak bisa memberikan keterangan apaapa.
Seperti sudah kukatakan, aku sama sekali tidak tahu bahwa Frank
sebenarnya perampok bank."
"Ketika saudara Anda itu pergi, tidakkah ia mengatakan bahwa ia akan
kembali atau akan menjumpai Anda lagi?" tanya Jupiter.
"Aku tidak ingat.." Mrs. Miller tertegun, lalu cepat-cepat menyambung,
"Ah, sekarang aku ingat lagi, karena kautanyakan. Sebelum pergi, Frank
mengatakan begini. 'Kau tidak berniat menjual rumah ini, kan? Kau kan
akan tetap tinggal di sini, sehingga aku tahu di mana harus mencarimu?'"
"Lalu apa jawaban Anda, Mrs. Miller?"
"Kukatakan, aku tidak berniat menjual rumahku. Aku akan tetap berada
di tempat yang sama, setiap kali ia datang menjenguk."
"Kalau begitu kurasa aku tahu di mana uang itu disembunyikannya!" seru
Jupiter bersemangat. "Kata Anda tadi, ia biasa seorang diri saja di sini,
sementara Anda dan suami Anda pergi bekerja. Kalau begitu ada satu
tempat yang paling masuk akal, di mana ia menyembunyikan uang itu. Di
sini! Di rumah ini!"


Bab 11 KIRIMAN YANG MENGEJUTKAN
BOB dan Pete memandang Jupiter dengan mulut ternganga lebar.
"Tapi menurut Chief Reynolds, polisi kan sudah menggeledah rumah ini
tanpa menemukan apa-apa," kata Bob mengingatkan.
"Rupanya Spike Neely pintar sekali," kata Jupiter memberi alasan.
"Uang itu disembunyikan di tempat yang begitu bagus, sehingga tidak 
mungkin ditemukan kalau rumah ini digeledah dengan cara biasa. Lima
puluh ribu dolar dalam lembaran uang besar - itu bukan berkas yang
menyolok. Ia bisa saja menyembunyikannya di loteng, di bawah atap,
atau di tempat lain seperti itu. Ia bermaksud untuk kemari lagi, Mrs.
Miller - untuk mengambil uang itu bila dinilainya suasana sudah cukup
aman. Malang baginya, ia tertangkap dan akhirnya meninggal dalam
penjara."
"Ia memang sempat bertanya apakah Mrs. Miller akan tetap tinggal di
sini!" kata Bob bersemangat. "Itu menandakan bahwa ia memang
bermaksud datang lagi kemari!"
"Dan ia mempunyai waktu beberapa hari untuk mencari tempat
penyembunyian yang takkan bisa diketahui orang lain," sela Pete yang
mulai ikut bersemangat. "Tempat itu pasti sangat tersembunyi, sampai
polisi tidak berhasil menemukannya. Tapi kalau kau pasti bisa, Jupe!"
"Bolehkah kami melihat-lihat di sini sebentar, Mrs. Miller?" tanya
Jupiter.
Dipandangnya wanita setengah baya itu dengan penuh harapan. "Hanya
untuk melihat apakah ada tempat tertentu yang kelihatannya mungkin?"
Tapi Mrs. Miller menggeleng. "Penalaranmu tadi kedengarannya memang
masuk akal," katanya, "tapi uang itu takkan mungkin bisa kautemukan di
rumah ini."
Ia menggeleng sekali lagi.
"Soalnya, bukan di sini aku tinggal waktu itu. Empat tahun yang lalu aku
pindah rumah. Aku tak menyangka bahwa itu akan terjadi, tapi rumahku
yang dulu ditawar orang dengan harga yang menggiurkan. Karenanya
lantas kujual, dan aku pindah ke rumah ini."
Jupiter yang paling dulu pulih dari kekecewaannya.
"Kalau begitu mungkin masih ada di rumah Anda yang lama itu," katanya.
"Ya, itu bisa saja," kata Mrs. Miller. "Frank memang sangat pintar. Bisa
saja ia berhasil mengelabui polisi, walaupun mereka sudah melakukan
pencarian dengan sangat cermat. Aku dulu tinggal di Danville Street,
nomor 532. Kalau ingin mencari, kalian harus datang ke sana."   
"Terima kasih," kata Jupiter sambil berdiri. "Anda sudah banyak
membantu kami, Mrs. Miller. Kami
sekarang harus dengan segera
melanjutkan pengusutan, berdasarkan informasi baru ini."
Mereka meminta diri lalu cepat-cepat keluar. Dengan segera mereka
sudah kembali ke dalam truk, duduk di samping Konrad yang selama itu
tetap menunggu di tepi jalan.
"Sekarang kami harus ke Danville Street, Konrad," kata Jupiter. "Ke
rumah nomor 532. Kau tahu di mana jalan itu?"
Pemuda Jerman berambut pirang itu mengeluarkan peta kota Los
Angeles dan daerah sekitarnya. Setelah mencari-cari sebentar di peta
lusuh itu, mereka menemukan yang dicari. Danville Street ternyata
merupakan jalan yang tidak panjang. Tapi letaknya agak jauh dari
tempat mereka berada saat itu. Konrad nampak agak sangsi.
"Kurasa lebih baik kita pulang saja sekarang, Jupe," katanya. "Pamanmu
tadi berpesan, kita jangan terlalu lama pergi."
"Kita lewat saja di situ," desak Jupiter. "Hanya untuk mengetahui
tempatnya. Bagaimana, kita memang tidak bisa dengan begitu saja
masuk lalu menggeledah rumah orang seenak hati kita. Kita harus
melaporkan kesimpulan kita tadi pada Chief Reynolds."
Pete dan Bob tahu bahwa Jupiter sebenarnya ingin mencari sendiri uang
itu, dan kalau sudah ditemukan kemudian menyerahkannya dengan
bangga pada pihak yang berwenang. Tapi mereka semua sadar bahwa itu
tidak mungkin.
Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya Konrad mau membawa mereka melewati
Danville Street dalam perjalanan pulang ke Rocky Beach. Semangat
anak-anak sudah mulai pulih lagi, walaupun Pete masih tetap agak sangsi.
"Bagaimanapun juga, Jupe," katanya, "kita tidak bisa memastikan bahwa
Spike Neely benar-benar menyembunyikan uang hasil perampokan itu di
rumah kakaknya."
Jupiter menggeleng.
"Itu satu-satunya tempat yang logis, Pete," katanya. "Kalau aku jadi
Spike Neely, aku juga akan menyembunyikannya di situ." 
Setelah beberapa kali membelok, akhirnya truk memasuki Danville
Street.
"Ini blok rumah-rumah bernomor delapan ratusan," kata Jupiter sambil
memperhatikan nomor-nomor rumah. "Belok ke kiri, Konrad! Blok
perumahan dengan nomor lima ratusan mestinya ada di sebelah sana."
Konrad membelokkan truk ke kiri. Ketiga remaja yang duduk di
sampingnya memandang rumah-rumah yang dilewati dengan seksama,
sambil memperhatikan nomor-nomornya.
"Sekarang kita di blok delapan ratusan," kata Bob. "Tiga blok lagi."
Mereka melewati deretan rumah-rumah kecil terawat rapi yang terletak
di pekarangan yang terurus. Ketiga remaja itu memandang dengan
kepala terjulur ke depan.
"Mestinya di blok berikut," kata Bob bergairah. "Kurasa letaknya di
tengah-tengah. Rumah-rumah yang bernomor genap terletak di sebelah
kanan."
"Nanti di tengah blok berikut berhenti sebentar, ya," pinta Jupiter
pada Konrad.
"Baiklah," kata pemuda itu. Truk dihentikan ketika sudah tiba di
pertengahan blok.
"Inikah tempatnya, Jupe?" Jupiter tidak menjawab, karena sedang
memandang sambil melongo. Ia menatap sebuah bangunan rumah susun
di sebelah kanan jalan. Bangunan itu besar, mengisi hampir seluruh blok.
Di situ sama sekali tidak ada rumah yang berdiri sendiri.
"Nomor 532 sudah tidak ada lagi," kata Bob dengan suram. "Yang ada
sekarang cuma bangunan itu, dan nomornya 510."
"Kita rupanya kehilangan rumah," kata Pete mencoba berkelakar. "Coba
blok yang berikut, Konrad," kata Jupiter. "Mungkin nomor 532 ada di
situ."
Tapi rumah-rumah di blok berikut semua bernomor empat ratusan.
Danville Street nomor 532 sama sekali tidak ada. Konrad menghentikan
truk, lalu memandang anak-anak dengan sikap bertanya.
"Mungkinkah Mrs. Miller tadi berbohong pada kita?" tanya Bob. "Bahwa
ia sebenarnya tidak pernah tinggal di rumah nomor 532 di jalan ini? 
Jangan-jangan saat ini ia sudah sibuk membongkar rumahnya, mencaricari
uang yang lima puluh ribu dolar itu! Mungkin ia tadi mengatakan
begitu, supaya kita lekas pergi."
"Tidak, kurasa Mrs. Miller tadi memberikan keterangan yang
sebenarnya," kata Jupiter. "Ada sesuatu yang terjadi dengan rumah
nomor 532. Kalian berdua tunggu saja di sini, sementara aku mencari
keterangan sebentar."
Jupiter turun dari truk, lalu pergi. Beberapa menit kemudian ia sudah
kembali, dengan napas agak terengah-engah.
"Yah," katanya sambil masuk ke mobil, "setidak-tidaknya aku berhasil
memperoleh keterangan sedikit mengenainya. Aku tadi mendatangi
pengurus bangunan ini. Ia sudah dari semula tinggal di rumah susun ini,
sejak saat selesai dibangun. Katanya bangunan ini dibangun hampir
empat tahun yang lalu. Enam rumah yang dulu ada di blok sini
dipindahkan."
"Dipindahkan?" seru Pete. "Ke mana?"
"Ke Maple Street. Letaknya tiga blok dari sini, dan sejajar dengan jalan
ini. Rumah-rumah yang dipindahkan itu masih bagus keadaannya. Lagi
pula tidak begitu besar. Jadi daripada digusur, diambil keputusan untuk
memindahkan semuanya ke bidang tanah kosong yang terdapat di Maple
Street, dan di sana diletakkan di atas pondasi baru. Rumah Mrs. Miller
masih ada - cuma letaknya saja yang berubah."
"Astaga!" seru Bob. "Rumah pindah! Bagaimana kita sekarang bisa
menemukannya lagi? Nomornya pasti bukan 532 lagi, diganti dengan
nomor baru."
"Yah," kata Jupiter, "kita bisa menelepon Mrs. Miller dan memintanya
agar melukiskan bentuk rumahnya yang dulu itu. Setelah tahu, kita ke
Maple Street dan mencarinya di sana."
"Tapi hari ini tidak bisa lagi," kata Bob. "Sekarang sudah terlalu sore."
"He, Jupe - kita harus segera pulang," potong Konrad. "Sekarang saja
kita sudah terlambat." "Baiklah, kalau begitu besok saja," kata Jupiter.
"Kita pulang, Konrad." 
Konrad menghidupkan mesin kendaraannya, lalu menjalankannya
meninggalkan tempat itu. Ia maupun ketiga remaja yang duduk di
sampingnya sama sekali tidak melihat mobil hitam besar berisi tiga
lelaki berwajah keras yang pada saat yang sama mulai bergerak satu
blok di belakang mereka, lalu membuntuti. Paman Titus sudah hendak
menutup toko ketika Konrad membelokkan truk memasuki pekarangan.
Paman Titus agak mengomel karena mereka pergi terlalu lama. Kemudian
ia berpaling pada Jupiter.
"Tadi ada bungkusan untukmu, Jupiter," katanya. "Kau memesan
sesuatu, .ya?"
"Bungkusan?" Jupiter tercengang. "Tidak, saya tidak memesan apa-apa.
Barang apa itu. Paman?"
"Aku tidak tahu, Nak. Barangnya berupa kotak besar yang terbungkus
rapi. Tidak kubuka tadi, karena
dialamatkan padamu. Itu dia, di samping
pintu kantor."
Anak-anak bergegas ke situ. Barang kiriman itu berupa kotak kardus
besar yang terbungkus rapi dengan kertas perekat yang kokoh. Dari
etiketnya terlihat bahwa barang itu merupakan kiriman kilat dari Los.
Angeles. Tapi alamat pengirim tidak tertulis di situ.
"Wah - apa isinya, ya?" tanya Pete.
"Untuk mengetahuinya harus kita buka dulu," kata Jupiter yang masih
heran. "Yuk, kita buka di belakang."
Agak repot juga ia bersama Pete membawa kotak itu melewati tumpukan
barang-barang bekas, menuju bengkelnya yang letaknya agak terpencil.
Sesampainya di sana Jupiter mengambil pisau lipatnya dari kantungnya.
Dengan alat itu diirisnya kertas perekat yang membungkus kotak, lalu
dibukanya tutup kotak itu. Dengan perasaan kecut ketiga remaja itu
menatap benda yang ada di dalam.
"Aduh, kenapa itu, lagi," kata Pete sambil mengerang. Bahkan Jupiter
pun tidak segera bisa berbicara.
"Ada orang yang mengirim Socrates kembali pada kita," katanya dengan
suara serak. 
Saat itu terdengar suara yang tidak begitu jelas. "Cepat! Temukan -
petunjuk!"
Anak-anak melongo. Socrates berbicara pada mereka, dari dalam peti
antik yang terdapat di dalam kotak kardus besar.



Bab 12 BEBERAPA PETUNJUK
"NAH - bagaimana sekarang?" kata Pete lesu.
Saat itu hari Sabtu sore, sehari setelah Socrates muncul kembali.
Ketiga remaja itu berkumpul di pekarangan belakang untuk
merundingkan situasi yang dihadapi. Petang sebelumnya mereka sedikit
pun tidak merasa ingin mengusut teka-teki kembalinya peti yang berisi
Socrates. Kemunculannya secara tiba-tiba agak mengacaukan perasaan
mereka. Kotak besar itu mereka sembunyikan di belakang mesin cetak.
Semua sependapat untuk menunda dulu langkah selanjutnya selama
sehari.
Bob baru saja datang, setelah selesai bekerja di perpustakaan. Jupiter
yang diserahi tugas mengawasi perusahaan sementara paman dan
bibinya pergi sehari ke Los Angeles, memanfaatkan saat yang sedang
sepi untuk menggabungkan diri dengan kedua temannya yang ada di
belakang. Kini mereka menghadapi peti antik itu, sambil memikirkan
tindakan yang sebaiknya diambil.
"Aku tahu akal," kata Bob setelah beberapa saat. "Kita serahkan peti ini
pada Chief Reynolds sambil menceritakan semua yang kita ketahui Biar
dia saja yang meneruskan pengusutan."
"Itu ide yang bagus sekali!" kata Pete dengan mantap. "Nah - bagaimana
pendapatmu, Jupe?"
"Kurasa sebaiknya memang begitu," kata Jupiter lambat-lambat. "Cuma
tidak banyak sebetulnya yang kita ketahui. Kita menduga bahwa Spike
Neely menyembunyikan uang hasil perampokan itu di rumah saudara
perempuannya. Tapi kita tidak tahu pasti. Kesimpulan itu memang masuk
akal - tapi tetap baru merupakan kesimpulan saja."
"Bagiku itu sudah cukup," kata Bob. "Spike muncul di rumah saudaranya
pada hari yang sama, setelah ia melakukan perampokan di San Francisco. 
Jadi uang itu mestinya ada padanya. Ia takut tertangkap, jadi mungkin
uang itu disembunyikan olehnya sebelum ia pergi lagi. Ia beranggapan
bahwa saudara perempuannya akan terus tinggal di rumah itu, sehingga
kapan-kapan jika keadaan sudah aman baginya, ia akan kembali lagi
mengambil uang itu di situ."
"Di samping itu," sela Pete, "jika bukan di situ ia menyembunyikannya,
kita takkan bisa tahu di mana. Jadi cuma itu saja pegangan kita."
"Kemarin Socrates berbicara pada kita," kata Jupiter.
"Ya, memang." Pete bergidik. "Dan terus terang saja, sekarang pun aku
masih seram jika mengingatnya. "
"Memang mengagetkan," kata Bob sependapat.
"Tapi pokoknya, ia berbicara pada kita. Saat ini aku tidak mau tahu
bagaimana hal itu mungkin," kata Jupiter. "Ia menyuruh kita cepatcepat
menemukan petunjuk. Jadi rupanya di dalam peti ini ada petunjuk
yang belum kita ketahui."
"Jika memang benar ada, Chief Reynolds bisa menyuruh petugas di
laboratorium kepolisian untuk menyelidikinya dengan teliti," kata Pete
berkeras. "Tapi itu sebenarnya sama sekali tidak perlu. Jika ia bisa
menemukan rumah Mrs. Miller yang lama di Maple Street, ia bisa saja
mengurus surat perintah untuk menggeledah tempat itu - dan mungkin
kemudian menemukan uang yang dicari-cari."
"Itu memang betul," kata Jupiter. "Yah, baiklah kalau begitu! Tapi kita
masih harus menelepon Mrs. Miller dulu, memintanya agar mengatakan
bagaimana wujud rumahnya yang dulu itu, supaya kita bisa
meneruskannya pada Chief Reynolds."
"Kalau begitu sekarang saja kita lakukan!" kata Pete.
"Nanti dulu," kata Jupe. Ia pergi ke depan. Setelah melihat bahwa
pembeli yang tidak banyak jumlahnya saat itu bisa dilayani oleh Hans
dan Konrad, ia kemudian menyusul Bob dan Pete, masuk ke Markas Besar
lewat Lorong Dua. Jupiter mencari nomor telepon Mrs. Miller di buku
telepon, lalu menghubunginya. 
"Kau menanyakan bentuk rumahku yang lama?" kata Mrs. Miller dengan
heran. "Astaga! Pergi saja ke Danville. Datangi rumah nomor 532, lalu
lihat sendiri."
Terdengar sentakan napas kaget, ketika Jupiter mengatakan bahwa
rumah itu sudah dipindahkan, dan di tempatnya kemudian dibangun
gedung besar.
"Rumah susun!" kata wanita itu. "Pantas orang itu begitu bersemangat,
ingin membeli rumahku. Coba waktu itu aku tahu, mungkin aku bisa
memasang harga lebih tinggi. Yah - rumahku itu bagus, dengan dinding
luar berlapis sirap berwarna coklat. Tidak bertingkat, tapi bagian depan
ruang loteng ada jendelanya, berbentuk bulat. Selebihnya yang istimewa
tidak ada. Pokoknya rumah kecil yang bagus dan rapi."
"Terima kasih," kata Jupiter. "Polisi pasti bisa menemukan letaknya
yang sekarang."
Setelah meletakkan gagang telepon ke tempatnya, Jupiter menoleh ke
arah kedua rekannya.
"Semakin kupikir-pikir, semakin besar pula keyakinanku bahwa uang itu
disembunyikan di dalam rumah Mrs. Miller yang dulu," katanya, "tapi di
tempat yang sangat sulit diketahui. Dan kurasa petunjuk mengenainya
ada di dalam peti itu."
"Kalaupun itu betul, aku tidak mau lagi berurusan dengannya!" kata Pete
dengan tandas. "Lihat saja apa yang terjadi dengan Maximilian the
Mystic! Dan sekarang peti itu kembali lagi pada kita. Aku tidak mau
berurusan dengan barang itu. Terlalu besar bahayanya! Biar Chief
Reynolds saja yang mencari petunjuk itu."
"Kita memang sudah mengatakan mau membantu Chief Reynolds," kata
Jupiter. "Jadi kurasa memang yang sebaiknya kita lakukan sekarang
adalah menyerahkan peti itu padanya. Kita telepon saja dulu untuk
mengatakan bahwa kita datang."
Ia meraih pesawat telepon lagi, lalu memutar nomor Markas Besar
Kepolisian Rocky Beach. Terdengar suara tegas seseorang yang tidak
dikenal menjawab, "Kantor Chief Reynolds, dengan Letnan Carter."
"Di sini Jupiter Jones. Saya ingin bicara dengan Chief Reynolds." 
"Chief Reynolds tidak ada. Baru besok masuk lagi," jawab Letnan Carter
dengan nada tidak ramah. "Telepon saja lagi besok.',
"Tapi ini urusan penting," kata Jupiter. "Saya rasa saya menemukan
petunjuk bahwa -"
"Jangan banyak omong!" tukas Letnan Carter memotongnya. "Aku tidak
ada waktu - apalagi untuk mendengarkan ocehan anak sok pintar! Bisa
saja Chief Reynolds sekali-sekali membiarkan kalian mencampuri urusan
polisi. Tapi aku berpendapat bahwa anak-anak di bawah umur hanya
merepotkan saja kalau diperhatikan!"
"Tapi Chief Reynolds meminta kami -" kata Jupiter berusaha
menjelaskan.
"Bicarakan saja dengan dia, besok! Aku ada urusan penting sekarang!"
Pembicaraan itu langsung diputuskan. Jupiter meletakkan gagang
teleponnya, lalu memandang Bob dan Pete dengan sikap bingung.
"Dari caranya bicara tadi aku mendapat kesan bahwa
Letnan Carter
tidak suka pada kita," kata Pete.
"Pada siapa pun juga ia tidak suka," kata Bob menambahkan. "Apalagi
anak-anak!"
"Sikapnya itu biasa di kalangan orang dewasa," kata Jupiter sambil
mendesah. "Mereka beranggapan bahwa kita tidak mungkin punya ide
yang baik, hanya karena kita masih anak-anak. Padahal kenyataannya
kita sering menemukan pandangan segar dalam menghadapi masalah.
Tapi kita kelihatannya baru bisa besok menyerahkan peti itu pada Chief
Reynolds. Ah – besok juga belum bisa, karena besok kan Minggu! Kita
terpaksa menunggu sampai Senin. Jadi kuusulkan untuk memeriksa peti
itu sekali lagi, untuk mencari petunjuk yang disebutkan Socrates."
"Aku sudah muak melihatnya," kata Pete tegas. "Aku muak melihat
Socrates. Aku tidak mau mendengar dia berbicara padaku."
"Kurasa itu takkan terjadi lagi," kata Jupiter. "Kelihatannya ia tidak
pernah berbicara jika kita sedang. memandangnya. Waktu itu ia
berbicara padaku dalam kamar yang gelap. Lalu dari dalam peti. Tapi
tidak pernah saat sedang ditatap secara langsung. "
"Ia mengatakan, 'Huhh!' pada bibimu," kata Bob mengingatkan. 
"Ya, memang! Aku tidak bisa menjelaskan kejadian itu," kata Jupiter
mengakui. "Tapi bagaimana jika kita buka lagi peti itu, lalu
memeriksanya. Mungkin ada barang yang diambil dari dalamnya, sebelum
peti itu dikembalikan pada kita."
Mereka keluar lagi lewat Lorong Dua, lalu membuka peti. Keadaan di
dalamnya masih seperti semula. Socrates yang terbungkus dengan kain
beledu, terselip di sudut. Surat masih ada di balik kain pelapis peti yang
sobek sedikit. Jupiter mengeluarkan Socrates, membuka kain
pembungkusnya, lalu meletakkan tengkorak itu pada landasan gadingnya
di atas mesin cetak Setelah itu diambilnya surat Spike untuk Gulliver.
"Coba kita baca sekali lagi," katanya. Sekali lagi ketiga remaja itu
menyimak isi surat. Bunyinya masih tetap biasa saja - tidak ada yang
luar biasa. "
Rumah Sakit Peryara, 17 Juli Gulliver
yang baik hati,
Beberapa patah kata dari kawan lamamu Spike Neely, yang pernah
mendekam dalam satu sel denganmu. Aku saat ini dirawat di rumah
sakit, dan nampaknya umurku takkan panjang lagi. Aku mungkin masih
bisa bertahan lima hari atau tiga minggu, atau bahkan dua bulan para
dokter tidak bisa menentukan dengan pasti. Tapi pokoknya sudah
waktunya bagiku untuk mengucapkan selamat berpisah. Kapan-kapan jika
kau ke Chicago, datangilah, sepupuku Danny Street Sampaikan salamku
padanya. Aku sebenarnya masih ingin mengatakan lebih banyak, tapi
cuma ini saja yang bisa kutulis. Temanmu,
Spike"
"Jika di sini terselip petunjuk, satu hal sudah pasti - aku tidak mampu
menemukannya," kata Jupiter menggumam. "Aku ingin tahu - Eh! Nanti
dulu! Aku menemukan sesuatu! Lihatlah!" Jupiter menyodorkan surat
dan sampulnya pada Bob. "Kaulihat apa yang tidak kita perhatikan
selama ini!"
"Tidak kita perhatikan?" Bob memandang Jupiter dengan heran. "Aku
sama sekali tidak melihat sesuatu yang luar biasa, Jupe."
"Prangko di sampul surat itu!" kata Jupiter. "Kita tidak memeriksa di
bawah prangko-prangko itu"
Bob memperhatikan kedua prangko yang ditempelkan di sampul surat
itu. Prangko yang satu bernilai dua sen, sedang yang lainnya empat sen, 
berhiaskan gambar rantai. Ia meraba-raba permukaan prangko-prangko
itu. Dengan segera air mukanya berubah.
"Kau benar, Jupe'" serunya bersemangat. "Ada sesuatu di bawah salah
satu prangko ini. Prangko yang empat sen rasanya lebih tebal sedikit
daripada yang dua sen!"
Pete mengangguk, setelah ikut meraba-raba kedua prangko itu. Prangko
empat sen yang bergambar rantai terasa agak lebih tebal. Tapi hanya
sedikit saja - dilihat sepintas lalu takkan kelihatan bedanya.
"Yuk, kita masuk lagi," ajak Bob bersemangat "Kita lepaskan prangkoprangko
ini dengan uap, lalu kita periksa apa yang ada di bawahnya!"
Ketiga remaja itu bergegas masuk lagi ke Markas Besar lewat Lorong
Dua, lalu langsung mulai sibuk dalam laboratorium. Tiga menit kemudian
air yang dimasak dalam ketel kecil sudah mendidih. Jupiter
mendekatkan bagian sampul surat yang berprangko ke uap air yang
mengepul, sampai prangko-prangko terkelupas. Ia berseru kaget,
"Lihat'" serunya. "Di bawah prangko yang empat sen ada prangko lagi.
Prangko warna hijau, bernilai satu sen."
"Aneh." Bob memandang dengan kening berkerut. "Apa maksudnya,
Jupe?"
"Aku pun bisa menjawab pertanyaan. itu," kata Pete. "Sama sekali tidak
ada misteriusnya. Masa tidak ingat - tarif pos kan naik waktu itu,
sekitar saat surat ini diposkan! Rupanya Spike Neely mula-mula
menempelkan prangko satu sen, lalu setelah sadar bahwa itu mungkin
tidak cukup, ia lantas menempelkan prangko dua sen, sedang prangko
yang satu sen ditutupi dengan yang empat sen."
"Wah, betul juga," kata Bob. "Kurasa itulah jawabannya, Jupe."
"Belum tentu." Jupe menatap prangko satu sen yang berwarna hijau,
sambil berpikir-pikir. Kemudian dilepaskannya prangko itu dengan hatihati
dari sampul suratnya.
"Mungkin di bawahnya ada tulisan," katanya.
"Tidak, tidak ada," kata Bob ketika prangko itu sudah terlepas. "Di balik
kedua prangko lainnya juga tidak ada tulisan apa-apa. Apa katamu
sekarang, Jupe?" 
"Ini tidak mungkin tidak disengaja, karena terlalu aneh," kata Jupiter
dengan kening yang masih berkerut. "Pasti ada makna yang khusus."
"Kalau begitu apa?" tanya Pete. "Sebentar, aku masih berpikir," kata
Jupiter. "Spike tahu bahwa surat ini harus melewati sensor. arenanya
aku menarik kesimpulan bahwa prangko-prangko ini dipergunakannya
untuk menyampaikan pesan secara rahasia. Satu prangko ditutupinya
dengan prangko lain. Begitu rapi, sehingga tidak kelihatan. Ia
memperkirakan bahwa Gulliver pasti akan memeriksa seluruh suratnya
dengan teliti, dan dengan begitu akan melihat pesannya. Prangko satu
sen ini berwarna hijau, warna uang kertas dolar Amerika. Jadi mestinya
melambangkan uang lima puluh ribu dolar yang disembunyikan olehnya.
Maksud Spike -"
Ia berhenti berbicara, karena sibuk berpikir. Kesunyian saat itu
dipecahkan oleh seruan Bob.
"Aku tahu!" serunya. "Prangko kan terbuat dan kertas. Begitu pula uang
kertas. Spike menaruh sepotong kertas di bawah kertas lain. Dengannya
ia hendak mengatakan pada Gulliver bahwa uang itu disembunyikan di
salah satu tempat, di bawah sesuatu dari kertas. "Mrs. Miller waktu itu
bercerita bahwa saat Spike bersembunyi di rumahnya, ia sempat
mengganti pelapis dinding seluruh ruangan tingkat bawah. Pelapis
dinding kan juga terbuat dari kertas! Rupanya saat itulah ia
menyembunyikan uang yang lima puluh ribu dolar itu. Lembaranlembaran
itu dijejer-jejerkannya, lalu ditutupi kertas pelapis dinding
yang baru!"
"Wow!" seru Pete kagum. "Kau berhasil menemukan jawabannya, Bob.
Pasti itu petunjuk yang kita cari-cari selama ini. Betul kan, Jupe?"
Jupiter mengangguk "Ya," katanya. "Penarikan kesimpulan yang sangat
baik, Bob. Aku jadi ingat cerita yang pernah kubaca. Kisah misteri,
karangan seorang penulis bernama Robert Barr. Dalam kisah itu
diceritakan tentang seorang bangsawan, Lord Chizelrigg, yang
menyembunyikan emas dalam jumlah besar. Caranya dengan menempa
emas itu sampai pipih, lalu menempelkannya di balik kertas pelapis 
dinding. Prinsipnya sama. Cuma yang disembunyikan Spike Neely uang
kertas, yang lebih mudah ditempelkan."
"Tapi nanti dulu!" kata Bob cepat-cepat. "Kata Mrs. Miller, Spike juga
sempat ke luar rumah, untuk menyelesaikan pekerjaan Mr. Miller yang
terbengkalai ketika suami saudara perempuannya itu jatuh sakit.
Jangan-jangan uang itu disembunyikannya di tempatnya bekerja itu."
"Kurasa tidak," kata Jupiter sambil menggeleng. "Tempat yang paling
baik - eh! Eh, eh!"
"Eh, eh - apa?" kata Pete kaget. "Kenapa kau tahu-tahu seperti orang
kaget. Jupe?"
"Spike memberitahukannya pada kita! Atau tepatnya, pada Gulliver. Ini,
dalam surat ini. Lihat saja sendiri!"
Disodorkannya surat Spike pada Bob dan Pete.
"Coba baca tulisannya yang ini," kata Jupiter. "Ini! Aku mungkin masih
bisa bertahan lima hari, atau tiga minggu, atau. bahkan dua bulan - Nah,
perhatikan angka-angka waktu itu. Kalau digabungkan, jadinya kan 532.
Kalian lantas teringat pada apa?"
"Itu kan nomor rumah Mrs. Miller!" seru Bob. "Danville Street, nomor
532." "Tepat!" kata Jupiter. "Dan sekarang yang ini. Di sini ia menulis
pada Gulliver, 'Kapan-kapan jika kau ke Chicago, datangilah sepupuku
Danny Street. . .. .
"Danny bisa saja merupakan singkatan dari Danville!" seru Pete
bersemangat.
"Lagi-lagi tepat!" kata Jupiter. "Sedang sepupu dan Chicago ini hanya
untuk mengalihkan perhatian dari pesan yang sebenarnya, yaitu katakata
'Danny' dan 'Street'. Dengan kata-kata sandi yang dibuatnya
sejelas yang berani dilakukannya. Spike Neely memberitahukan pada
Gulliver bahwa uang itu disembunyikannya di Danville Street, rumah
nomor 532."
"Di balik kertas pelapis dinding!" sambung Bob. "Ia tidak berani menulis
lebih jelas - tapi siasatnya menempelkan prangko di bawah prangko,
benar-benar licin!" 
"Teka-teki sudah berhasil kita" uraikan," kata Pete gembira. Saat
berikut air mukanya berubah, "Tapi bagaimana cara kita menemukan
uang itu?"
"Jika ditempelkan di bawah kertas pelapis dinding rumah orang, kita
tidak bisa dengan seenaknya saja masuk ke situ lalu mengatakan, 'Maaf,
kami terpaksa merobek-robek pelapis dinding rumah Anda’," kata Bob.
"Memang," kata Jupiter. sependapat. "Itu pekerjaan polisi. Kita harus
melaporkan kesimpulan kita ini pada Chief Reynolds. Percuma kalau
disampaikan pada Letnan Carter - karena jelas-jelas ia mengatakan
tidak mau diganggu. Tapi apabila Chief Reynolds sudah kembali besok,
atau hari Senin -"
Kalimatnya terpotong karena kaget mendengar telepon yang berdering
dengan tiba-tiba.
"Ya, di sini Trio Detektif - dengan Jupiter Jones," katanya.
"Di sini George Grant." Nada suara orang yang menelepon itu berwibawa.
"George Grant?" tanya Jupiter sambil mengerutkan kening. Ia tidak
merasa pernah mendengar nama itu. "
Ya, betul! Chief Reynolds pasti
sudah memberi tahu bahwa aku akan menghubungi kalian."
"Wah, tidak," kata Jupiter dengan heran. "Ia sama sekali tidak
menyebut-nyebut nama Anda, Mr. Grant."
"Lupa rupanya," kata laki-laki yang menelepon. "Aku mendapat nomor
teleponmu dari dia. Aku agen khusus Badan Keamanan Bank. Perhatianku
sudah terarah padamu sejak aku membaca berita tentang dirimu dalam
surat kabar, sewaktu kau membeli peti kepunyaan The Great Gulliver.
Dan -"
"Ya?" sela Jupiter dengan perasaan agak gelisah, sebab orang itu
kedengarannya seperti agak ragu untuk meneruskan. "Tahukah kalian
bahwa kalian siang dan malam diintai terus oleh tiga penjahat terkejam
di California?"


Bab 13 KABAR YANG MENGGELISAHKAN
"MENGINTAI kami?" Suara Jupiter agak bergetar. Pete dan Bob
meneguk ludah berkali-kali. 
"Ya, mengintai dan membuntuti kalian. Mereka masing-masing bernama
Three-Finger Munger, Baby-Face Benson, dan Leo the Knife. Mereka
pernah satu penjara dengan Spike Neely, dan sekarang mereka
berharap bahwa kalian akan mengantar mereka ke tempat uang yang
disembunyikan Spike, sebelum ia tertangkap."
"Ta - tapi kami sama sekali tidak melihat orang yang mengamat-amati
kami, Mr. Grant."
"Tentu saja! Mereka kan penjahat berpengalaman. Mereka menyewa
rumah tidak jauh dari tempat kalian itu, dan mengamat-amatinya lewat
teropong. Ke mana saja kalian pergi, mereka selalu membuntuti. "
"Kalau begitu sebaiknya kami laporkan cepat-cepat pada polisi," kata
Jupiter cemas. Bob dan Pete yang ikut mendengarkan lewat alat
pengeras suara, mengangguk-angguk tanda setuju.
"Aku sudah memberi tahu Chief Reynolds tentang hal itu," kata orang
yang mengatakan bernama
George Grant. "Tapi ia mengatakan bahwa ia
tidak mungkin bisa menangkap mereka, karena mengamat-amati kalian
bukan merupakan tindakan yang melanggar hukum. Mereka tidak
berbuat apa-apa - atau tepatnya, belum berbuat apa-apa."
"Chief Reynolds memang sudah menyatakan kekhawatirannya, bahwa ada
penjahat yang menyangka kami tahu di mana uang itu disembunyikan,"
kata Jupiter dengan perasaan tidak enak. "Kurasa karena itulah mereka
mengamat-amati kami. Untuk melihat apakah kami akan mengambil uang
itu."
"Jangan coba-coba," kata Mr. Grant dengan nada memperingatkan.
"Entah apa tindakan yang diambil Three-Finger serta kedua kawannya
apabila kalian melakukan hal itu. Jika kalian punya petunjuk apa pun juga
mengenai uang itu, kunasihatkan agar kalian cepat-cepat saja
menyerahkannya pada polisi."
"Tapi kami tidak punya apa-apa," kata Jupiter. "Tepatnya, semula."
"Jadi sekarang punya?" tanya Mr. Grant. "Yah - begitulah," kata Jupiter
mengaku. "Kami baru saja menemukan petunjuk yang nampaknya
penting." 
"Bagus!" kata laki-laki yang menelepon. "Serahkan langsung pada Chief
Reynolds. Akan kutunggu kalian di sana, lalu kita mengadakan perem...
Ah, betul juga! Tidak bisa. Baru kuingat sekarang, Chief Reynolds
sedang ke luar kota."
"Betul," kata Jupiter. "Kami tadi sudah mencoba meneleponnya. Ia
diwakili oleh Letnan Carter. Tapi letnan itu, mendengar keterangan kami
saja pun sudah tidak mau."
"Dan jika kalian mendatanginya sekarang, ada kemungkinan ia kemudian
akan mengatakan bahwa ini semua berkat usahanya sendiri sehingga
kalian tidak bisa mendapat hadiah yang disediakan," kata Mr. Grant
dengan suara seperti sedang menimbang-nimbang.
"Ha - hadiah?" tanya Jupiter terbata.
Bob dan Pete berpandang-pandangan dengan mata bersinar-sinar.
"Ya! Badan Keamanan Bank menawarkan hadiah sebesar sepuluh persen
bagi siapa saja yang bisa menunjukkan tempat uang yang dirampok itu
disembunyikan. Itu berarti kalian berhak mendapat lima ribu dolar -
jika petunjuk kalian memang ternyata berguna!"
"Lima ribu dolar!" bisik Pete pada Jupe. "Itu baru asyik! Coba
kautanyakan, apa yang harus kita lakukan agar bisa memperolehnya."
"Aku punya ide," sambung George Grant sementara itu. "Jika kalian
langsung menyampaikan informasi yang kalian miliki pada Badan
Keamanan Bank, lalu kami meneruskannya pada polisi, maka kalian
mempunyai harapan akan mendapat hadiah, karena tercatat sebagai
pemberi informasi. Aku bisa saja datang ke tempat kalian-Ah, tidak
bisa! Jika para penjahat itu melihat aku, ada kemungkinannya mereka
akan mengenali aku -
lalu mengambil tindakan nekat. Begini sajalah!
Bagaimana jika kalian yang menemui aku, secara sembunyi-sembunyi.
Saat ini aku ada di kota."
"Aku tidak bisa meninggalkan tempat ini," kata Jupiter agak kesal. "Aku
diserahi tugas menjaga toko. Paman dan Bibi baru sekitar dua jam lagi
kembali."
"Hmm - begitu ya!" Tidak terdengar suara Mr. Grant selama beberapa
saat. "Bagaimana jika kau menyelinap pergi malam ini, jika perusahaan 
sudah tutup? Mungkinkah itu? Kalian bertiga menemui aku di salah satu
tempat? Kalian harus berhasil keluar tanpa ketahuan oleh Three-Finger
serta kedua kawannya."
"Kurasa itu bisa, Sir," kata Jupiter menerima usul itu. "Tapi Bob dan
Pete sebentar lagi harus pulang untuk makan malam di rumah masingmasing.
Menurut Anda, mungkinkah mereka nanti juga dibuntuti?"
"Kemungkinan itu kecil sekali. Kaulah yang terutama diminati para
penjahat itu. Kau yakin bisa menyelinap pergi tanpa ketahuan?"
"Ya, aku yakin bisa," kata Jupiter.
Dalam pikirannya terbayang Kelana Gerbang Merah, jalan rahasia untuk
keluar lewat pagar pekarangan sebelah belakang.
"Tapi saatnya akan agak larut. Hari ini kan Sabtu, dan perusahaan kami
ini dibuka sampai pukul tujuh."
"Bagus. Bagaimana kalau pukul delapan?"
"Rasanya itu bisa, Mr. Grant."
"Kalau begitu kita nanti berjumpa di taman - di Oceanview Park. Aku
akan duduk di bangku dekat pintu masuk sebelah timur, membaca koran.
Aku memakai jaket coklat serta topi berpinggir sempit yang juga
berwarna coklat Kalian nanti datang sendiri-sendiri, dan usahakan agar
jangan sampai ada yang membuntuti. Jelas?"
"Ya, Sir," kata Jupiter. "Dan kalian jangan bicara dengan siapa-siapa
tentang urusan ini, sebelum kita berjumpa. Jangan sampai ada yang
bocor, sebelum aku mendengar keterangan dari kalian. Dan bawa
petunjuk itu. Mengerti?"
"Jelas sekali, Mr. Grant," kata Jupiter lagi. "Kalau begitu kita berjumpa
nanti, pukul delapan. Sampai nanti!"
Pete berseru tertahan, ketika Jupiter sudah mengembalikan gagang
telepon ke tempatnya. "Wow! Hadiah lima ribu dolar. Kenapa, Jupe - kau
kelihatannya tidak begitu gembira."
"Kita belum menemukan uang yang lenyap itu," kata Jupiter. "Kita pasti
berhasil! Atau tepatnya polisi, setelah Mr. Grant meneruskan informasi
kita pada mereka. Mungkin kita nanti diizinkan ikut, saat mereka
memeriksa." 
"Kurasa itu tidak bisa, jika keputusannya tergantung dari Letnan
Carter," kata Bob.
"Kenapa sih, Chief Reynolds harus tidak ada hari ini?" keluh Jupiter.
"Aku lebih senang jika berurusan dengan dia. Tapi jika ia kenal Mr.
Grant -"
Saat itu terdengar orang memanggil dari kejauhan. "Jupe! Ini, ada
pembeli yang harus mendapat uang kembali!"
"Itu Konrad," kata Jupiter. "Aku kembali saja ke depan sekarang,
karena aku kan ditugaskan mengawasi. Bob, Pete - tolong bereskan peti
itu lagi, ya? Jangan lupa Socrates!"
"Astaga!" kata Bob kaget, ketika melirik arlojinya. "Aku harus cepatcepat
kembali ke perpustakaan, sebelum ditutup, Jupe. Jaketku
tertinggal di sana tadi. Dari situ aku langsung pulang saja."
"Sana, pergilah! Biar aku saja yang mengemasi peti," kata Pete.
"Sesudah itu aku juga langsung pulang. Nanti malam kita bertemu lagi di
taman, pukul delapan. Betul, kan?"
"Tepat," kata Jupiter.
Ketiga remaja itu keluar dari Markas Besar Trio Detektif. Pete
menghampiri peti antik serta Socrates dengan sikap enggan.
"Nah!" katanya menyapa tengkorak itu. "Apa lagi katamu sekarang,
setelah kami berhasil menemukan petunjuk itu?"
Socrates membisu. Ia hanya nyengir saja ke arah Pete.


Bab 14 PERKEMBANGAN SELANJUTNYA
BOB bergegas mengayuh sepedanya menyusur jalan-jalan belakang,
berputar-putar mencari tempat pertemuan yang disepakatkan di taman.
Ia ingin lekas-lekas tiba di tempat itu, untuk menyampaikan informasi
yang baru diperolehnya. Ia agak terlambat, karena sehabis makan malam
masih menyibukkan diri meneliti setumpuk koran tua di garasi. Ia
berhasil menemukan berita yang dicari, dan kini ia buru-buru karena
harus mengejar waktu. Ketika sampai di jalan masuk ke taman yang di
sebelah timur, dilihatnya Pete dan Jupiter sudah lebih dulu sampai.
Kedua temannya itu duduk di sebuah bangku bersama seorang laki-laki 
yang kelihatan masih muda dan berpakaian necis. Mereka bercakapcakap
dengan serius. Ketiga-tiganya menoleh ketika Bob datang
menghampiri dengan sepedanya.
"Maaf, agak terlambat," kata Bob dengan napas tersengal-sengal. "Aku
tadi masih harus mencari-cari sesuatu."
"Pasti kau yang bernama Bob Andrews," kata laki-laki muda itu dengan
ramah. "Aku George Grant."
Ia bersalaman dengan Bob,lalu menyodorkan dompet yang dibuka,
menampakkan kartu nama di balik plastik pelindung.
"Ini tanda pengenal diriku, Bob. Supaya resmi."
Pada kartu pengenal itu tertulis bahwa George Grant itu penyelidik
resmi Badan Keamanan Bank. Mr. Grant menyimpan dompetnya kembali,
ketika melihat Bob mengangguk.
"Jupe -" Bob hendak mengatakan sesuatu, tapi sudah didului Jupiter.
"Kami baru saja menuturkan kesimpulan kita mengenai surat Spike pada
Mr. Grant ini, bahwa uang yang lenyap itu disembunyikan di belakang
kertas pelapis dinding, di rumah Mrs. Miller yang lama."
"Kalian telah bekerja dengan baik sekali," kata Mr. Grant "Badan
Keamanan Bank dengan senang akan mengusahakan agar kalian mendapat
hadiah yang disediakan. Jika uang itu ditempelkan di balik pelapis
dinding, tidak heran bahwa polisi tidak berhasil menemukannya ketika
mereka memeriksa rumah itu. Tapi masih ada satu soal kecil yang
menyulitkan. Rumah itu kini pasti didiami. Diperlukan surat kuasa khusus
dulu dari pihak kepolisian untuk bisa memasukinya dan menyobek pelapis
dinding di situ. Aku tidak yakin apakah –"
Kini Bob sudah tidak tahan lagi. "Justru itulah yang dari tadi hendak
kukatakan, Mr. Grant!" katanya dengan cepat. "Tidak ada lagi yang
menempati rumah itu, jika masih berdiri. Dan kalau masih pun, takkan
lama lagi!"
Ia buru-buru menjelaskan, sementara semua memandangnya dengan
heran.
"Tadi ketika aku kembali ke perpustakaan untuk mengambil jaket, aku
mendengar seorang wanita bercerita pada pengurus perpustakaan 
bahwa ia harus keluar dari rumahnya di Maple Street, dan merasa sulit
untuk mencari tempat kediaman baru yang cocok. Akhirnya ia pindah
kemari, ke Rocky Beach. Ketika kemudian aku bertanya mengenainya
pada pengurus perpustakaan, ia mengatakan bahwa ada berita mengenai
hal itu di koran, minggu lalu. Aku cepat-cepat mencarinya dalam surat
kabar yang ada di perpustakaan. Lalu kucari surat kabar itu di rumah,
dan kugunting beritanya. Ini dia!"
PENGGUSURAN PERUMAHAN DIMULAI UNTUK MEMBANGUN
JALAN BEBAS HAMBATAN BARU
Disodorkannya guntingan koran yang terlipat pada Jupiter. Jupiter
membukanya, lalu cepat-cepat membaca berita itu bersama Pete dan
Mr. Grant.
"Lebih dari 300 rumah, di antaranya ada yang masih baru dan bagus,
kini nampak kosong dan sunyi ditinggalkan penghuninya, seakan-akan
pasrah menunggu nasib digusur traktor. Tidak lama lagi rumah-rumah
itu hanya akan tinggal kenang-kenangan saja bagi mereka yang selama
ini menjadi penghuni di situ, yang terpaksa pindah karena harus
mengalah terhadap proyek pembangunan jalan bebas hambatan baru
yang akan dibangun melewati lokasi itu. Deretan rumah-rumah sepanjang
lima belas blok yang selama ini dikenal dengan nama Maple Street akan
lenyap, digantikan jalan bebas hambatan berjalur enam yang
pembangunannya dimaksudkan untuk memperlancar lalu-lintas kendaraan
yang semakin memadati kota Los Angeles. Bukan hanya Maple Street
saja yang terkena kebijaksanaan ini, karena rumah-rumah di sekitar
situ, di jalan-jalan yang berpotongan dengannya, juga akan ikut digusur.
Kegetiran yang melanda para penghuni yang terpaksa pindah merupakan
hal baru bagi mereka, tetapi sebenarnya hanya merupakan pengulangan
yang kesekian kali saja dari perasaan yang melanda pihak-pihak yang
terkena dalam ribuan kasus serupa yang timbul sejak proyek
pembangunan jalan bebas hambatan dimulai di kota ini. Keperluan yang
terasa mendesak untuk mengusahakan tetap lancarnya arus lalu-lintas di
kota berarti musnahnya ribuan rumah yang harus digusur untuk
memberikan tempat bagi jalan-jalan bebas hambatan."Laporan
itu sebetulnya masih lebih panjang. Tapi setelah membaca sampai di situ,
terdengar Mr. Grant bersiul pelan.
"Maple Street!" katanya terkesan. "Ke jalan itu kan katamu rumah Mrs.
Miller yang dulu dipindahkan empat tahun yang lalu, Jupiter?"
"Itulah yang dikatakan pengurus bangunan rumah susun di Danville
Street waktu itu," kata Jupiter.
"Dan kini ternyata sebagian besar dari rumah-rumah di sepanjang Maple
Street akan digusur," kata Mr. Grant "Dengan begitu situasi berubah.
Ini berarti bahwa rumah itu kosong - dan itu berarti kita tidak bisa
membuang-buang waktu lagi. Mungkin saja Three-Finger dengan
kawanannya saat ini sudah ada di sana. Bahkan mungkin pula sudah ke
sana dan kini uang itu sudah ada di tangan mereka!"
"Bagaimana hal itu mungkin, Mr. Grant?" tanya Pete. "Mereka
membuntuti kalian kemarin," kata Mr. Grant. "Mestinya mereka
mengikuti kalian sampai ke tempat kediaman Mrs. Miller yang sekarang,
lalu dari kenyataan itu menarik kesimpulan bahwa kalian pasti meminta
keterangan dari wanita itu. Setelah itu mereka tentunya mengikuti
kalian lagi ke Danville Street, sampai di bangunan rumah susun. Dengan
mudah mereka bisa melihat Jupiter masuk untuk menanyai pengurus
bangunan itu. Mereka pun bisa menanyakan apa yang dikatakan pengurus
itu pada Jupiter. Mereka bisa saja
menarik kesimpulan bahwa kau
berpendapat uang itu masih ada di rumah yang lama, Jupiter. Jadi tidak
mengherankan jika mereka kini ke rumah di Maple Street itu!"
"Wah, betul juga!" seru Bob. "Jangan-jangan kita sudah terlambat!"
"Dalam keadaan biasa, aku akan menghubungi polisi untuk meminta
bantuan," kata Mr. Grant "Tapi waktu kini sudah mendesak sekali!
Kurasa satu-satunya tindakan yang masih bisa diambil ialah cepat-cepat
berangkat ke Maple Street dan di sana berusaha mencari rumah itu,
lalu menyelamatkan uang itu - jika masih bisa. Kita tidak punya waktu
lagi untuk menghubungi polisi. Kalian bisa ikut denganku! Aku bahkan
memang memerlukan kalian, karena kalian tahu bagaimana wujud rumah
Mrs. Miller itu - sedang aku tidak!"
"Baiklah, Mr. Grant," kata Jupiter. "Tapi dengan apa kita ke sana?" 
"Aku membawa mobil. Kuparkir di balik jalan. Kalian ikut denganku.
Kalian tinggalkan saja sepeda kalian di sini. Nanti kuantar pulang kemari.
Oke ?"
Pete dan Bob cepat-cepat mengunci sepeda masing-masing. Jupiter
datang ke situ berjalan kaki, karena harus menyelinap keluar dari
pekarangan Jones Salvage Yard lewat lubang rahasia Kelana Gerbang
Merah. Mr. Grant berjalan mendului ke mobilnya, sebuah station wagon
berwarna hitam. Dengan segera mereka berangkat menuju Hollywood.
Mr. Grant mengambil lintasan belakang yang melewati daerah berbukitbukit.
"Kau yakin uang itu disembunyikan di belakang kertas pelapis dinding?"
tanyanya dalam perjalanan pada Jupiter.
"Bisa dibilang ya," kata Jupiter. "Menurut penuturan Mrs. Miller pada
kami, ketika Spike Neely menumpang di tempatnya, saudaranya itu
menyibukkan diri dengan pekerjaan mengecat serta melapis dinding
rumah. Bisa saja ia menempelkan dulu uang itu lembar demi lembar, dan
kemudian menutupi semuanya dengan kertas pelapis dinding. "Kemudian,
ketika berbaring di rumah sakit penjara, Spike menyebutkan alamat
rumah itu dalam suratnya, dalam bentuk sandi. Satu-satunya cara yang
bisa dipikirkannya waktu itu untuk menyebutkan tempat penyembunyian
itu pada Gulliver ialah dengan menempelkan prangko di atas prangko
lain."
"Kertas di bawah kertas." Mr. Grant mengangguk-angguk. "Memang
cocok. Jika kita berhasil menemukan tempat uang itu disembunyikan,
nanti kita akan memerlukan salah satu alat untuk melembabkan kertas
pelapis dinding sehingga mudah dilepaskan. Untungnya sekarang hari
Sabtu, jadi ada toko yang masih buka sampai malam. Tapi sebelumnya
kita harus menemukan tempat itu - dan menemukannya lebih dulu!"
Mr. Grant terus memacu mobilnya. Kendaraan itu baru agak diperlambat
jalannya ketika memasuki daerah yang ada bangunan-bangunannya.
"Sekarang coba kita lihat peta kota yang ada di laci depan situ," katanya
pada Jupiter. Mr. Grant menghentikan mobil, sementara Jupiter sudah 
menemukan peta yang dimaksudkan lalu menyodorkannya pada orang itu.
Mr. Grant mempelajari peta itu sebentar.
"Bagus," katanya puas. "Dari sini kita bisa lurus saja sampai ke
persimpangan dengan Houston Avenue. Lalu lewat situ, sampai ke Maple
Street. Katamu tadi blok nomor lima ratusan?"
"Betul - atau kalau tidak yang enam ratusan," jawab Jupiter. "Begitulah
menurut keterangan pengurus bangunan rumah susun."
"Kita akan menemukannya," kata Mr. Grant tegas. "Untung saat ini
masih cukup terang."
Tapi hari mulai gelap ketika mereka sampai di Houston Avenue. Mr.
Grant .membelokkan mobilnya ke kiri, lalu menyusur jalan itu sejauh tiga
puluh sampai empat puluhan blok. Akhirnya sampai di Maple Street.
Walau sudah tidak ada lagi nama jalan, tapi bisa diketahui dengan jelas
bahwa itulah alamat yang dituju. Di kanan-kiri jalan nampak puing-puing
bertumpukan. Rumah-rumah di satu sudut jalan sudah digusur. Yang
tersisa hanya reruntuhan yang tinggal diangkut saja lagi. Di sepanjang
jalan sebelah kiri nampak bidang-bidang tanah kosong, di mana
sebelumnya berdiri rumah-rumah. Dua mesin raksasa dengan alat keruk
berupa jepitan yang dengan sekali rengkuh saja mampu meremukkan
dinding rumah-rumah yang terbuat dari kayu diparkir pada sebidang
tanah kosong, beserta beberapa traktor penggusur. Sebuah bangunan
yang dulunya rumah makan berdiri terpencil di pojok jalan, di mana Mr.
Grant menghentikan mobilnya untuk mempelajari situasi. Dinding depan
rumah makan itu sebagian sudah tidak ada lagi, digerogoti mesin
raksasa yang diparkir di sebelahnya. Bangunan yang sedang digusur itu
menampakkan kesan seperti kena bom.
"Aduh!" desah Pete, menyuarakan pikiran yang ada di benak yang lainlain.
"Porak-poranda! Belum terlambatkah kita, Mr. Grant?"
"Kurasa belum," jawab yang ditanya dengan serius. "Jika penaksiranku
benar, blok perumahan dengan nomor urut lima ratusan dan enam
ratusan letaknya beberapa blok lebih jauh dari sini, di sebelah kanan.
Kita lihat sajalah!" 
Mobil dibelokkannya lambat-lambat ke kanan melewati tumpukan puing
yang menghalang. Tidak lama kemudian mereka sudah meluncur di bagian
jalan yang rumah-rumah di kiri-kanannya belum dibongkar. Masih tegak,
tapi diselubungi kegelapan. Tidak nampak tanda-tanda kehidupan lagi di
situ. Kota yang penuh dengan kesibukan hanya beberapa ratus meter
saja dari situ. Tapi di Maple Street sendiri terasa suasana sunyi yang
mencengkam. Para penghuni sudah pergi semua. Beberapa bulan lagi di
tempat itu akan ada terbentang jalan raya' beralas beton, yang dilalui
ribuan mobil. Tapi saat itu hanya mereka sendiri saja yang ada di situ, di
samping seekor kucing kurapan yang lari melintasi jalan.
"Blok sembilan ratus," kata Mr. Grant setelah beberapa saat. Suaranya
bernada puas. "Sebentar lagi kita akan sudah sampai di urutan nomor
enam ratusan. Perhatikan dengan seksama. Jangan sampai rumah itu
terlewat."
Mr. Grant mengemudikan kendaraannya lambat-lambat.di jalan,
menyusuri rumah-rumah kosong dan gelap. Di sana-sini nampak pintu
rumah bergoyang-goyang ditiup angin malam, seakan-akan hendak
menunjukkan bahwa tidak ada artinya lagi apakah pintu rumah terbuka
atau tidak.
"Blok enam ratus," kata Mr. Grant dengan suara yang membayangkan
ketegangan perasaannya saat itu. "Ada yang kelihatannya seperti yang
kita cari?"
"Itu dia!" Pete nyaris berteriak, sementara telunjuknya menuding
sebuah bungalo yang rapi, kira-kira di pertengahan blok. "
"Itu ada lagi yang kelihatannya hampir serupa", sambung Jupiter sambil
menuding ke sisi seberang. "Kedua-duanya ada jendela bundar pada
dinding atapnya."
"Jadi ada dua yang hampir sama." Kening Mr. Grant berkerut. "Dan
kalian tidak tahu rumah mana yang benar?"
"Mrs. Miller hanya mengatakan rumah tidak bertingkat, berdinding
dilapis sirap, serta jendela bundar pada dinding atap."
"Rumah berbentuk begitu rupanya umum di sini," kata Mr. Grant
menggumam. "Kita terus saja dulu, melihat blok berikut."   
Di blok berikut mereka melihat sebuah bungalo lagi yang dindingnya
dilapisi sirap. Letaknya diapit dua buah rumah berdinding plesteran.
Rumah itu pun ada jendela bundarnya di dinding atap. Mr. Grant
menghentikan mobilnya.
"Ada juga kemungkinan," katanya. "Ini menyulitkan kita. Tapi nampaknya
kita tiba lebih dulu di sini, karena tidak kulihat mobil diparkir di jalan
ini. Aku juga tidak melihat tanda-tanda bahwa kita didului oleh Three-
Finger serta kawan-kawannya. Mobil kita parkir saja di jalan samping
supaya tidak menyolok. Setelah itu kita terpaksa memeriksa ketiga
rumah itu satu demi satu sampai kita temukan yang kita cari!"



Bab 15 PENCARIAN DIMULAI
HARI semakin gelap saat mereka mendatangi rumah berdinding sirap
yang pertama. Mr. Grant melihat ke kanan dan ke kiri dengan cepat,
memperhatikan keadaan di jalan. Tapi tidak nampak siapa-siapa di Maple
Street yang sunyi dan lengang. Kemudian ia mencoba membuka pintu.
Tidak bisa!
"Terkunci," katanya. "Tapi karena rumah ini sebentar lagi digusur, kita
tidak perlu mencari jalan masuk secara berhati-hati."
Diambilnya batang pengungkit pendek dari mobil. Diselipkannya ujung
batang yang pipih ke celah sempit di antara daun pintu dengan
ambangnya. Mr. Grant mendorong batang pengungkit. Terdengar bunyi
kayu retak. Daun pintu terpentang lebar. Mr. Grant masuk, diikuti
ketiga remaja yang selama itu berdiri di belakangnya. Di dalam gelap
sekali. Mr. Grant menyorotkan sinar senternya ke dinding. Mereka
berada di sebuah kamar yang berdebu. Di lantai nampak kertas-kertas
terserak. Kelihatannya itu dulu ruang duduk keluarga.
"Kita mulai saja di sini," kata Mr. Grant, "walau menurut perkiraanku
tempat penyembunyian uang itu di salah satu ruang belakang. Atau
mungkin juga di gang. Kau membawa pisau, Jupiter?"
Jupiter mengeluarkan pisau lipat buatan Swiss yang merupakan
kebanggaannya. Dipilihnya mata yang paling besar. Dengannya ia
mengiris permukaan kertas pelapis dinding dengan hiasan kembang pada 
dinding terdekat. Mr. Grant kini menyelipkan ujung pisau dempul yang
dibawanya ke dalam irisan itu, lalu membalik jalur kertas pelapis itu.
Hanya dinding tembok saja yang nampak di bawahnya.
"Bukan di sini," katanya. "Kita harus mencoba beberapa tempat lain di
dinding ini. Setelah itu dinding-dinding lainnya. Kalau tidak ada juga,
kita pindah ke kamar -kamar lain."
Bersama Jupiter diulanginya pemeriksaan beberapa meter lebih jauh.
Juga tidak nampak apa-apa di balik kertas pelapis, kecuali tembok.
Keempat dinding kamar itu diperiksa. Tapi tetap tanpa hasil.
"Baiklah. Sekarang kita coba kamar makan," kata Mr. Grant. Diterangi
sinar senter untuk menunjukkan jalan, mereka pindah ke kamar makan.
Jupiter mengiris dengan pisau sakunya, lalu'Mr. Grant membalik ujung
kertas yang terpotong. Tahu-tahu Pete terpekik pelan,
"Ada sesuatu yang hijau di bawahnya!"
"Dekatkan senter, Jupiter," kata Mr. Grant. "Barangkali kita
menemukannya."
Jupiter mendekatkan senter yang menyala ke dinding yang sudah
terkelupas pelapisnya, menerangi permukaan berwarna hijau. Tapi
berkotak-kotak.
"Ah - ternyata cuma pelapis dinding lagi," kata Mr. Grant. "Kita lihat
saja apa yang ada di bawahnya. "
Dinding tembok. Dinding kamar makan selesai diperiksa. Kini mereka
memasuki kamar tidur yang pertama. Hasilnya sama saja. Kamar tidur
kedua - tidak berbeda. Dinding kamar mandi dan dapur dilapisi cat yang
langsung disapukan pada tembok. Jupiter memanjat tangga sempit yang
menuju ke loteng. Dinding di situ telanjang, tanpa pelapis.
"Ternyata bukan di sini." Suara Mr. Grant terdengar tegang. Ia agak
berkeringat. "Kita coba rumah berikut."
Mereka keluar, ke jalan yang gelap. Hanya lampu-lampu di sudut jalan
saja yang masih menyala. Rumah-rumah semua gelap gulita.
Menyeramkan. Mr. Grant berjalan mendului ke blok sebelah, menuju
rumah pertama yang berdinding sirap. Pintu depan rumah itu tidak 
terkunci. Susunan ruangan di situ mirip dengan rumah yang pertama.
Tapi pelapis dindingnya kelihatan lebih baru.
"Mungkin ini tempatnya," kata Mr. Grant dengan nada berharap. "Ayo
iris, Jupiter."
Jupiter mengiriskan mata pisaunya lagi. Mr. Grant membalikkan kertas
pelapis yang langsung terkelupas, menampakkan - lagi-lagi dinding
tembok belaka! Di rumah itu pun mereka memeriksa seluruh ruangan,
tanpa hasil.
"Dengan begitu tinggal satu rumah lagi," kata Mr. Grant. Suaranya agak
serak. "Pasti itu tempatnya!"
Ia mendahului lagi menyeberang jalan, mendatangi rumah yang ketiga.
Sementara ia bersiap-siap hendak mendobrak pintu yang terkunci,
Jupiter menyorotkan senter menerangi ambangnya. Nampak nomornomor
dari logam yang disekrupkan pada ambang berwarna putih,
memantulkan cahaya senter.
"Jangan!" sergah Mr. Grant. " Nanti dilihat orang!"
"Tapi aku rasanya seperti melihat sesuatu," kata Jupiter. "Kurasa inilah
rumah yang dulu ditinggali Mrs. Miller."
"Bagaimana kau bisa tahu, Jupe?" tanya Bob dengan suara setengah
berbisik. Kesunyian jalan yang gelap itu menyebabkan anak-anak merasa
harus berbisik-bisik kalau berbicara.
"Ya, kenapa kau bisa mengatakan begitu?" tanya Mr. Grant pula.
"Nomor rumah ini 671," kata Jupiter. "Tapi itu wajar, karena letak
urutannya kan lain setelah dipindahkan. Dan aku tadi rasanya seperti
melihat bekas tempat nomor yang lama terpasang."
"O, ya? Kalau begitu coba kita lihat lagi. Tapi cepat-cepat!" Jupiter
menekan tombol senter yang dipegangnya sebentar. Berkas cahaya
sekilas menerangi nomor rumah. Dan di atas nomor itu semua melihat
bekas nomor yang lama pada cat. Samar, tapi masih cukup jelas untuk
dikenali.
"Nomor 532!" seru Pete. "Kita sudah menemukannya!"
"Bagus, Jupiter," kata Mr. Grant. "Sekarang kita masuk untuk
mengambil uang itu." 
Pintu dibuka secara paksa, lalu mereka bergegas masuk ke ruang duduk.
Napas Bob memburu karena perasaannya yang bergairah. Sekarang
mereka pasti sudah benar. Di salah satu ruangan rumah ini ada uang lima
puluh ribu dolar, tertempel di balik kertas pelapis dinding.
"Coba kauterangi ruangan ini sebentar, Jupiter," kata Mr. Grant.
Jupiter menyorotkan senter yang dipegangnya, menerangi satu demi
satu dari keempat dinding ruangan itu. Kertas pelapis yang dipakai di
situ berpola timbul.
"Kalau di sini mungkin sekali," kata Mr. Grant. "Kertas pelapisnya kasar
dan tebal! Bisa saja uang disembunyikan di bawahnya, tanpa menyolok
mta.
Kita mulai saja!"
Dengan cepat Jupiter menggerakkan pisaunya, mengiris permukaan
kertas. Mr. Grant membaliknya. Yang nampak di bawah hanya dinding
tembok.
"Kita mulai di sudut sini, lalu bergerak mengitari ruangan," kata Mr.
Grant. "Lima puluh ribu dolar dalam lembaran uang besar tidak banyak
makan tempat Kita harus buru-buru."
Dinding pertama sudah selesai diperiksa. Ketika Jupiter dan Mr. Grant
baru saja mulai dengan dinding berikut, sementara Pete dan Bob berdiri
dekat-dekat untuk ikut memperhatikan, tahu-tahu terdengar sesuatu
yang menyebabkan mereka semua tertegun.
"Apa -" Mr. Grant tidak sempat menyelesaikan kalimatnya, karena saat
itu juga pintu dipan terbanting dengan keras, disusul bunyi langkah
berat yang dengan buru-buru memasuki ruangan. Sorotan senter yang
sangat terang menyilaukan mata Mr. Grant serta. ketiga remaja yang
ada bersamanya.
Terdengar suara kasar menghardik dari arah belakang sumber cahaya
terang itu, "Semuanya angkat tangan!"


Bab 16 MANA UANGNYA?
MEREKA berempat berpaling dengan tangan terangkat ke atas. Mata
mereka terkejap-kejap karena silau, sehingga tidak bisa melihat orang
yang ada di belakang senter. 
"Jika Anda polisi," kata Mr. Grant buru-buru, "saya George Grant,
penyelidik khusus untuk-" Bunyi tertawa kasar menyebabkan ia tidak
menyelesaikan kalimatnya.
"George Grant! Hebat! Nama itukah yang disebutkannya pada kalian
bertiga?" Jupiter terkesiap, karena menyadari sesuatu yang membuat
hatinya kecut.
"Ia bukan Mr. Grant dari Badan Keamanan Bank?" tanyanya.
"Dia?" Orang bersuara berat dan parau itu tertawa lagi. "Dia ini Smooth
Simpson, salah satu penipu yang paling licin!"
"Tapi ia memiliki kartu pengenal resmi," bantah Pete.
"Tentu saja. Dicetak khusus atas pesanannya. Ada berjuta kartu seperti
itu padanya. Tapi kalian tidak perlu kecil hati, tertipu olehnya. Polisi
saja sudah berapa kali berhasil dikecohnya. Kausangka
kau akan bisa
menyambar uang itu dari bawah hidung kami, ya Smooth? Tapi tadi
ketika anak gendut itu tidak muncul-muncul dari pekarangannya ketika
perusahaan barang bekas itu tutup, kami langsung curiga. Pasti akan
terjadi apa-apa! Kami tahu rumah itu letaknya ada di sekitar sini -
berdasarkan keterangan yang kami peroleh dari pengurus rumah susun
yang sebelumnya didatangi si Gendut. Karenanya kami lantas buru-buru
kemari. Kami melihat sinar senter, ketika kalian masuk ke rumah ini.
Sekarang minggir - kami yang mengambil alih!"
"Kau kan Three-Finger Munger, ya?" kata Mr. Grant - yang sebenarnya
bernama Smooth Simpson. "Coba dengar sebentar, Three-Finger -
kenapa kita tidak bergabung saja? Kami belum berhasil menemukan uang
itu, dan aku bisa membantu -"
"Tutup mulut!" sergah orang yang memegang senter. "Kami sendiri yang
akan mencari uang itu sampai ketemu, sedang kau akan kami tinggalkan
di sini supaya dibekuk polisi. Itu pelajaran bagimu! Lain kali jangan cobacoba
lagi melangkahi kami. Sekarang semua berpaling, menghadap ke
dinding. Tangan ke belakang punggung! Jangan bergerak, jika tidak ingin
menyesal nanti Leo! Baby-Face! Ambil tali, lalu ikat mereka erat-erat!"
Jupiter serta kedua temannya mengikuti perintah yang dihardikkan.
Mereka merasa kecut, karena menyadari bahwa mereka tertipu oleh 
seorang penjahat licin yang julukannya sepadan Smooth - halus dan licin!
Ocehannya mengenai Chief Reynolds tadi melenyapkan setiap kecurigaan
yang mungkin timbul saat itu. Entah dengan cara bagaimana, tapi
rupanya orang itu mengetahui bahwa hari itu Chief Reynolds sedang ke
luar kota. Lalu ia menelepon Trio Detektif, dan dengan omongannya yang
akan berhasil mengelabui mereka sehingga mau menceritakan semua
yang mereka ketahui padanya. Pantas penyelidik khusus palsu itu ada
saja alasannya, agar tidak usah menghubungi polisi! Jupiter mengumpatumpat
dalam hati, menyesali dirinya sendiri karena tidak merasa curiga.
Tapi semuanya tadi memang bisa diterima akal sehat! Smooth Simpson
memang sepadan dengan nama julukannya itu selicin belut! Pasti ia
membaca berita tentang peti Gulliver dalam surat kabar, dan karena
lewat desas-desus kalangan penjahat ia juga mendengar tentang uang
hasil perampokan yang lenyap serta surat Spike Neely, ia lantas
mengadakan pengusutan mengenai Jupiter dan yang lain-lainnya. Sedang
nomor telepon pribadi Jupiter bisa dengan mudah diketahuinya dari
buku telepon. Atau dari Bagian Informasi Kantor Telepon. Kawanan yang
dipimpin Three-Finger selama Itu terus membayang-bayangi Trio
Detektif, sedang Smooth Simpson selama itu membayangi mereka
semua! Tapi apa boleh buat. Nasi sudah menjadi bubur - tidak ada
gunanya lagi menyesali hal yang sudah terjadi! Sementara itu dengan
cekatan kedua penjahat kawan Three-Finger mengikat pergelangan
tangan anak-anak di belakang punggung mereka. Kemudian mereka
disuruh duduk di lantai, pergelangan kaki mereka kini diikat dalam posisi
merapat. Three-Finger terkekeh geli melihat mereka tidak berdaya lagi.
"Kalian kelihatan manis sekali sekarang," katanya mengejek. "Mulut
kalian takkan kami sumpal, karena takkan ada orang di sini yang bisa
mendengar teriakan kalian. Lagi pula, kami getok kepala kalian, jika
berani bertingkah. Jangan khawatir, esok lusa hari Senin, pasti akan ada
yang menemukan kalian, jika penggusuran dilanjutkan lagi. Mudahmudahan
saja kalian sudah ketahuan ada di sini, sebelum rumah ini
dirobohkan!" 
Ia terkekeh lagi. Kini anak-anak dapat melihat bahwa orang itu
bertubuh besar. Sedang kedua kawannya lebih kecil. Tapi muka ketiga
penjahat itu tidak bisa dilihat dengan jelas.
"Sekarang kita lihat saja bagaimana situasinya," kata Three-Finger, lalu
menyorotkan senternya ke dinding yang sudah diperiksa kertas
pelapisnya oleh Jupiter dan Mr. Grant - bukan, Smooth Simpson. "Kalian
rupanya mencari di balik pelapis dinding, ya? Memang tempat yang bagus
sekali-sama sekali tak terpikir kemungkinan itu olehku. Si Gendut itukah
yang menemukan ide ini, Smooth?"
"Ya, betul," kata Smooth Simpson mengakui. "Petunjuk mengenainya ada
pada surat yang dikirimkan Spike pada Gulliver. Surat itu selama ini ada
di dalam peti."
"Itu sudah kusangka," kata Three-Finger. "Sebab itulah kami
menghendaki peti itu. Anak buahku memang sudah berhasil merebutnya
dari lelaki jangkung itu. Tapi mereka dibuntuti orang yang kemudian
menyergap mereka di tempat persembunyian kami. Peti itu lenyap lagi,
sebelum kami sempat membukanya. Kaukah yang melakukannya,
Smooth?"
"Bukan," kata lelaki yang berada dalam keadaan terikat di lantai. "Aku
tidak tahu-menahu tentang soal itu."
"Aneh," gumam Three-Finger. "Kalau begitu siapa? Tidak mungkin anakanak
ini."
"Mereka berempat atau berlima, dengan muka ditutupi sapu tangan,"
kata salah seorang kawan Three-Finger, yang baru sekali itu membuka
mulut "Mereka beraksi dengan cepat sekali. Mereka benar-benar
tangguh. Tahu-tahu kami sudah disergap."
"Siapa ya mereka?" kata Three-Finger menggerutu. "Mungkin kawanan
lain, yang juga mengincar uang itu. Yah, pokoknya peti itu tidak ada
gunanya bagi mereka - karena mereka ternyata tidak kemari. Tapi untuk
apa kita lama-lama membuang waktu di sini. Leo! Coba kauperiksa
bersama Baby-Face, apa yang ada di balik pelapis dinding kamar ini."
Keempat tawanan yang duduk di lantai memperhatikan sambil membisu,
sementara kedua
penjahat itu dengan cepat merobek-robek kertas   
pelapis yang masih tersisa di dinding. Walaupun ia cemas memikirkan
keadaannya bersama kedua temannya, mau tidak mau timbul juga pikiran
dalam hati Jupiter, tentang siapa sebenarnya yang merampas peti
Gulliver dari tangan kedua penjahat itu lalu mengirimkannya kembali
padanya. Tapi ia tidak bisa menemukan jawabannya. Sementara itu anak
buah Three-Finger sudah selesai memeriksa, tapi tanpa hasil.
"Kalau begitu bukan di kamar ini rupanya," kata Three-Finger. "He,
Smooth! Jika kau tahu di kamar mana, lebih baik kaukatakan saja
sekarang. Kalau kami sudah menemukan yang dicari, nanti kau kami
bebaskan."
"Jika aku tahu, aku tadi kan tidak mencari-cari lagi," balas Smooth
Simpson. "Tapi lepaskanlah tali pengikatku, nanti kutolong kalian
mencari."
"Jangan harap!" bentak Three-Finger. "Kau mencoba merampas uang itu,
dan sekarang boleh kaurasakan akibatnya. Ayo, kita cari di kamar
tidur."
Ketiga penjahat itu pindah ke kamar tidur yang pertama, meninggalkan
keempat tawanan mereka dalam gelap. Sesaat kemudian terdengar bunyi
kertas ditarik-tarik, teriring suara mengumpat-umpat
"Aku menyesal bahwa ini harus terjadi, Anak-anak," kata Smooth
Simpson dengan suara pelan. "Kuakui, aku memang mencoba menipu
kalian - tapi aku tidak berniat mempergunakan kekerasan. Bukan begitu
caraku beroperasi. Aku bekerja dengan otak, bukan dengan kekerasan."
"Ini semua salahku," kata Jupiter. Suaranya terdengar murung.
"Seharusnya aku mencurigaimu."
"Janganlah terlalu sedih," kata laki-laki yang teringkus di dekatnya.
"Yang paling jago pun pernah kena kutipu."
Setelah itu yang terdengar hanya kesibukan Three-Finger beserta
kedua kawannya saja, yang kini berpindah ke bagian belakang rumah.
Tiba-tiba terdengar sesuatu yang menyebabkan syaraf keempat
tawanan yang teringkus di lantai langsung menegang. Pintu depan
terbuka dengan bunyi berderik pelan! Keempat tawanan memasang   
telinga. Samar-samar nampak sosok gelap seorang laki-laki bertubuh
agak kecil, menyelinap masuk ke dalam kamar.
"Siapa itu?" tanya Smooth dengan suara berbisik.
"Ssst," balas orang yang masuk itu berbisik. "Kami datang untuk
menolong. Jangan sampai mereka yang di belakang curiga."
Seorang laki-laki lagi menyelinap masuk lewat pintu depan, disusul oleh
beberapa orang. Jumlah mereka tidak bisa dipastikan, karena tempat
itu gelap. Orang-orang yang masuk dengan diam-diam itu sangat
cekatan. Langkah mereka hampir-hampir tak terdengar. Laki-
laki yang
paling dulu masuk memberi aba-aba pada yang lain-lain.
"Kalian siap dekat pintu, merapat ke dinding," katanya. "Jika mereka
nanti muncul, sungkup kepala mereka dengan kantung-kantung itu lalu
ikat mereka. Jangan pakai pisau. Jangan sampai ada yang cedera, jika
tidak perlu."
Terdengar suara beberapa orang mendengus, tanda mengerti. Jupiter,
Pete, dan Bob menunggu dengan perasaan bercampur aduk. Harapan
akan bisa selamat, berbaur dengan kebingungan. Siapakah orang-orang
yang baru masuk itu? Pasti bukan polisi - karena polisi tentu akan
menyerbu masuk dengan lampu serta pistol teracung. Benarkah mereka
itu hendak menolong? Jangan-jangan kawanan penjahat lagi, yang juga
hendak menguasai uang itu!
Saat itu terdengar suara marah-marah. Datangnya dari arah belakang
rumah. Three-Finger rupanya tidak berhasil menemukan uang itu.
Langkah mereka berdebam-debam dalam gang, menuju ruang dud uk
yang gelap. Three-Finger yang paling dulu masuk, sambil menyorotkan
senternya ke lantai.
"Kesabaranku sudah habis, Gendut!" katanya menghardik Jupiter. "Ayo
bilang di mana uang itu -jika ingin selamat!"

Bab 17 PERGULATAN DALAM GELAP
TAHU-TAHU Three-Finger disergap beberapa sosok gelap. Beberapa
orang lagi menyambar penjahat yang berdiri di belakang kepala penjahat
itu dan menariknya ke dalam kamar. Penjahat yang ketiga masih 
mencoba melarikan diri. Tapi ia langsung dikejar. pari suara ribut -ribut
di luar dapat diketahui bahwa ia berhasil diringkus. Sementara itu di
ruang duduk terjadi pergulatan seru: Three-Finger menjatuhkan
senternya ke lantai dalam keadaan masih menyala. Senter itu terguling
ke sana kemari kena tendangan sekian banyak kaki. Sinarnya bergerak
ke segala arah, menerangi adegan pergulatan sekilas-sekilas. Anak-anak
kini dapat melihat bahwa kepala Three-Finger diselubungi kantung.
Penjahat itu mengamuk! Dengan mengerahkan seluruh tenaganya ia
berhasil mencampakkan beberapa penyerangnya yang berusaha
memiting. Tapi lawannya terlalu banyak. Penjahat itu roboh ke lantai,
ditindih kawannya yang jatuh menyusulnya. Keduanya memukul dan
menendang-nendang dengan liar.
"Cepat! Ikat tangan dan kaki mereka. Lalu sumpal mulut mereka!" kata
seseorang memberi perintah. Perkelahian masih berlanjut sebentar.
Kemudian Three-finger beserta kedua kawannya berhasil diringkus.
Three-Finger melontarkan ancaman dengan kata-kata kasar. Tapi
kemudian terhenti, karena mulutnya disumbat dengan kasar. Akhirnya ia
tergeletak di lantai, tak berdaya melawan lagi. Kedua kawannya sudah
lebih dulu tidak berkutik. Hanya bunyi napas berat orang-orang yang
meringkus saja yang masih terdengar.
"Bagus," kata seseorang. Suaranya bernada ramah. "Sekarang tunggu di
luar, sementara kulepaskan tali pengikat anak-anak ini."
Sosok-sosok gelap itu keluar semua. Kecuali satu orang. Orang itu
menyalakan senternya, lalu mengarahkannya sekilas ke wajah Jupiter
dan kedua temannya.
"Untung kalian tidak tertindih," kata orang itu sambil tertawa pelan.
"Sekarang kalian kubebaskan."
Senter yang menyala diletakkannya di lantai, sehingga menerangi anakanak
tanpa menyilaukan mereka. Kemudian ia menghampiri mereka
dengan pisau panjang terhunus. Ketika ia sudah dekat, barulah Bob dan
Pete melihat wajahnya. Seorang laki-laki berkulit coklat dengan kumis
melintang galak. Mereka belum pernah melihat orang itu. Tapi Jupiter
mengenalinya.
  "Lanzo!" serunya kaget. "Kelana yang waktu itu ada di rumah Zelda!"
Lanzo tertawa lagi, sambil memutuskan tali yang mengikat ketiga remaja
itu.
"Ya," katanya. "Kita berjumpa lagi."
"Tapi - tapi - bagaimana Anda bisa tahu-tahu muncul di sini?" tanya
Jupiter dengan bingung. Ia berdiri sambil menggosok-gosok pergelangan
tangannya yang terasa nyeri.
"Tidak ada waktu untuk bercerita sekarang," kata kelana itu. "Mana
orang yang satu lagi?"
Ia menyorotkan senter ke tempat di mana Smooth Simpson tadi
tergeletak. Tapi orang itu sudah tidak ada lagi di situ. Yang nampak
hanya dua utas tali di lantai.
"Ia lolos!" seru Bob. "Rupanya ia tadi dengan diam-diam berhasil
melepaskan diri, lalu menyelinap lari sewaktu di sini sedang terjadi
pergumulan!"
"Ia takkan bisa dikejar lagi sekarang," kata Lonzo singkat. "Biarlah -
karena masih ada tiga lagi, yang bisa dijemput polisi nanti. Sekarang
kita keluar. Zelda ingin berbicara dengan kalian."
Zelda! Wanita kelana peramal nasib! Jupiter mengikuti Lanzo keluar,
disusul oleh Bob dan Pete. Mereka melihat tiga mobil tua diparkir di
pinggir trotoar. Dua mobil yang di belakang kelihatannya penuh berisi
orang laki-laki - semuanya kaum kelana. Sedang di mobil yang paling
depan hanya nampak satu orang. Seorang wanita. Wanita itu Zelda. Ia
tidak memakai pakaian wanita kelana. Rupanya agar tidak menyolok
mata.
"Mereka tidak apa-apa, Zelda," kata Lanzo melaporkan. "Di dalam ada
tiga penjahat, semua sudah dalam keadaan terikat. Seorang lagi
berhasil melarikan diri."
"Biar sajalah," kata Zelda dengan suara pelan. Ia menyapa anak-anak,
"Masuklah ke mobil- kita perlu berbicara sebentar."
Ketiga remaja itu duduk di samping wanita kelana itu. Sedang Lonzo
tetap di luar, untuk menjaga.
  "Langkah kita ternyata bersilang lagi, Jupiter Jones," kata Zelda. "Itu
sudah kuketahui dari perbintangan dan bola kristal. Aku mengucap
syukur, bahwa kami tadi datang tepat pada waktunya di sini."
"Anda mengikuti kami selama ini?" tanya Jupiter, ketika pikirannya
mulai cerah lagi.
"Ya," kata Zelda. "Kalian dibayang-bayangi terus, oleh Lonzo serta
beberapa kawannya. Sejak kau pertama kali datang ke tempatku. Dalam
bola kristal aku melihat ada bahaya mengancam kalian, dan kami ingin
mencegah bahaya itu. Lanzo membuntuti orang-orang yang membuntuti
kalian selama ini. Ketika mereka kemari tadi, ia cepat-cepat memanggil
kami untuk menyelamatkan kalian. Tapi kita harus cepat, karena waktu
tidak banyak. Kalian berhasil menemukan uang itu?"
"Tidak." Jupiter mendesah. "Rupanya bukan di sini tempatnya. Padahal
aku semula yakin sekali bahwa uang itu disembunyikan di rumah saudara
perempuan Spike. Begitulah makna yang terkandung di dalam suratnya.
Rumah itu merupakan satu-satunya tempat yang logis."
"Gulliver pun merasa yakin bahwa surat Spike itu mengandung petunjuk
tentang tempat penyembunyiannya, tapi ia tidak berhasil menguraikan
sandinya," kata Zelda.
"Anda kenal Gulliver?'" tanya Jupiter. "Antara kami berdua ada
pertalian yang istimewa," kata Zelda. "Aku ingin sekali membersihkan
namanya - dan aku berharap bahwa kalian - yang sangat cerdas - akan
sanggup memecahkan teka-teki itu. Di mana kalian mencari?"
"Di balik kertas pelapis dinding," jawab Jupiter. "Tempat yang benarbenar
sulit ditemukan. Tapi ternyata tidak ada."
"Kenapa kausangka ada di situ?" tanya Zelda.
"Yah - Spike tahu bahwa ia tidak bisa menulis terlalu terbuka di
suratnya," kata Jupiter menjelaskan. "Ia tahu, surat-surat para
narapidana selalu disensor dulu. Karenanya ia memakai siasat yang rumit
sekali. Tapi memang cuma itu saja yang bisa dilakukannya."
"Siasat yang bagaimana?" desak Zelda dengan nada kurang sabar.
"Cepat - katakan!" Bob yang lebih dulu membuka mulut. "Ia berbuat
sesuatu yang luar biasa dengan prangko-prangko yang ditempelkan ke 
sampul surat. Ia menempelkan dua prangko, masing-masing bernilai dua
sen dan satu sen. Lalu prangko satu sen yang berwarna hijau ditutupinya
dengan prangko empat sen, bergambar rantai. Kami yakin bahwa itu
berarti -"
"Sebentar, Bob!" potong Jupiter bersemangat.
Bob terkejap kaget. "Ada apa, Jupe?'" tanyanya.
"Coba kaukatakan lagi - itu, kalimatmu yang paling akhir."
"Aku kan cuma mengatakan bahwa prangko satu sen yang berwarna hijau
ditutupi dengan prangko empat sen bergambar rantai, jadi -"
"Itu dia!" seru Jupiter bersemangat.
"Itu petunjuknya!"
"Petunjuk apa?" sela Pete. Semua yang ada di dalam mobil menatap
Jupiter dengan heran, sementara air muka remaja itu menjadi merah
karena bersemangat. Ia berpaling, memandang Zelda.
"Spike Neely agak tidak normal lidahnya. Kalau berbicara, cedal,"
katanya. "Itu kami dengar dari Chief Reynolds. Ia agak sulit
menyebutkan huruf L."
"Kurasa itu benar," kata Zelda. "Tapi -" "Saudara perempuannya juga
mengatakan begitu! Nah - dengan cacat itu, bagaimanakah bunyinya jika
Spike menyebut 'lantai'?"
"Bunyinya mirip 'rantai'," kata Zelda setelah berpikir sebentar.
"Maksudmu -"
"Ia menyembunyikan uang itu di bawah lantai," kata Bob cepat-cepat
dengan suara nyaris terpekik. "Spike merasa yakin bahwa Gulliver pasti
ingat pada kecedalannya, sehingga bisa memahami maksudnya. Apalagi
jika memang mencari-cari sesuatu yang merupakan kata sandi."
"Kita terkecoh oleh gagasan bahwa maksudnya di bawah kertas pelapis
dinding, karena Mrs. Miller bercerita pada kami bahwa Spike selama
bersembunyi di rumah saudara perempuannya itu sibuk mengganti
kertas pelapis dinding ruangan tingkat bawah," kata Jupiter
menyambung dengan bersemangat. "Dari mula aku sebenarnya harus
menyadari bahwa menempelkan uang kertas di bawah pelapis dinding
bukan ide yang baik - karena tidak bisa dilepaskan lagi tanpa mengalami 
kerusakan. Untuk melepaskannya harus dengan cara mengerok, sehingga
pasti hancur. Tapi di bawah lantai -"
"Lonzo!" Zelda menoleh ke arah laki-laki yang berdiri di dekat mobil.
"Ambil alat-alat kita. Kita masuk ke rumah. Aku, kau, dan ketiga remaja
ini."
Mereka masuk beramai-ramai ke dalam rumah, tanpa mempedulikan
ketiga penjahat yang teringkus di lantai kamar duduk. Zelda berembuk
sebentar dengan Jupiter. Mereka sama-sama berpendapat bahwa uang
yang dicari tidak mungkin disembunyikan di bawah lantai ruang duduk.
Menurut Jupiter, tempat yang paling logis kalau tidak di ruang tidur
tamu yang waktu itu ditempati
Spike, ya di bawah lantai ruang loteng
yang sempit. Mereka memutuskan untuk mencoba di loteng dulu.
Sepuluh menit kemudian terdengar suara Pete berseru, ketika Lonzo
melepaskan selembar papan di sudut. Diterangi sinar senter, nampak
uang kertas beberapa berkas, tersusun rapi di sela dua balok penyangga
lantai!
"Di bawah rantai," kata Pete sambil mengedip-ngedipkan mata karena
kagum. "Rantai - lantai! Benar-benar siasat yang licin, kalau kita tahu
semua surat diteliti dengan seksama, untuk mengetahui kalau ada
sesuatu yang mencurigakan. Kau benar-benar jago, Jupe!"
"Seharusnya sudah dari dulu aku berpikir ke arah sini," kata Jupiter.
"Mengingat lidah Spike yang cedal, aku mestinya bisa membayangkan
bahwa kalau ia mengucapkan 'lantai', kedengarannya tentu seperti
'rantai'. Dan mengingat uang kertas jika ditempel dengan lem pasti
rusak, aku -"
"Sudahlah, jangan kau sesali dirimu!" kata Zelda memotong. "Kau telah
bekerja dengan baik sekali. Gulliver sendiri sedikit pun tidak berpikir ke
arah sini. Sekarang uang yang lenyap itu sudah ditemukan. Para penjahat
sudah diringkus. Katak sudah melompat setinggi mungkin, sehingga
berhasil menyelamatkan diri dari ikan yang lapar dalam kolam!"
Wanita kelana itu tertawa pelan. Dari air muka Jupiter nampak jelas
bahwa ia kini sudah mulai memahami berbagai hal yang semula
merupakan teka-teki baginya.
  "Anda yang mengirim peringatan itu, Miss Zelda?" katanya dengan nada
bertanya.
Wanita kelana itu mengangguk. "Ya, akulah yang mengirim kata-kata
peringatan itu. Kaumku menjaga keselamatan kalian selama ini, tapi aku
pun ingin agar kau berusaha dengan bersungguh-sungguh untuk mencari
uang itu sampai ketemu - dan kalian memang sudah melakukannya.
Sekarang kami harus pergi. Kami akan menghubungi polisi, untuk
menutup kasus ini. Kalian tunggu saja di sini, sampai polisi datang untuk
mengambil uang serta ketiga penjahat sekaligus. Polisi pasti juga ingin
memeriksa kami, tapi mereka takkan bisa mengetahui di mana kami
berada. Setidak-tidaknya saat ini."
"Tunggu sebentar, Zelda!" kata Jupiter, ketika melihat wanita kelana
itu berpaling hendak pergi, diikuti oleh Lonzo. "Masih ada sesuatu yang
ingin kuketahui. Mengenai peti itu - bagaimana bisa kembali lagi ke
tempat kami? Dan Socrates - apakah tengkorak itu betul-betul bisa
berbicara, atau -"
"Itu nanti saja," kata Zelda. "Datanglah ke tempatku yang waktu itu,
dua minggu lagi. Saat itu kami sudah kembali lagi ke sana. Segala
pertanyaanmu akan terjawab."
"Tapi setidak-tidaknya berilah penjelasan tentang Gulliver," desak
Jupiter. "Di mana dia sekarang?"
"Kusangka sudah meninggal dunia," sela Pete.
"Aku tidak mengatakan begitu," kata Zelda. "Kataku waktu itu, ia
meninggalkan dunianya. Nah, mungkin kini ia akan kembali dari dunia di
mana ia selama ini berada. Untuk dua minggu ini - selamat tinggal."
Setelah itu Zelda bergegas menuruni tangga, diikuti oleh Lonzo.
Beberapa saat kemudian terdengar deru ketiga mobil kaum kelana,
meninggalkan tempat itu. Ketiga remaja yang masih ada di atas loteng
berpandang-pandangan.
Bob menghembuskan napas lega. "Uhh - kita berhasil, Jupe," katanya.
"Kita berhasil menemukan uang-uang yang lenyap itu!"
"Dengan dibantu Zelda," kata Jupiter. "Rasanya tidak sabar lagi
menunggu saat kita bisa berjumpa lagi dengannya. Menurut perasaanku,
ia bisa memberikan jawaban yang menarik atas beberapa pertanyaanku!"

Bab 18 ALFRED HITCHCOCK BERTANYA
ALFRED HITCHCOCK duduk di belakang meja kerja di kantornya.
Sutradara film kenamaan itu membalik-balik setumpuk catatan
mengenai misteri tengkorak bersuara, yang disusun oleh Bob Andrews.
Kemudian ia melirik ke arah Trio Detektif. Ketiga remaja itu duduk
berjejer dengan pakaian rapi di hadapannya. Mereka menunggu Mr.
Hitchcock berbicara.
"Prestasi yang baik sekali, Anak-anak," kata sutradara itu dengan
suaranya yang berat "Kau telah bekerja dengan baik, Jupiter! Kau
berhasil menemukan uang yang disembunyikan itu, setelah pihak yang
berwajib begitu lama mencarinya dengan sia-sia."
Tapi air muka Jupiter tidak menjadi cerah mendengar pujian itu.
"Saya sebetulnya harus bisa lebih cepat menyibakkan rahasia itu, Sir,"
katanya sambil mengeluh. "Saya mula-mula menyangka bahwa prangko di
bawah prangko berarti uang. itu ditempelkan di bawah kertas pelapis
dinding. Padahal saya seharusnya mencari maknanya yang lain. Kemudian,
jika tidak karena kemujuran -"
"Kemujuran sangat membantu bagi orang yang waspada," kata Mr.
Hitchcock memotong. "Seperti pernah kukatakan, kalian tidak bisa
mengharapkan selalu bisa langsung menemukan jawaban yang benar.
Tidak ada penyelidik yang bisa begitu. Menurut penilaianku, prestasi
kalian baik sekali."
Kini Jupiter sudah bisa berseri-seri lagi.
"Terima kasih, Sir," katanya. "Dan kami memang berhasil menemukan
uang yang lenyap itu."
"Dan tepat pada waktunya," kata Mr. Hitchcock mengomentari. "Coba
terlambat dua hari saja, rumah itu pasti sudah lenyap digusur. Dan uang
itu akan lenyap untuk selama-lamanya, tertimbun tumpukan puing.
Bagaimana - kalian memperoleh hadiah itu?"
Jupiter mendesah. Bob mengeluh. Pete juga mengeluh.
"Tidak, Sir," Bob yang memberi jawaban. "Uang hadiah itu sebenarnya
sama sekali tidak ada! Itu hanya karangan Smooth Simpson sendiri,
seperti hal-hal lain yang dikatakannya pada kami. Tapi kami menerima
sepucuk surat dengan ucapan terima kasih dari direktur bank yang
dirampok. Sedang Chief Reynolds mengatakan ia ingin kami sudah cukup
dewasa, sehingga bisa menjadi anak buahnya sebagai detektif."
"Yah - uang bukan satu-satunya bentuk hadiah bagi pekerjaan yang
diselesaikan dengan baik," kata Mr. Hitchcock. "Sekarang aku punya
beberapa pertanyaan. Kurasa dari catatan kalian ini sudah jelas cara
Spike Neely menyembunyikan uang hasil rampokannya, begitu pula
bagaimana ia menyelundupkan pesan yang sangat dirahasiakan dari
rumah sakit penjara pada sahabatnya, Gulliver. Pesan itu begitu rahasia
sampai tidak a,da yang mampu menafsirkannya - selain kalian! Tapi kini
pertanyaanku yang pertama, karena aku tidak menemukan jawabannya
dalam catatan ini. Apakah yang sebenarnya terjadi dengan Gulliver?"
Ketiga remaja itu tertawa nyengir. Mereka sudah menduga bahwa Mr.
Hitchcock akan menanyakan hal itu. Dan Jupiter sudah siap dengan
jawabannya.
"Ketika ia menerima surat dari Spike Neely," katanya, "Gulliver sudah
langsung menduga bahwa temannya itu hendak menyampaikan pesan
tertentu padanya. Soalnya sewaktu ia masih di penjara, Spike pernah
mengatakan bahwa ia akan mengatakan di mana uang itu disembunyikan,
bila ada sesuatu yang terjadi dengan dirinya. Tapi Gulliver ternyata
tidak berhasil menemukan pesan yang disampaikan secara rahasia.
Karenanya surat itu lantas disembunyikan di dalam peti peralatan
sulapnya. Suatu hari ketika ia kembali ke hotel tempatnya menginap,
pegawai meja penerimaan tamu mengatakan padanya bahwa ada
beberapa orang yang datang mencarinya. Pegawai itu menggambarkan
ciri-ciri mereka. Gulliver sangat ketakutan mendengarnya, karena dari
gambaran itu ia menarik kesimpulan bahwa yang mencarinya itu Three-
Finger Munger, penjahat kelas kakap. Ia tahu bahwa Three-Finger
takkan segan-segan menculik lalu menyiksa dirinya untuk memaksanya
mengatakan di mana uang yang disembunyikan itu berada. Padahal
Gulliver sama sekali tidak tahu! Kalau ia tahu, katanya ia pasti akan
langsung melapor pada pihak yang berwenang. Tapi kini ia tidak yakin,
apakah polisi mau mempercayai ceritanya. Jadi tanpa naik ke kamarnya
lagi, Gulliver langsung menghilang. Ia tidak membawa apa-apa. Ketika ia
tidak muncul-muncul setelah ditunggu beberapa lama, pihak hotel lantas
menyimpan petinya di gudang, lalu akhirnya dilelang di depan umum. Dan
saya yang membelinya."
"Jadi Gulliver tidak mati?" tanya Mr. Hitchcock. "Tapi bukankah Zelda
mengatakan bahwa ia meninggalkan dunianya."
"Itu memang benar," Cengiran Jupiter bertambah lebar. "Gulliver ingin
memastikan bahwa Three-Finger Munger serta kawannya tidak bisa
menemukan jejaknya. Karena itu ia lantas berdandan sebagai wanita, dan
memakai rambut palsu. Ia menjelma menjadi wanita - dan dengan begitu
meninggalkan dunianya. Dunia kaum pria!"
"Ah - tentu saja!" kata Mr. Hitchcock agak keras. "Aku sebenarnya
harus bisa menebak makna kata-kata itu. Nah - ada sesuatu yang
terlintas di pikiranku. Aku ingin melihat, apakah aku bisa menarik
kesimpulan yang benar. Menurut kesimpulanku, Zelda yang wanita kelana
itu sebenarnya The Great Gulliver!"
Pete dan Bob tertawa geli, sementara Jupiter menganggukkan kepala.
"Itu betul, Sir," katanya. "Orang-orang dari kaum kelana itu ternyata
kawan-kawan lama Gulliver. Ibunya sendiri juga wanita kelana. Ia
diterima hidup bersama mereka. Dan sikap mereka memang sangat setia
kawan - jadi rahasianya selama itu tidak mungkin bocor."
Kini Mr. Hitchcock pun ikut tertawa geli.
"Yah," katanya kemudian, "satu misteri sudah terbongkar. Gulliver yang
dulunya agak gemuk, rupanya melangsingkan tubuhnya - sehingga tidak
ada orang yang menyangka bahwa wanita kelana bertubuh kurus itu
sebenarnya tukang sulap yang gemuk itu. Apa rencananya sekarang?"
"Ia hendak menjelma menjadi Gulliver kembali," kata Jupiter, "begitu
Three-Finger Munger beserta kawanannya sudah dijatuhi hukuman dan
dimasukkan ke dalam penjara. Tapi ia tidak akan tampil lagi sebagai
tukang sulap, karena kaum kelana sahabat-sahabatnya meminta padanya
agar tetap tinggal bersama mereka, sebagai pengurus usaha mereka."
"Begitu," Alfred Hitchcock membalik kertas-kertas catatan, lalu
meneliti bagian sebelah depan.
"Aha!" katanya setelah beberapa saat membaca. "Di sini kulihat bahwa
ketika kau membeli peti di pelelangan waktu itu, seorang wanita tua
datang bergegas-gegas, Jupiter. Ia nampak gelisah sekali. Ia
sebenarnya ingin membeli peti yang dilelang, tapi terlambat datang.
Apakah wanita itu juga -"
"Betul, Sir. Itu juga Gulliver, dengan rambut palsu lain dan berdandan
sebagai wanita yang sudah tua sekali. Ia selalu mengikuti berita tentang
barang-barang hotel yang dilelang. Dengan cara begitu ia tahu ketika
petinya akan dilelang. Tapi ia salah membaca waktu pelaksanaannya,
sehingga agak terlambat datang. Ia sebenarnya masih hendak berusaha
membeli peti itu dari kami, tapi tahu-tahu reporter itu muncul dengan
menenteng kamera. Sedang Gulliver tidak ingin menarik perhatian orang.
Tapi berita tentang kami kemudian dimuat di surat kabar, sehingga ia
tahu siapa kami dan di mana ia bisa menjumpai kami."
"Tapi berita itu juga dibaca oleh Three-Fillger Munger," sela Pete
sambil bergidik.
"Memang," kata Jupiter. "Mula-mula anak buahnya mencoba mencuri
peti itu, tapi gagal. Lalu kemudian berhasil juga, setelah membuntuti
Maximilian the Mystic dan mendesak mobil ahli sulap itu sampai keluar
dari jalan. Tapi peti itu tidak lama ada di tangan mereka. Soalnya -
seperti dikatakan oleh Zelda - kaum kelana sementara itu juga selalu
mengamat-amati kami. Ketika Zelda - maksud saya, Gulliver - ketika ia
mendengar bahwa kami sudah beberapa kali berhasil menyelidiki
sejumlah misteri yang rumit, ia lantas mendapat gagasan. Barangkali
saja kami bisa menyibakkan rahasia tempat uang hasil perampokan itu
disembunyikan. Kalau sudah berhasil dan uang itu sudah ada pada polisi,
ia akan bisa muncul lagi sebagai Gulliver. Itulah sebabnya kenapa ia
meminta saya untuk datang menemuinya yang' menyamar sebagai Zelda,
saat mana ia berbicara secara misterius - agar saya tertarik. Kemudian
kaum kelana teman-temannya melihat Three-Finger beserta kedua
kawannya. Ketika para penjahat itu merampas peti dari mobil Maximilian
yang terbalik di tepi jalan, saat itu mereka pun sedang dibuntuti mobil
yang penuh berisi para kelana. Mereka membuntuti para penjahat itu
sampai ke tempat persembunyian mereka. Di situ para penjahat
disergap lalu peti dilarikan, sebelum para penjahat sadar apa yang
sebenarnya terjadi. Setelah itu Zelda - maksud saya, Gu!liver -
mengembalikan peti itu pada saya, karena masih berharap bahwa saya
mampu mengusut misteri itu. Ia tahu bahwa saya memang harus
berhasil, agar ia bisa bebas dari rongrongan kawanan Three-Finger.
Jadi disuruhnya para kelana membayangi kami dengan ketat, agar bisa
memberi bantuan apabila kami memerlukannya. Sabtu malam itu, ketika
Smooth Simpson berhasil menipu kami sehingga kami mau membantunya
menemukan rumah Mrs. Miller yang lama, para kelana masih tetap
mengamati gerak-gerik kawanan Three-Finger. Tentang Smooth
Simpson, mereka sama sekali tidak tahu-menahu. Sewaktu Three-Finger
beserta kedua kawannya berangkat, para kelana membuntuti mereka
dari belakang, lalu ketika kami disergap oleh Three-Finger, para kelana
yang membayangi memanggil bantuan yang datang tepat pada waktunya
'untuk menyelamatkan kami serta meringkus kawanan Three-Finger.
Lalu - yah, Anda sudah tahu bagaimana kami akhirnya berhasil
menemukan uang yang disembunyikan itu."
Alfred Hitchcock mengangguk. Ia memandang anak-anak yang duduk di
hadapannya, sambil merapatkan kedua tangannya di atas meja dengan
jari-jari mengarah ke atas.
"Nah," katanya, "sekarang pertanyaanku yang terakhir. Betulkah
Socrates bisa berbicara? Jika betul begitu, lalu bagaimana caranya? Di
manakah letak rahasianya? Aku tidak mau menerima keterangan yang
berbau mistik."
"Tidak, Sir," kata Jupiter. "Maksud saya, penjelasannya tidak berbau
mistik. Bukan hal yang gaib, seperti hantu atau sejenisnya! Segala yang
dilakukan tukang sulap pada hakikatnya merupakan tipuan. Dan apa yang
seakan-akan dilakukan Socrates, sebenarnya juga merupakan tipuan.
   Gulliver pandai sekali melemparkan suaranya. Dan mulanya ia
menggunakan teknik itu untuk membuat Socrates seperti bisa
berbicara.
"Kemudian, ketika orang mulai agak curiga, ia lantas menciptakan suatu
cara untuk membuat Socrates tetap bisa berbicara, walaupun ia sendiri
jauh dari tengkorak itu. Ia membeli perlengkapan pemancar mini -"
"Dan pemancar itu dipasangnya di dalam tengkorak?" Kening Mr.
Hitchcock berkerut. "Menurutku, kau mestinya kan bisa menemukannya,
Jupiter. Kau kan sudah memeriksa tengkorak itu dengan secermatcermatnya.
Jadi mustahil tidak bisa melihatnya."
"Justru di situlah letak persoalannya, Sir." kata Jupiter menjelaskan.
"Saya memang sudah memeriksa Socrates dengan sangat teliti. Tapi di
situ letak kepintaran Gulliver. Pemancar itu dipasangnya di dalam
landasan gading, di tempat yang tidak bisa kelihatan."
"Ah!" kata Mr. Hitchcock. "Jadi dalam landasan, di tempat yang tidak
menimbulkan kecurigaan. Siasat yang licin sekali. Teruskan ceritamu."
"Radio mini dalam landasan gading itu selain bekerja sebagai penerima,
juga merupakan alat pemancar. Kerjanya otomatis," kata Jupiter
melanjutkan cerita. "Artinya, setelah Socrates kami keluarkan dari
dalam peti dan kami letakkan di landasannya, segala-galanya yang kami
bicarakan di dekatnya dipancarkan oleh alat itu. Jarak jangkaunya
sekitar dua ratus meter.
"Setelah mendengar bahwa petinya lenyap, Gulliver lantas berkeliaran
terus di sekitar tempat kami, menyamar sebagai wanita biasa. Tidak lagi
sebagai wanita kelana. Di telinganya ada alat pendengar mini, yang
tertutup rambut palsu. Sedang di peniti yang terpasang di roknya ada
mikrofon. Ia bisa mendengar kami bercakap-cakap. Mulanya ia belum
ingin berbicara pada kami, lewat Socrates, tapi tahu-tahu ia bersin.
Karena itulah kami memperoleh kesan, seolah-olah Socrates bersin.
Gulliver bersembunyi di dekat rumah Paman Titus, ketika malam harinya
Socrates saya bawa ke kamar tidur. Ia melihat lampu kamar saya
padamkan. Saat itulah ia mulai menghubungi saya, lewat Socrates, untuk
menyampaikan pesan misterius bahwa saya harus mendatangi Zelda.
 
 Keesokan harinya, ketika Bibi Mathilda sedang membersihkan kamar lalu
marah-marah pada Socrates, saat itu Gulliver masih ada di dekat
rumah. Ia tidak bisa menahan diri, lalu menyerukan, 'Huhh’ pada Bibi!"
"Jadi misteri itu pun sudah berhasil kaubongkar," kata Mr. Hitchcock
mengomentari. "Selama itu semuanya ternyata didalangi The Great
Gulliver. Memang - kasus ini merupakan misteri ilmu pengetahuan, dan
sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan kegaiban."
"Betul, Sir," kata Jupiter sambil mengangguk "Dan Socrates biasanya
ada di dekat kami, saat kami sedang merembukkan kasus itu. Jadi
Gulliver bisa ikut mendengarkan perkembangan pengusutan serta
rencana-rencana kami, sehingga ia banyak mengetahui gerak-gerik kami.
Untung saja begitu, karena berkat pengetahuannya itu ia akhirnya bisa
datang pada waktunya untuk menyelamatkan kami."
"Pokoknya kasus ini memang sangat menarik," kata Mr. Hitchcock
Sutradara kenamaan itu melanjutkan, "Yah, dengan senang hati aku
bersedia menulis kata pendahuluan untuk laporan kalian yang ini - sama
seperti untuk kasus-kasus kalian yang sebelumnya. Kalian sudah tahu,
tugas mana lagi yang akan kalian tangani setelah ini?"
"Belum," jawab Jupiter, sementara ia dan kedua temannya berdiri untuk
pergi. "Tapi kami tetap membuka mata dan telinga lebar-lebar. Kalau
kami menjumpai sesuatu, nanti kami pasti menghubungi Anda lagi. Mr.
Hitchcock."
Ketiga remaja itu keluar, meninggalkan kantor sutradara itu. Alfred
Hitchcock menatap punggung mereka sambil tersenyum pada dirinya
sendiri. Tengkorak yang bisa berbicara! Ada-ada saja. Apa lagi yang
akan dihadapi Trio Detektif setelah ini?
Selesai